November 27, 2024

Pelaporan Dana Kampanye Pilkada Hanya Formalitas, Sanksi Diskualifikasi Harus Dipertegas

Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menilai selama ini pelaporan dana kampanye pilkada masih sebatas formalitas belaka. Seharusnya pengawasan dan pemberian sanksi lebih dipertegas, dengan mengoptimalkan sanksi diskualifikasi, bukan justru menghapus ketentuan diskualifikasi. Terlebih justifikasi bahwa sanksi diskualifikasi bagi pasangan calon yang tidak melaporkan LPPDK tidak diatur dalam UU Pilkada.

“Sebab, adanya aturan untuk memberikan diskualifikasi bagi pasangan calon yang tidak melaporkan dana kampanye ternyata belum cukup untuk memaksa terselenggaranya mekanisme pelaporan yang mengedepankan aspek kejujuran,” kata Peneliti ICW, Seira Tamara dalam siaran pers (6/8).

Dalam riset Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait pendanaan pilkada tahun 2015, tercatat sebanyak 20 persen responden dari 286 pasangan calon yang gagal terpilih mengaku tidak membuat Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kampanye (LPPDK). Selain itu terdapat juga LPPDK yang diserahkan dan melanggar batas besaran sumbangan.

Berdasarkan uji publik PKPU pada 2 Juli 2024 lalu, aturan mengenai kampanye dan dana kampanye yang menyatakan ketentuan pemberian sanksi diskualifikasi bagi paslon yang tidak menyerahkan laporan dana kampanye akan dihapus. Padahal dalam UU Pilkada, melalui ketentuan Pasal 187 ayat (7) dan ayat (8) menyatakan, penyampaian keterangan yang tidak benar dalam laporan dana kampanye, serta menerima sumbangan namun tidak melaporkannya, termasuk ke dalam tindakan yang diganjar dengan sanksi pidana.

“Artinya KPU seharusnya mengakomodir semangat yang sama dalam PKPU dana kampanye. Semangat UU Pilkada tersebut dalam konteks kewenangan KPU sesungguhnya justru dapat ditegakkan melalui adanya ketentuan diskualifikasi bagi pasangan calon yang mangkir dari kewajiban tersebut,” jelas Seira.

ICW dan Perludem menilai, rencana penghapusan ketentuan diskualifikasi menunjukan bahwa KPU telah mengabaikan kepentingan pemilih untuk mendapatkan informasi yang jelas mengenai dana kampanye dan lebih berpihak pada kepentingan peserta pemilu. Karena dalam rancangan PKPU baru menunjukan adanya toleransi berlebih dari KPU terhadap pasangan calon yang minim integritas.

Untuk itu ICW dan Perludem mendesak agar KPU berhenti mengobrak-abrik regulasi pemilu yang mencederai proses pemilihan. Mereka mendesak KPU menempatkan kepentingan pemilih dan memastikan prinsip demokrasi sebagai landasan utama menyusun peraturan teknis sebagai pedoman dalam menyelenggarakan pilkada. []