November 27, 2024

ICW dan Perludem: Penghapusan Sanksi Diskualifikasi Merusak Transparansi Pilkada

Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mendesak Komisi Pemilihan Umum (KPU) berhenti mencederai regulasi pemilu. Hal itu merespon uji publik PKPU mengenai kampanye dan dana kampanye yang menyatakan bahwa ketentuan pemberian sanksi diskualifikasi bagi paslon yang tidak menyerahkan laporan dana kampanye akan dihapus. KPU berdalih bahwa aturan itu bertentangan dengan UU Pilkada, yang hanya mengatur sanksi diskualifikasi bagi paslon yang menerima sumbangan terlarang, bukan yang tidak menyerahkan laporan dana kampanye.

“Padahal mayoritas anggota KPU hari ini adalah sebelumnya adalah penyelenggara pemilu di daerah yang pernah menyelenggarakan Pilkada, yang pada waktu itu memberlakukan sanksi diskualifikasi bagi pasangan calon yang tidak menyerahkan laporan dana kampanye,” kata Peneliti ICW, Seira Tamara dalam keterangan tertulis (6/8).

ICW dan Perludem menilai, hal tersebut menunjukan bahwa KPU sebagai penyelenggara tidak menganggap pelaporan dana kampanye sebagai hal yang krusial dan bermanfaat bagi pemilih. Padahal laporan dana kampanye sangat penting bagi pemilih untuk memberikan informasi mengenai aktor penyumbang, penggunaan sumbangan.

Sebelumnya, PKPU nomor 5/2017 Pasal 54 secara tegas memberikan sanksi diskualifikasi atau pembatalan sebagai pasangan calon bagi yang tidak menyampaikan Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kampanye (LPPDK) sampai batas waktu yang sudah ditentukan. Sedangkan, rancangan PKPU dana kampanye terbaru untuk Pilkada 2024, pada Pasal 65 Ayat (4), hanya memberikan sanksi tidak ditetapkan sebagai pasangan calon kepala daerah terpilih sampai pasangan calon menyampaikan LPPDK.

Di sisi lain, rancangan PKPU terbaru hanya memberikan sanksi administrasi bagi pasangan calon yang tidak menyampaikan Laporan Awal Dana Kampanye  (LADK) sesuai batas waktu yang ditentukan hanya dalam bentuk peringatan tertulis dan dilarang untuk melakukan kegiatan kampanye. Selain itu KPU juga memberikan toleransi waktu tujuh hari pasca batas akhir penyampaian LADK dan peringatan tertulis bagi pasangan calon yang belum menyampaikan LADK.

“Sanksi ini tentunya tidak sejalan dengan prinsip integritas pemilu yakni transparansi dan akuntabilitas, karena KPU tetap memberikan toleransi kepada pasangan calon untuk tetap menjadi peserta pemilu,” jelas Seira.

Peneliti Senior Perludem, Heroik Pratama mengatakan bahwa informasi mengenai penerimaan dan pengeluaran dana kampanye paling tidak dapat memberikan gambaran mengenai asal-usul dan peruntukan pendanaan politik dalam pilkada. Menurutnya, pelaporan dana kampanye dapat meminimalisir masuknya dana korupsi dalam pusaran pendanaan dan menjadi salah satu upaya preventif terhadap konflik kepentingan yang berujung korupsi politik di kemudian hari.

“Pelaporan dana kampanye menjadi instrumen penting yang keberadaannya tidak dapat dikompromi. Terlebih jika melihat praktik dalam pilkada sebelumnya, pelaporan dana kampanye juga belum berjalan dengan maksimal atau hanya sekedar pemenuhan administrasi semata,” jelas Heroik.

Berdasarkan pemantauan ICW terhadap dana kampanye pada Pilkada 2020 di 30 daerah, menunjukan terdapat tiga paslon dengan LADK kosong dan dua paslon yang tidak melampirkan dokumen LADK. Demikian pula dalam pemantauan Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK), terdapat lima paslon dengan LPSDK kosong.[]