Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menargetkan pembahasan RUU Pemilu akan rampung pada 28 April 2017. Namun, target tersebut molor hingga 18 Mei 2017. Tahapan pemilu pun dipangkas dari 22 bulan menjadi 18 bulan.
“Dalam kondisi sekarang, tahapan pemilu yang semestinya harus sudah dimulai—direncanakan dari awal dalam draf (RUU Pemilu—red) itu 22 bulan—dan ada pergeseran segala macam menurut saya ini penting untuk menjelaskan kepada publik kenapa target 28 april tidak terpenuhi,” kata Fadli Ramadhanil, peneliti hukum pada Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), saat dihubungi (26/4).
Keterlambatan pengesahan RUU Pemilu berpotensi mengganggu penyelenggaraan pemilu. Pasalnya, mesti ada ruang yang cukup bagi pemangku kepentingan pemilu untuk mempelajari aturan tersebut.
“Potensi terganggu itu sangat besar. Begitu UU Pemilu selesai kan tidak bisa serta merta kemudian pemilunya bisa dilaksanakan. Ada beberapa proses yang harus menyesuaikan. Misalnya KPU dan Bawaslu harus menyiapkan peraturan teknis untuk pelaksanaan pemilu berdasarkan UU pemilu yang baru. Itu bukan hal yang mudah. Begitu UU selesai, mereka harus mempelejari pasal demi pasal, konsekuensi demi konsekuensi,” tandas Fadli.
DPR mengaku masih ada lima isu krusial yang belum menemui kesepakatan. Lima isu tersebut adalah sistem pemilihan, jumlah kursi anggota DPR, ambang batas parlemen, ambang batas presiden, serta metode konversi suara jadi kursi.