August 8, 2024

Jauhkan RUU Pemilu dari Negosiasi Kepentingan Politik Jangka Pendek

Rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) membahas Rancangan Undang-undang (RUU) Pemilu dijadwalkan digelar Kamis (20/7). Jelang rapat tersebut, Koalisi Kawal RUU Pemilu mendesak para anggota DPR untuk tidak bernegosiasi dengan berbasis kepentingan politik jangka pendek.

“UU Pemilu ini adalah aturan main. Harus ada semangat fairness. Bukan soal menguntungkan partai besar atau menengah-kecil. Ini harus menguntungkan segala pihak dengan prinsip-prinsip keadilan pemilu,” kata Feri Amsari, Direktur Pusat Kajian Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas pada Diskusi Media “Menuju Sidang Paripurna RUU Pemilu: Pertaruhan Jangka Pendek Pembentuk UU?” di Jakarta (19/7).

DPR dan Pemerintah relatif sudah hampir sepakat terkait dengan sistem pemilu legislatif dengan proporsional daftar terbuka dan parliamentary threshold dengan angka empat persen. Perbedaan yang sangat cukup tajam masih terjadi untuk ambang batas pencalonan presiden, metode konversi suara menjadi kursi, dan dengan besaran daerah pemilihan.

Negosiasi antara pemerintah dan koalisi partai pendukungnya dengan partai di luar pemerintah dalam isu-isu tersebut diprediksi masih tetap berjalan alot hingga paripurna. Beberapa partai kecil tak menyetujui pilihan pemerintah karena pilihan tersebut tak ramah bagi partainya.

“Undang-undang terkait pemilu selalu dibahas lima tahun sekali karena perlu memasukkan hal-hal tertentu yang dinilai akan menguntungkan pihak-pihak tertentu. Ini tidak boleh terus berulang. Pembahasan ruu pemilu tidak bisa berbasis pada kebutuhan masing-masing partai dengan negosiasi. Itu akan merusak sistem pemilu,” tegas Feri.