November 27, 2024

Coklit dan Kultur Pemilih Kita

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR – Kegiatan pencocokan dan penelitian (Coklit) pemutakhiran data pemilih yang dimulai pada 20 Januari 2018 kemarin cukup banyak mendapat atensi publik. Diberbagai laman media sosial dan media online kegiatan ini sempat menjadi viral dan trending topic pemberitaan,yang dalam pencapaiannya KPU RI menerima Rekor MURI. Untuk pertama kalinya dalam perhelatan Pilkada serentak 2018, Coklit benar-benar direspon balik oleh rakyat pemilih.

Ada yang didatangi oleh anggota PPDP di saat-saat sedang melangsungkan pesta perkawinan,tempat kerja. Jauh sebelum itu, ada pula sosialisasi Coklit yang diadakan oleh penyelenggara di beberapa tempat umum, seperti tempat wisata, pantai, pasar, hingga ke berbagai laman media sosial.

Kendatipun kegiatan Coklit hanya salah satu bahagian dari tahapan penyelenggaraan pemilihan. Namun menjadi penting untuk direspon balik sebagai upaya Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam meningkatkan animo masyarakat sebagai penentu sirkulasi elit pemerintahan lokal dan nasional.

Upaya KPU
Bersama dengan jajarannya di daerah, KPU telah mengusahakan semaksimal mungkin terdaftarnya semua penduduk wajib pilih di Pilkada yang akan dihelat dalam 171 daerah mendatang.

Secara makro terdapat dua tindakan yang selama ini selalu dijalankan oleh KPU dalam mewujudkan hak elektoral para pemilih di tataran pendaftaran penduduk wajib pilih.

Pertama, tahap pemutakhiran Daftar Pemilih Tetap (DPT). Pemutakhiran DPT pada hakikatnya melalui dua tahapan yang wajib dijalankan oleh masing-masing jajaran KPU, yaitu pemutakhiran Daftar Potensial Penduduk Pemiih Pilkada (DP4) kemudian ditindaklanjuti dengan Pemutakhiran Daftar Pemilih Sementara (DPS).

Pada penetapan DPS-lah kegiatan Coklit data pemilih memegang peranan penting. KPU Kabupaten/Kota melakukan perekrutan Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP) yang selanjutnya dibebani tugas dan kewenangan untuk memvalidasi terpenuhi atau tidaknya setiap orang sebagai penduduk wajib pilih.

Pada kegiatan pemutakhiran data pemilih, PPDP nyatanya tidak hanya melakukan pencocokan dan verifikasi faktual saja untuk semua penduduk wajib pilih. Namun telah dilakukan pula sosialisasi pemilihan kepada tiap-tiap warga yang didatangi di tempat tinggalnya masing-masing.

Kerja-kerja dan usaha keras KPU dalam meningkatkan angka partisipasi pemilih ditunjukkan dengan hati-hati dan penuh kecermatan.

Pemutakhiran data pemilih yang telah dikumpulkan dari DPDP (sekarang disebut Pantarlih berdasarkan UU No. 7/2017 tentang Pemilu) tidak langsung diakhiri dengan penetapan DPT. Akan tetapi diantarai dengan penetapan DPS terlebih dahulu.

Apa tujuan dari penetapan DPS itu? Tidak lain untuk memberikan ruang kepada mereka yang belum terdaftar sebagai penduduk wajib pilih agar namanya tetap dapat terdaftar. Itulah sebabnya setelah penetapan DPS tersebut, DPS ditempelkan di tempat-tempat yang mudah dijangkau oleh semua kalangan, seperti: kantor Lurah/Desa, di Sekretariat/balai RT/RW dan tempat strategis lainnya.

Semuanya itu bertujuan untuk mengantisipasi kesalahan-kesalahan yang potensial terjadi dalam proses pemutakhiran data pemilih. Entah kesalahan itu terjadi karena terdapatnya seorang yang belum layak untuk ditetapkan sebagai penduduk wajib pilih ataupun kesalahan mengenai tidak terdaftarnya beberapa orang di suatu daerah sebagai penduduk wajib pilih.

Dan tidak hanya berhenti sampai di situ pberbagai kerja-kerja KPU dalam mengantisipasi dan meminimalisasi pelanggaran atas hak setiap orang untuk memilih. Mereka yang belum terdaftar dalam DPT, namun secara faktual terbukti sebagai penduduk wajib pilih di daerah pemilihan, masih ada ruang yang diberikan kepadanya untuk ikut dalam pemungutan suara nantinya.

Dengan melalui Daftar Pemilih Tambahan (DPTb), mereka yang tidak terdaftar dalam DPT itu tetap dapat menggunakan hak suaranya dengan menunjukkan KTP Elektronik .

Kedua, Perekrutan KPPS dari PPDP. Perekrutan anggota KPPS dari PPDP merupakan terobosan yang amat bermanfaat dalam mengantisipasi beberapa bentuk tindak pidana pemilihan dan hal itu akan berimbas kepada penyelenggara.

Berbagai bentuk tindak pidana pemilihan tersebut, diantaranya: pemilih ganda dan pemilih siluman. Jika dalam suatu TPS terdapat mantan PPDP misalnya, maka dia akan tahu kalau terdapat pemilih yang pada kenyataannya bukan sebagai penduduk wajib pilih di daerah pemilihan.

Tentu peran dan kerja-kerja itu dapat diimbangi pula manakala memang terdapat penduduk wajib pilih yang tidak terdaftar dalam DPT. Kemudian ingin memilih pada hari “H”. salah satu anggota KPPS yang berasal dari PPDP sudah pasti dapat mengetahuinya kalau orang tersebut memang memenuhi syarat wajib pilih.

Kultur Pemilih
Strategi sukses elektoral Pilkada 2018 bukan hanya di tangan penyelenggara semata. Berbanding lurus dengan itu, tentu sangat ditentukan pula oleh kultur atau kesadaran setiap penduduk untuk menjadi peletak sejarah dalam sirkulasi pemerintahan di daerahnya.

Tak kurang dan tak lebih anggota PPDP yang direkrut dalam pencocokan dan penelitian data pemutakhiran tidak diimbangi dengan kesadaran pemilih. Di beberapa tempat yang telah diusahakan oleh anggota PPDP agar dapat ketemu secara langsung dengan calon pemilih (door too door), nyatanya mereka menjadi sulit ditemui di rumah kediamannya.

Tak kehabisan akal, anggota PPDP menitipkan nomor telepon yang dapat dihubungi. Dan sedianya kalau sudah bisa ditemui agar menghubungi anggota PPDP tersebut. Nanggung atau malas, pun ditunggu-tunggu agar menghubungi lewat telepon anggota PPDP, tak kunjung ia lakukan.

Pada akhirnya, anggota PPDP tersebut memberanikan diri untuk mengunjungi orang yang sulit ditemui itu pada malam hari, mendatangi langsung di tempat kerja. Gayung bersambut, pucuk dicinta ulam tiba, anggota PPDP pada akhirnya berhasil menemui beberapa di antara mereka.

Demikianlah suka duka Coklit pemutakhiran data pemilih yang akan berakhir pada 18 Februari 2018 nanti. Hasil tak akan pernah menghianati usaha. Sepanjang para penyelenggara menggerakan seluruh jajaran dan memaksimalkan seluruh kekuatan sumber dayanya.

Kemudian diikuti dengan tingkat kesadaran para pemilih kita untuk menjadi pemegang estafet sirkulasi elit pemerintahan meritokratis. Decak kagum dunia terhadap penyelenggaraan pemilihan yang demokratis tinggal menunggu waktu saja.

Transisi demokrasi atau demokrasi substantif. Semuanya ditentukan di tangan kita masing-masing. Rakyat adalah demos dan cratein adalah pemerintah yang merakyat.(*)

FITRINELA PATONANGI
Anggota KPU Polewali Mandar & Mahasiswa Program Doktoral Hukum Unhas

http://makassar.tribunnews.com/2018/02/05/opini-coklit-dan-kultur-pemilih-kita?page=3