August 8, 2024

Agar Mutarlih Memang Mutakhir

Menjelang Pemilihan Presiden Amerika Serikat tanggal 8 November 2016 mendatang, salah satu kandidat mengungkapkan adanya kemungkinan terjadi kecurangan di dalam penyelenggaraan pemilu. Hal ini, salah satunya diungkapkan saat kampanye di Columbus, Ohio pada tanggal 1 Agustus 2016 lalu. Sebagaimana dikutip dari Politicfact,  dia menyatakan “People are going to walk in and they’re going to vote 10 times, maybe, who knows?”

Selain mengajukan tuduhan di atas, sang kandidat pun juga menyebutkan bentuk – bentuk kecurangan lain yang mungkin terjadi pada saat pemilihan. Beberapa bentuk kecurangan itu, seperti Pemilihan yang dilakukan oleh orang yang tidak memenuhi syarat sebagai Pemilih, ataupun Pemilihan yang dilakukan oleh orang yang sudah meninggal.

Realitas di atas menjadi bagian dari retrospektif di negara kita, khususnya pada 101 daerah yang sedang menyelenggarakan pilkada 2017.

Pilkada yang akomodatif

Pemilihan umum, termasuk Pemilihan Kepala Daerah di Indonesia sebenarnya dapat dikatakan cukup akomodatif dalam memberikan akses kepada Pemilih untuk menggunakan haknya. Bentuk akomodatif ini dapat dilihat dari adanya daftar pemilih yang dibuat untuk masyarakat belum terdaftar sebagai Pemilih.

Penyelenggara pemilu pastinya sangat menyadari atas adanya klausula ‘terdaftar’ sebagai bagian pengakuan seorang Pemilih. Dan, tentu saja berkolerasi dengan adanya kebutuhan untuk mengakomodir semaksimal mungkin hak seseorang untuk memilih.

Bentuk akomodatif penyelenggaraan pemilihan juga dapat dilihat dari digunakannya stelsel pasif bagi masyarakat untuk dapat terdaftar sebagi Pemilih. Hal ini dapat dilihat dari bagaimana proses penyusunan daftar pemilih yang dilakukan penyelenggara berdasarkan atas daftar pemilih pemilu, atau pemilihan terakhir dengan mempertimbangkan DP4 (Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilihan), yang dimiliki Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

Daftar inilah yang kemudian dijadikan dasar oleh penyelenggara untuk melakukan pemutakhiran. Caranya mendatangi Pemilih secara langsung dan dengan menindak lanjuti masukan dari Rukun Tetangga atau Rukun Warga. Jika masih ada masukan dari masyarakat, ataupun pihak yang berkepentingan maka pihak penyelenggara akan kembali melakukan verifikasi terhadap masukan tersebut sebelum nantinya ditetapkan sebagai Daftar Pemilih Tetap.

Pendek kata, prinsip mutakhir bahwa daftar pemilih disusun bisa dipertanggungjawabkan. Ini berdasarkan informasi terakhir mengenai pemilih, meliputi umur 17 tahun pada hari pemungutan suara, status telah/pernah kawin, status pekerjaan bukan anggota TNI/Polri, alamat pada hari pemungutan suara, dan ada orangnya.

Realitas di atas berbeda dengan di negara lain, yang menerapkan stelsel aktif dalam proses pemutakhiran daftar pemilihnya. Di Amerika Serikat misalnya, meski seseorang sudah tercantum di dalam database kependudukan dan menunjukkan kualifikasinya sebagai Pemilih. Maka orang tersebut tidak akan dimasukkan ke dalam daftar pemilih sebelum yang bersangkutan mendaftarkan dirinya sendiri.

Tantangan Mutarlih dan kualitas Pilkada

Permasalahan Pemuktahiran Daftar Pemilih (Mutarlih) selalu muncul dalam setiap pelaksanaan Pemilu maupun Pilkada. Misalnya ketika diberlakukannya ketentuan penyusunan daftar pemilih berdasarkan data DP4 dari Kemendagri dengan mempertimbangkan DPT Pemilu/Pemilihan terakhir.

Permasalahan muncul pada daftar pemilih yang dikeluarkan dalam bentuk hasil sinkronisasi dan pencermatan oleh KPU. Contohnya yang terkait dengan pemilih yang telah meninggal dan pemilih yang pindah domisili dengan jumlah yang tidak sedikit.

Ketika mekanisme pemutakhiran daftar pemilih adalah daftar pemilih tetap pada pemilu atau pemilihan terakhir dengan mempertimbangkan DP4 sebagaimana diatur dalam Undang-undang Pilkada Nomor 10 Tahun 2016, rupanya juga tidak secara signifikan berpengaruh atas bersihnya daftar pemilih yang dikeluarkan oleh KPU dibandingkan dengan mekanisme sebelumnya.

Misalnya, Pilkada Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) merupakan satu-satunya kabupaten penyelenggara Pilkada Serentak 2017 di Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel). Ada hasil pengawasan yang dilakukan Panitia Pengawas Pemilihan Kabupaten Muba (Panwaslih Muba) dalam kurun waktu tahapan Pencocokan dan Penelitian (Coklit) pada 8 September-7 Oktober 2016).

Dalam formulir A-KWK KPU Muba yang merupakan daftar dan data pemilih yang akan dilakukan Coklit, masih terdapat 2.404 pemilih telah meninggal dunia, 4.761 pemilih pindah domisili, 194 pemilih bukan merupakan penduduk daerah pemilihan, serta masih terdapat  5.474 pemilih yang belum terdaftar dalam daftar pemilih.

Angka-angka tersebut akan dikonfirmasi KPU dan jajarannya melalui proses Coklit. Tapi setidaknya dari keterangan angka di atas diperlukan ketaatan prosedur dan kecermatan dalam proses coklit daftar pemilih yang secara administratif dilakukan Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP) melalui tiga bentuk aktifitas, yakni  memperbaiki, mencoret dan menambah data pemilih.

Terlebih lagi, tantangan yang sering muncul adalah, meskipun daftar pemilih telah melalui beberapa kali penyaringan dan pendataan sebelum ditetapkan menjadi DPT oleh KPU. Berdasarkan pengalaman, masih ditemukan adanya pemilih tambahan atau menggunakan KTP pada saat pemungutan suara.

Penyelanggaraan Pemilu terakhir di Kabupaten Muba, yakni Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2014, pemilih yang menggunakan KTP saat pemungutan suara karena tidak terdaftar dalam DPT sebanyak 6.089 pemilih. Hal ini menggambarkan bahwa memang proses Mutarlih yang dilakukan masih belum maksimal dan perlu koreksi yang konstruktif.

Kecermatan para pelaksana pemutakhiran daftar pemilih, mulai dari tingkat PPDP, Panitia pemungutan Suara (PPS), maupun Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) sangat penting. Khususnya saat proses Coklit oleh PPDP, sehingga warga yang  secara sah dan meyakinkan mempunyai hak pilih dan memenuhi syarat sebagai pemilih wajib di daftar sebagai pemilih, demikian pula dengan pemilih yang secara sah dan meyakinkan tidak mempunyai hak pilih wajib dicoret dan dikeluarkan dari daftar pemilih.

Kecermatan juga penting dalam proses penginputan data pemilih. Proses menggunakan aplikasi Sistem Informasi Data Pemilih (Sidalih) yang dimiliki KPU sehingga keluaran dari Sidalih adalah sama persis dengan data yang diinput oleh KPU dan jajarannya sebagaimana proses Coklit yang telah dilakukan.

Baiknya kualitas daftar pemilih mempunyai kontribusi yang sangat besar atas tercapainya kualitas Pilkada yang baik. Ini mengingat, daftar pemilih sangat berkorelasi dengan aspek lain dalam penyelenggaraan Pilkada.

Misalnya dalam aspek pemetaan dan penentuan TPS, pemetaan dan penentuan jumlah surat suara yang akan dicetak, dan yang pasti sangat mempengaruhi jumlah suara yang diperoleh oleh Calon peserta Pilkada. Karena itu kualitas daftar pemilih yang dihasilkan dalam suatu proses penyelenggaraan Pilkada sangat menentukan kualitas penyelenggaraan Pilkada tersebut.

Menjawab tantangan

Sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya bahwa daftar pemilih sangat mempengaruhi kualitas penyelenggaraan pemilihan. Oleh karena itu tantangan pada proses Mutarlih yang harus dijawab adalah proses Mutarlih sangat mutlak untuk dilaksanakan secara baik, benar, dan sesuai dengan ketentuan.

Rekrutmen PPDP yang diambil dari petugas Rukun Tetangga/Rukun Warga (Rt/Rw) maupun warga sekitar sangat membantu proses Mutarlih. Ini ditambah adanya peran Pengawas Pemilihan Lapangan (PPL) yang dipilih dari warga di masing-masing desa/kelurahan.

Akan sangat membantu proses validasi daftar pemilih. Peran PPL selain melakukan pengawasan atas proses Mutarlih juga penting sebagai sumber data pembanding atas hasil Mutarlih yang dilakukan KPU dan jajarannya.

PPL yang dipilih berdasarkan domisili tempat tinggal diharapkan dapat menemu kenali setiap pemilih yang terdaftar. Berdasar data itu, daftar pemilih di desa/kelurahan tempat tinggal PPL dan memberikan saran/masukan kepada petugas.

Pengawas Tempat Pemungutan Suara (Pengawas TPS) yang dibentuk selama 23 hari menjelang pemungutan suara hingga 7 hari setelah pemungutan suara semakin membantu proses Mutarlih berjalan dengan optimal. Pengawas TPS yang direkrut dari warga dimana TPS didirikan dimaksudkan agar pengawas dapat dengan mudah menemu kenali Warga yang terdaftar dan tidak terdaftar di daftar pemilih TPS tempat Pengawas TPS ditugaskan.

Selain itu, Pengawas TPS nantinya juga dapat melakukan pengawasan terhadap pemilih yang tidak berhak memilih saat proses pemungutan suara berlangsung. Dengan sinerginya antara jajaran petugas Mutarlih dengan Pengawas Pemilu diharapkan dapat secara signifikan memperbaiki kualitas daftar pemilih.

Tantangan kedua yang muncul dan harus dijawab bersama-sama pada penyelenggaraan Pilkada serentak tahun 2017 adalah diberlakukannya wajib Kartu Tanda Penduduk Elektronik (KTP-El) bagi pemilih dalam Pilkada 15 Februari 2017 mendatang. Permasalahan muncul karena masih banyaknya masyarakat belum memiliki KTP-El.

Juga ada yang tertunda memiliki KTP-EL karena baru dalam tahap rekam data di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) di wilayah masing-masing. Oleh karena itu, kebijakan pemerintah untuk memberikan surat keterangan bagi pemilih yang sudah melakukan rekam data di Disdukcapil adalah solusi kongkrit dalam menjawab permasalahan.

Namun semua itu masih perlu memperhatikan nasib para pemilih yang belum KTP-El dan belum melakukan rekam data, oleh karena itu, perlu sinergisitas instansi-instansi seperti Pemerintah, KPU dan Pengawas Pemilu terkait untuk mencari solusi atas permasalahan ini sehingga masyarakat yang telah memenuhi syarat sebagai pemilih tidak dikesampingkan hak politiknya.

Partisipasi peserta Pemilihan dan Tim Kampanye dalam rangka berperan aktif mengawal proses Mutarlih dan memberikan masukan kepada Petugas Mutarlih dalam menyusun daftar pemilh juga sangat diperlukan, terlebih dengan metode berstelsel pasif dalam proses Mutarlih. Hal ini sebagai bentuk tanggung jawab bersama atas baiknya daftar pemilih dalam penyelenggaraan Pemilihan.

Dengan menjawab banyak tantangan ini, Pilkada, ataupun Pemilu dapat dilakukan dengan lebih berkualitas. Masing masing orang memiliki nilai yang sama dalam penggunaan hak pilihnya. []

ANDIKA PRANATA JAYA

Ketua Bawaslu Provinsi Sumatera Selatan