August 8, 2024

Cara Baru Merawat Data Pemilih

Dalam perhelatan elektoral, posisi pemilih itu menjadi semacam “syarat syar’i”. Keberadaannya, setara dengan peserta pemilu dan penyelenggara. Salah satu dari ketiga elemen ini absen, maka pemilu apapun tidak mungkin dapat dilangsungkan. Ini sebab mengapa urusan pemilih menjadi sangat penting.

Sayangnya, masalah pemilih bisa ada berulang. Contoh paling klasik, bahwa para pihak kerap merasa urusan pemilih ini sangat penting hanya pada saat menjelang hari pemungutan suara. Padahal pemutakhiran dan penyusunan daftar pemilih tetap (DPT) merupakan proses yang panjang. Seiring proses panjang ini, KPU dan seluruh jajarannya di daerah selalu membuka seluas-luasnya ruang partisipasi sekaligus kontrol terhadap kerja-kerja pemutakhiran data pemilih.

Tentu saja, hak pilih merupakan hal yang melekat pada setiap warga negara. Ini tidak boleh dinegasikan dengan argumentasi apapun. Hak pilih merupakan hak asasi yang juga dijamin konstitusi.

Sementara itu, di sisi praksis harus diakui pula, bahwa urusan pemilih sejatinya memang memiliki kompleksitas yang khas. Kompleksitas ini berhubungan erat dengan antara lain isu-isu sebagai berikut.

Pertama. Pemilih merupakan subyek yang sangat dinamis. Saban hari pemilih ada yang meninggal, alih status (sipil ke TNI/Polri atau sebaliknya), pindah domisili, memasuki “usia dewasa secara politik” (masuk 17 tahun atau nikah meski belum 17 tahun), atau, karena satu dan lain terjadi perubahan elemen data pemilih.

Kedua. Sumber data pemilih yang harus dimutakhirkan dan disusun menjadi DPT oleh KPU tidaklah tunggal. Setidaknya ada tiga sumber data yang harus diolah-sinkronkan oleh KPU. Pertama, DPT pemilu terakhir. Kedua, data hasil konsolidasi bersih dari Dirjen Dukcapil. Ketiga, “data lapangan” yang ditemukan pada saat kegiatan Coklit oleh PPDP/Pantarlih. “Data lapangan” ini bisa menegasikan data hasil sinkronisasi DPT pemilu dengan data dari Dirjen Dukcapil.

Ketiga. Pekerjaan pemutakhiran dan penyusunan daftar pemilih selalu berhadapan dengan problematika kesadaran administrasi kependudukan masyarakat yang relatif masih rendah. Beberapa temuan lapangan terkait hal ini misalnya: tidak menganggap penting membuat laporan tentang keluarga/kerabat yang meninggal; sudah 17 tahun tidak mau mengurus perekaman KTP; KTP hilang tidak lapor dan meminta dibuatkan yang baru; pindah domisili tidak disertai dengan pengurusan kepindahan data adminduknya; dan lainnya.

Berkelindan dengan aspe-aspek teknis di lapangan dan kualifikasi sumberdaya manusia pemutakhiran dan penyusunan data pemilih yang relatif sangat beragam, isu-isu tersebut sangat mempengaruhi. Ini bukan hanya berlaku pada proses tapi juga hasil olah kerja pemutakhiran dan penyusunan data pemilih. Aspek yang paling sering disoroti misalnya terkait masih ditemukannya data pemilih ganda dan pemilih anomali; pemilih yang Tidak Memenuhi Syarat (TMS) karena satu dan lain alasan namun masih masuk dalam DPT; atau adanya sejumlah warga yang sudah memenuhi syarat normatif sebagai pemilih namun masih tercecer di luar DPT.

Pemutakhiran Berkelanjutan

Berangkat dari pengalaman dan kesesuaian perintah undang-undang, terhitung sejak tahun 2020 lalu KPU dan seluruh jajarannya di daerah melaksanakan kegiatan Pemutakhiran Data Pemilih Berkelanjutan (PDPB). Pada tahun 2020 lalu kegiatan ini hanya dilakukan oleh daerah-daerah kabupaten/kota yang tidak melaksanakan pemilihan. Tahun 2021 seluruh kabupaten/kota melaksanakan kegiatan ini.

PDPB merupakan kegiatan memutakhirkan data pemilih secara berkelanjutan berdasarkan DPT pemilu terakhir dengan memperhatikan perkembangan data kependudukan. Tujuan PDPB ini memperbaharui data pemilih guna mempermudah proses pemutakhiran data dan penyusunan daftar pemilih pada pemilu berikutnya.

Norma PDPB ini dimuat di dalam Pasal 14 huruf l, Pasal 17 huruf l, Pasal 20 huruf l UU 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Klausulnya: “KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabkota berkewajiban melakukan pemutakhiran dan memelihara data Pemilih secara berkelanjutan dengan memperhatikan data kependudukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan”. Meski belum cukup detail, norma ini kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam PKPU 11/ 2018 Tentang Penyusunan Daftar Pemilih di Dalam Negeri dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum.

Kemudian untuk implementasi teknisnya, KPU menerbitkan beberapa surat dinas, yakni: Nomor 181 dan 550 tahun 2020 dan Nomor 132 dan 366 tahun 2021. Semua surat ini memuat sejumlah pengaturan teknis mengenai PDPB oleh KPU Kabupaten/Kota dan KPU Provinsi.

Sebagaimana istilah yang digunakan, “Berkelanjutan”, pemutakhiran data pemilih ini dilakukan secara berkelanjutan sepanjang tahun di luar tahapan pemilu. Pelakunya adalah seluruh KPU Kabupaten/Kota dan KPU Provinsi. Basis data pemutakhirannya adalah DPT pemilu terakhir.

Sementara itu cakupan pemutakhiran sebagaimana lazimnya proses pemutakhiran data pemilih, menyasar tiga kondisi pemilih. Pertama, menambahkan pemilih baru yang belum terdaftar dalam daftar pemilih. Kedua, mencoret pemilih yang tidak memenuhi syarat (TMS). Dan ketiga, memperbaharui elemen data pemilih secara berkelanjutan.

Salah satu sisi penting dari kegiatan PDPB ini bahwa potensi-potensi pemilih baru langsung didata dan dimasukan kedalam TPS sesuai alamat domisili pemilih. Ini berlaku bagi pemilih pemula maupun bagi pemilih pindahan. Kemudian, untuk meneguhi prinsip keterbukaan dan partisipasi, hasil PDPB ini dipublikasikan setiap bulan baik di laman masing-masing KPU maupun di media massa, selain tentu saja diberikan kepada para pihak utama elektoral: Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), partai politik, dan Disdukcapil.

Diharapkan “cara baru” merawat data pemilih melalui PDPB yang terbuka dan partisipatif sepanjang tahun ini kelak akan memberikan kontribusi positif terhadap kualitas daftar pemilih. Semoga DPT pada pemilu berikutnya, khususnya Pemilu Serentak 2024, bisa jauh lebih baik. []

AGUS SUTISNA

Anggota Komisi Pemilihan Umum Provinsi Banten