Maret 28, 2024
iden

Coattail Effect Prabowo-Sandi terhadap Partai-Partai Pengusung di Dapil DPR RI

Prabowo-Sandi menang di 36 daerah pemilihan (dapil) dan kalah di 44 dapil DPR RI. 41,7 persen kemenangan Prabowo-Sandi adalah di daerah dengan basis massa Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) besar dan cukup besar (tanpa perolehan signifikan dari partai politik pengusung lainnya). Artinya, Partai Gerindra lekat dengan figur Prabowo-Sandi. Namun, ada tiga daerah dengan perolehan suara Partai Gerindra yang cukup besar, tetapi Prabowo-Sandi kalah, yakni di dapil DKI Jakarta III, Jateng IX, dan Jatim IV. DKI Jakarta III merupakan basis massa cukup besar PDIP. Jateng IX basis massa besar PDIP dan PKB. Jatim IV, basis massa cukup besar PKB dan PDIP.

Berikut grafik kemenangan Prabowo-Sandi berdasarkan perolehan hasil partai politik pengusung di dapil DPR RI.

Prabowo-Sandi menang di 8 daerah basis massa Partai Keadilan Sejahtera (PKS) cukup besar, atau 22,2 persen. Artinya, figur Prabowo-Sandi cukup melekat dengan PKS. Basis massa PKS yang cukup besar menyumbang suara untuk pasangan calon (paslon) ini. Di semua dapil dengan perolehan suara PKS yang cukup besar (yakni antara 14 sampai 19,9 persen), Prabowo memenangkan Pemilihan Presiden (Pilpres). Tapi, tak semua dapil yang dimenangkan Prabowo-Sandi memberikan suara besar kepada PKS.

Tak seperti pada coattail effect Prabowo-Sandi dan PKS yang cukup berpengaruh, coattail effect elektabilitas Prabowo-Sandi minim untuk partai pengusung lain, yaitu Partai Demokrat dan Partai Amanat Nasional (PAN). Prabowo-Sandi menang di 2 dapil dengan basis massa Partai Demokrat yang cukup besar (suara Gerindra di dua dapil ini juga cukup besar), 1 dapil irisan basis massa Demokrat dan PAN (suara Gerindra di dapil ini cukup kecil), dan 1 dapil basis massa PAN (suara Gerindra juga cukup besar). Bahkan, Prabowo-Sandi juga kalah di 1 dapil dengan perolehan suara Demokrat besar, yakni dapil Jatim VII.

Tak hanya mayoritas kemenangan Prabowo-Sandi di dapil dengan perolehan suara Gerindra besar, mayoritas kekalahan Prabowo-Sandi juga di dapil dengan perolehan suara Gerindra kecil. Dari total kekalahan di 44 dapil, 41 kekalahan terjadi di dapil dengan jumlah perolehan suara Gerindra tak lebih dari 14 persen. Data ini semakin meneguhkan bahwa paslon Prabowo-Sandi lekat dengan Gerindra sehingga pemilih yang memilih Gerindra juga memilih Prabowo-Sandi.

Hubungan perolehan suara antara Prabowo-Sandi dengan partai-partai pengusungnya juga dapat dilihat dalam tiga pola, yakni linier (persentase perolehan suara paslon sama dengan persentase jumlah suara partai-partai pengusung), persentase suara paslon lebih besar dari total persentase jumlah suara partai-partai pengusung, dan persentase suara paslon lebih kecil dari total persentase suara partai-partai pengusung. Berikut grafik hubungan perolehan suara Prabowo-Sandi dengan partai-partai pengusung.

Grafik di atas menunjukkan bahwa pertama, ketika perolehan suara Prabowo-Sandi linier atau setara dengan total persentase perolehan suara partai-partai pengusung, Prabowo-Sandi lebih sering mengalami kekalahan, yakni di 22 dari 23 dapil yang linier. Hal ini berbeda dengan pola linier di kasus Jokowi-Ma’ruf. Pada pola linier, Jokowi-Ma’ruf lebih banyak menang.

Kedua, pada pola suara Prabowo-Sandi lebih besar dari total perolehan suara partai-partai pengusung, Prabowo-Sandi lebih banyak menang. Hal ini sama dengan kasus Jokowi-Ma’ruf. Tetapi, jumlah dapil yang dimenangkan Prabowo-Sandi dalam pola ini lebih banyak dari Jokowi-Ma’ruf. Jokowi-Ma’ruf hanya menang di 19 dapil dalam pola ini, sementara Prabowo-Sandi 35 dapil.

Ketiga, pada pola perolehan suara paslon lebih kecil dari total perolehan suara partai-partai pengusung, Prabowo-Sandi tidak pernah menang. Berbanding terbalik dengan Jokowi-Ma’ruf yang menang di 28 daerah dalam pola ini, dan kalah di 5 dapil.

Fakta tersebut bermakna tiga hal. Satu, Prabowo-Sandi didukung oleh lebih sedikit partai dibandingkan dengan Jokowi-Ma’ruf yang diusung oleh 6 partai politik di DPR RI yang telah memiliki basis massa dari pemilu-pemilu sebelumnya, sehingga ketika partai-partai pengusung memperoleh suara lebih tinggi dari persentase suara yang diperoleh Prabowo-Sandi, persentase perolehan suara Prabowo-Sandi terlalu kecil.

Dua, partai-partai politik pengusung Prabowo-Sandi tidak memiliki basis massa yang besar seperti partai-partai pengusung Jokowi-Ma’ruf sehingga basis massa mereka tidak cukup substantif untuk memberikan suara bagi Prabowo-Sandi.

Tiga, elektabilitas Prabowo-Sandi tidak cukup untuk mendongkrak perolehan suara partai-partai politik pengusungnya sehingga perolehan suara partai-partai politik pengusungnya (selain Gerindra) lebih ditentukan oleh basis massa partai.

Fenomena split ticket voting juga tak terlihat kentara seperti pada Jokowi-Ma’ruf. Prabowo-Sandi memang kalah di dapil dengan perolehan suara Gerindra dan partai-partai pengusung yang kecil atau tak sebesar perolehan suara partai-partai pengusung Jokowi-Ma’ruf.  Di dapil Jatim VII, perolehan suara Gerindra memang cukup besar, 14,99 persen, tetapi PDIP lebih besar dengan 29,17 persen. Begitu pula di dapil Jateng IX, Gerindra mendapatkan 14,47 persen suara, tetapi PDIP mendapatkan 30,92 persen suara dan PKB 15,43 persen.

Dari data-data tersebut, dapat disimpulkan bahwa pada Pemilu Serentak 2019, coattail effect paslon kepada partai-partai politik pengusung hanya cukup signifikan terjadi pada partai politik asal calon, yakni Partai Gerindra untuk paslon Prabowo-Sandi. Adapun PKS, basis massa partai inilah yang memberikan coattail effect kepada Prabowo-Sandi, bukan sebaliknya.

Pada pemilu yang akan datang, untuk memberikan keuntungan kepada semua partai politik peserta pemilu akan coattail effect dari pemilu serentak, semestinya setiap partai politik peserta pemilu diperbolehkan untuk mengusung paslon presiden-wakil presidennya sendiri. Sebab, coattail effect hanya signifikan berpengaruh kepada partai asal calon presiden dan wakil presiden.