August 8, 2024

Empat Pengaruh Petahana Kepala Daerah di Pilkada 2015

Infopilkada.kpu.go.id serta pemberitaan pilkada (hingga 19/10 2015) menginformasikan ada 278 petahana (inkumben/pejabat publik) kepala daerah yang mencalonkan lagi di Pilkada 2015. 150 berstatus sebagai kepala daerah, 128 sebagai wakil kepala daerah. Ada 5 berstatus gubernur dan 5 sebagai wakil gubernur. Ada 118 bupati dan 103 wakil bupati. Lalu ada 27 walikota dan 20 wakil walikota. Semuanya menyebar di 200 daerah dari total 269 daerah yang menyelenggarakan Pilkada 2015.

Berdasarkan analisa Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) dalam dinamika pilkada terkait eksistensi petahana kepala daerah yang mencalonkan di pilkada, ada empat hal yang menjadi gambaran pengaruh petahana kepala daerah. Pertama, petahana kepala daerah cenderung melancarkan anggaran pilkada. Kedua, keberadaan petahana kepala daerah yang mencalonkan cenderung menghasilkan kontestasi yang tak setara yang gambaran ekstrimnya menghadirkan calon tunggal di tiga daerah: Kabupaten Tasikmalaya, Blitar, dan Timor Tengah Utara. Ketiga, intervensi tahapan pilkada. Keempat, pelemahan lembaga pengawas pemilu.

Cenderung melancarkan anggaran pilkada

Penyelenggaraan Pilkada yang dibiayai APBD menambah diskresi kepala daerah yang berpotensi lahirkan konflik kepentingan terhadap KPU di daerah. Penyalahgunaan kewenangan anggaran pilkada dari kepala daerah berpotensi mengurangi netralitas atau kemandirian KPU di daerah.

Menurut infopilkada.kpu.go.id, daerah yang  petahana kepala daerahnya mencalonkan kembali proses penganggarannya relatif lancar. Kelancarannya ada yang dipenuhi 100%, bahkan ada yang dilebihkan. Di pilkada tanpa kepala daerah yang menjadi calon, anggaran terhambat atau alami ketakpastian.

Ada tiga daerah yang anggaran pilkadanya melebihi yang diajukan KPU. Satu daerah adalah kabupaten, yaitu Kabupaten Kediri. Dua daerah adalah kotamadya, yaitu Kota Blitar dan Kota Samarinda.

Ada 22 daerah yang anggaran pilkadanya dipenuhi 100% dari yang diajukan KPU. Ada satu provinsi yaitu Kepulauan Riau. Ada 14 kabupaten yaitu Lima Puluh Kota (Sumatera Barat), Ogan Kemering Ulu Selatan, Penukal Abab Lematang Ilir (Sumatera Selatan), Karawang (Jawa Barat), Purworejo (Jawa Tengah), Gresik, Ngawi (Jawa Timur), Kotawaringin Timur (Kalimantan Tengah), Kutai Kartanegara, Kutai Timur, Paser, Balikpapan (Kalimantan Timur), dan Badung (Bali). Ada tujuh kotamadya yaitu, Binjai, Dumai, Bandar Lampung, Surakarta, dan Mataram.

Ada 44 daerah yang anggaran pilkadanya dipenuhi lebih dari 75% dari yang diajukan KPU. Daerah lainnya ada yang di bawah 75% dan lebih banyak yang tak diketahui karena tak ada laporannya di infopilkada.kpu.go.id.

Keberadaan calon tunggal

Sistem pemilu pilkada yang satu putaran makin menguatkan petahana kepala daerah yang mencalonkan. Kontestasi pilkada menjadi jauh lebih ketat sehingga calon yang punya ragam modal finansial dan popular lebih diuntungkan. Petahana kepala daerah bermodal dikenal warga karena selama 5 tahun berkuasa memimpin daerah.

Kontestasi ketat satu putaran di pilkada pun ditambah persyaratan berat pencalonan jalur perseorangan. UU No.8/2015 menambah syarat dukungan KTP penduduk daerah pemilihan, dari 3-6,5% ke 6,5-10%. Di keadaan ini petahana kepala daerah yang mencalonkan relatif tak mempunyai pesaing dibandingkan regulasi di pilkada periode sebelumnya.

Dominasi ekstrim dari petahana kepala daerah yang mencalonkan adalah menjadi calon tunggal. Ada tiga pilkada bercalon tunggal. Kabupaten Tasikmalaya (Jawa Barat), Blitar (Jawa Timur), dan Timor Tengah Utara (Nusat Tenggara Timur). Tasikmalaya dan Timor Tengah Utara petahana kepala daerah yang tetap kongsi, bupati dan wakil bupati sepasang kembali untuk mencalonkan. Sedangkan di Blitar, bupati sebelumnya tak bisa lagi mencalonkan.

Variabel DPRD pun menguatkan dominasi pasangan petahana kepala daerah sehingga menjadi calon tunggal. Afiliasi politik petahana kepala daerah ini adalah didominai PDIP. Partai dominan di DPRDnya adalah PDIP.

Intervensi hasil tahapan pilkada

Petahana Walikota Kota Palu, Mulhanan Tombolotutu bisa menjadi peserta Pilkada 2015 melalui kemenangann gugatan terhadap KPU Kota Palu dalam sidang yang diselenggarakan Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kota Palu. Sebelumnya KPU Kota Palu menggagalkan Mulhanan Tombolotutu-Tahmidi Lasahido karena tak menyerahkan tanda bukti laporan harta kekayaan Negara dari Komisi Pemerantasan Korupsi (KPK) serta ijazah yang tak dilegalisasi.

Di kasus sengketa lain, pihak KPU di daerah tak pernah memenangkan sengketa. Sempitnya waktu penyelenggaraan Pilkada 2015 menempatkan posisi KPU sebagai pihak yang menerima saja hasil sengketa untuk kembali fokus menjalankan tahapan pilkada.

Pelemahan lembaga pengawas pemilu

Rumahpemilu.org (18/9) memberitakan, Satgas Lawan Politik Uang (Sapu) Tangerang Selatan melaporkan panitia pengawas pemilu (Panwaslu) Tangsel kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Banten. Panwas Tangsel dianggap tidak profesional dalam melakukan putusan terhadap laporan masyarakat dan tidak sesuai dengan Peraturan Bawaslu No 2 Tahun 2012 tentang tata cara pelaporan dan penanganan pelanggaran.

Sapu Tangsel melaporkan pasangan calon atas dugaan praktik politik uang oleh panitia / tim kampanye, serta dugaan pelanggaran jadwal dan aturan dalam berkampanye. Namun Panwas memutuskan tidak bisa melanjutkan laporan tersebut karena menganggap belum terpenuhinya unsur pelanggaran.

Pimpinan Bawaslu RI, Nasrullah mengatakan dalam diskusi petahana di Pilkada 2015 (11/9), pengawasan pilkada menjadi tak optimal karena terhambatnya anggaran pengawasan. Keadaan ini berbanding terbalik dengan penyelenggaraan pemilu KPU di daerah yang petahana kepala daerahnya mencalonkan di pilkada.

Mempresentasikan petahana kepala daerah di Pilkada 2015 bukan mengarahkan pilihan untuk memilih petahana kepala daerah. Menjelaskannya pun bukan untuk menggalang gerakan antipethana lalu menyarankan pilihan ke kontestan lain. Merujuk data, pola, dan kecenderungan diharapkan pihak berkepentingan di pilkada bisa mengurangi pelanggaran dan kontestasi yang timpang. []

USEP HASAN SADIKIN