November 15, 2024

Jelang Pilkada 2018, Perbaikan Data Kependudukan Mesti Jadi Fokus

Penggunaan surat keterangan (suket) pengganti kartu tanda penduduk (KTP) elektronik menjadi evaluasi pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2017. Perdebatan mengenai perlakuan petugas dalam melayani pemilih dengan suket hingga dugaan pemalsuan suket menjadi sorotan.

Titi Anggraini, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), memandang sengkarut ini berawal dari data kependudukan dan perekaman KTP elektronik yang belum memadai dan berdampak pada penyusunan daftar pemilih tetap (DPT). Penyelenggara pemilu yang akan melaksanakan Pilkada Serentak 2018 perlu memperhatikan hal ini agar permasalah serupa tak terulang.

“Di  Pilkada DKI Jakarta putaran pertama ada 84 ribu pemilih yang menggunakan suket. Itu jadi sumber perdebatan. Ini harusnya tak perlu muncul kalau pendataan pemilih dan pendataan kependudukan berbasis KTP elektronik berjalan baik,” kata Titi saat seminar “Isu-isu Strategis Pilkada dan Pemilu” di Kota Bogor, Jawa Barat (16/5).

Harminus Koto, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jawa Barat, mencatat hal serupa di Jawa Barat. Pada Pilkada 2017 lalu, sebanyak 20 persen penduduk di Jawa Barat tak punya KTP elektronik. Sementara di Pilkada 2018 mendatang, ada 2 hingga 3 juta penduduk yang punya masalah sama.

Untuk Pilkada 2018, ia mengaku telah berkoordinasi dengan jajaran penyelenggara pemilu, dinas kependudukan dan catatan sipil, serta pemerintah provinsi untuk segera memperbaiki catatan kependudukan warga terutama di daerah yang hendak melaksanakan Pilkada. Harminus juga mengimbau kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk bersifat proaktif mengajak warga untuk segera melakukan perekaman data kependudukan agar mendapat KTP elektronik. Hal tersebut juga dapat memudahkan KPU dalam penyusunan dan penetapan DPT.

“Pada Pilkada 2017 lalu, KPU Kota Tasik DPT-nya clear karena KPU-nya bekerja seperti Dukcapil menyisir pemilih,” kata Harminus mencontohkan.