November 15, 2024

Kerangka Hukum Pemilu di RUU Tidak Ideal

Kerangka hukum pemilu di dalam Rancangan Undang Undang (RUU) Penyelenggaraan Pemilu dinilai tidak ideal dan membingungkan. Pemerintah tidak memulai penyusunan regulasi dengan pemahaman dan definisi masing-masing pelanggaran. Pemerintah mendahulukan mekanisme penanganan pelanggaran yang seharusnya diletakkan di bagian akhir.

“Persoalan struktur adalah hal yang mendasar untuk memahami UU. Nah, struktur seperti itu di RUU akan menyulitkan penyelenggara pemilu, peserta pemilu, dan penegak hukum pemilu,” kata peneliti pada Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Fadli Ramadhanil, pada acara diskusi “Penegakan Hukum di RUU Pemilu”, di Menteng, Jakarta Pusat (8/11).

Fadli juga menyebutkan bahwa pengaturan penanganan pelanggaran pemilu dalam RUU terpisah-pisah. Pengaturan penanganan pelanggaran pidana ada di buku kelima, terpisah jauh dari penanganan pelanggaran administrasi dan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu yang ada di buku keempat.

“Ini bagaimana bisa pengaturan penanganan pelanggaran ada di buku yang berbeda? Pemerintah seharusnya menyatukan dalam bagian yang sama agar mudah dipelajari,” tukas Fadli.

Fadli berharap Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menjadikan penyusunan hukum pemilu sebagai salah satu fokus pembahasan. Sebab, desain penegakan hukum pemilu adalah indikator penting untuk menilai demokratis atau tidaknya suatu pemilu.