August 8, 2024

Kotak Hitam Sistem Pemilu (2): Pemilu dalam Sistem Presidensial

Kliping Opini-Di dunia ini dikenal tiga jenis sistem pemerintahan. Pertama, sistem pemerintahan parlementer dengan contoh utama Inggris. Kedua, sistem pemerintahan presidensial dengan contoh utama Amerika Serikat. Ketiga, sistem pemerintahan campuran dengan contoh utama Prancis.

Sistem pemerintahan parlementer memiliki ciri; pertama, kepala negara adalah raja atau presiden, kepala pemerintahan adalah perdana menteri. Kedua, perdana menteri ditunjuk dan bertanggung jawab kepada parlemen, sewaktu-waktu parlemen bisa membubarkan pemerintahan. Ketiga, pemilu memilih anggota parlemen, anggota parlemen memilih perdana menteri, dan pemilu digelar sewaktu-waktu. Keempat, masa kerja tidak tetap.

Sistem pemerintahan presidensial punya ciri; pertama, kepala negara dan kepala pemerintahan dijabat seorang presiden. Kedua, presiden bekerja sama dengan parlemen, presiden tidak bisa membubarkan parlemen, parlemen tidak bisa menjatuhkan presiden. Ketiga, pemilu memilih presiden, pemilu juga memilih parlemen, pemilu digelar sesuai masa kerja presiden dan parlemen. Keempat, masa kerja tetap, yaitu 4, 5 atau 6 tahun.

Sedang sistem pemerintahan campuran mengombinasikan ciri-ciri sistem pemerintahan parlementer dan sistem pemerintahan presidensial, yaitu; pertama, kepala negara adalah presiden, kepala pemerintahan adalah perdana menteri. Kedua, presiden bekerja dengan parlemen, presiden mengangkat dan memberhentikan perdana menteri atas persetujuan parlemen. Ketiga, pemilu memilih presiden, pemilu memilih parlemen, pemilu digelar sesuai masa kerja presiden dan parlemen. Keempat, masa kerja presiden dan parlemen tetap, masa kerja perdana menteri tidak tetap.

Membandingkan ciri-ciri sistem pemerintahan dan mengaitkannya dengan pemilu, maka tampak bahwa perbedaan pokok sistem pemerintahan parlementer dengan sistem pemerintahan presidensial adalah bahwa sistem pemerintahan parlementer hanya mengenal satu kali pemilu, yakni pemilu legislatif atau pemilu parlemen. Selanjutnya parlemen memilih perdana menteri selaku kepala pemerintahan beserta kabinetnya dari kalangan anggota parlemen. Itulah sebabnya disebut pemerintahan parlementer karena pemerintahannya ada di dalam parlemen.

Hal itu tentu saja berbeda dengan sistem pemerintahan presidensial yang mengenal dua pemilu, yaitu pemilu untuk memilih presiden dan pemilu untuk memilih parlemen. Masing-masing lembaga berdiri sendiri dan tidak bisa saling menjatuhkan. Kedua lembaga memiliki masa jabatan tetap (4 tahun, 5 tahun, atau 6 tahun), sehingga jadwal pemilunya juga jelas, yaitu mengikuti masa jabatan presiden dan parlemen.

Lantas apa dan bagaimana sistem pemilu presiden dan bagaimana juga bekerjanya variabel-variabel teknis pemilu presiden? Mari lihat satu per satu dengan membandingkan bekerjanya variabel-variabel teknis pemilu legislatif sebagaimana telah dijelaskan pada bagian sebelumnya.

Besaran daerah pemilihan pemilu presiden adalah tunggal atau hanya tersedia satu kursi atau satu pasang kursi untuk satu daerah pemilihan nasional. Atau dengan kalimat lain, daerah pemilihan pemilu presiden adalah sebesar wilayah nasional yang menyediakan satu kursi presiden atau sepasang kursi presiden dan wakil presiden.

Metode pencalonan pemilu presiden terdapat sedikitnya tiga cara. Pertama, semua partai, baik secara sendiri-sendiri atau berkoalisi bisa mengajukan pasangan calon. Kedua, partai atau koalisi partai yang memenuhi syarat tertentu, misalnya memiliki kursi parlemen tertentu, berhak mengajukan pasangan calon. Ketiga, sepasang calon mengajukan dirinya sendiri dengan dukungan sejumlah pemilih, atau biasa pasangan calon independen.

Metode pemberian suara sangat sederhana, yakni pemilih memilih salah satu pasangan calon yang tertera dalam surat suara.

Ambang batas perwakilan tidak dikenal dalam pemilu presiden. Selain karena daerah pemilihannya tunggal nasional, kursi yang tersedia pun cuma satu atau sepasang, sehingga ambang batas perwakilan identik dengan formula calon terpilih.

Formula calon terpilih menggunakan formula mayoritas karena besaran daerah pemilihannya tunggal. Formula ini terbagi dalam dua jenis: pertama, mayoritas mutlak (absolute majority) dengan rumus A>B+C+D+E, di mana A pemenang; kedua, mayoritas sederhana (simple majority), dengan rumus A>B>C>D>E di mana pemenang A.

Pada formula mayoritas mutlak, berlaku rumus A>B+C+D+E atau pemenang meraih suara lebih dari 50 persen. Jika tidak ada pemenang yang meraih suara lebih dari 50 persen, maka dilakukan pemilihan putaran kedua atau run-off yang menyertakan peraih suara terbanyak pertama dan kedua. Meskipun tidak mencapai 50 persen lebih, beberapa negara menetapkan calon terpilih cukup meraih 40 persen suara apabila jarak raihan suara dengan peringkat kedua lebih dari 10 persen suara. Model kedua ini disebut run-off with reduce threshold.

Dengan mengombinasikan besaran daerah pemilihan pemilu presiden yang tunggal dengan formula penetapan calon terpilih yang menggunakan formula mayoritas, maka dengan sendirinya pemilu presiden sebetulnya merupakan penerapan sistem pemilu mayoritarian.

Pemilu presiden merupakan pemilihan langsung di mana pemilih di seluruh wilayah nasional memilih pasangan calon secara langsung. Hanya saja Amerika Serikat menggunakan model lain di mana wilayah nasional dibagi menjadi 538 daerah pemilihan. Masing-masing pasangan calon memperebutkan satu wakil dari setiap daerah pemilihan, sehingga pasangan calon yang meraih 270 wakil dengan sendirinya memenangi pemilihan. Dengan demikian pemilu presiden di Amerika Serikat bukan pemilihan langsung, atau biasa disebut electoral collage.

Sama dengan pemilu legislatif, variabel teknis pemilu, yaitu besaran daerah pemilihan, metode pencalonan, metode pemberian suara, dan formula calon terpilih berpengaruh langsung terhadap konversi suara menjadi kursi. Namun berbeda dengan pemilu legislatif, pada pemilu presiden terdapat variabel tidak langsung yang mempengaruhi konversi suara ke kursi.

Menurut para akademisi, seperti Lipjhart (1994), Fiorina (1996) dan Pyne (2002), variabel waktu penyelenggaraan pemilu berpengaruh tidak langsung terhadap hasil pemilu. Manakala pemilu presiden berbeda waktu penyelenggaraannya dengan pemilu parlemen maka cenderung menghasilkan pemerintahan terbelah (divided government), sedangkan bila pemilu presiden diserentakkan penyelenggaraannya dengan pemilu parlemen maka cenderung menghasilkan pemerintahan kongruen (congruen government).

Yang dimaksud dengan pemerintahan terbelah adalah pemerintahan di mana presiden dan wakil presiden terpilih berasal bukan dari partai atau koalisi partai yang menguasai mayoritas kursi parlemen. Sedangkan yang dimaksud dengan pemerintahan kongruen adalah pemerintahan di mana presiden dan wakil presiden terpilih berasal dari partai atau koalisi partai yang mengusai mayoritas kursi parlemen.

Mengapa pemilu serentak presiden dan parlemen cenderung menghasilkan pemerintahan kongruen? Mengapa keterpilihan presiden mempengaruhi keterpilihan parlemen dalam pemilu serentak?

Hal ini dipengaruhi oleh dua faktor. Pertama, perilaku partai yang mengedepankan kemenangan pemilu presiden karena partai lebih menginginkan kursi eksekutif daripada legislatif. Kedua, perilaku pemilih yang juga lebih mementingkan pemilu presiden daripada pemilu legislatif karena pengaruh presiden lebih langsung daripada legislatif.

Perilaku partai dan pemilih yang sama-sama mementingkan pemilu presiden itulah yang menimbulkan coattail effect, yaitu efek menarik kerah di mana pemilihan calon presiden akan mempengaruhi pemilihan anggota parlemen. Dengan kata lain apabila pemilih memilih Pasangan Calon A dan B, maka pemilih akan cenderung memilih partai atau koalisi partai yang mendukung Pasangan Calon A dan B tersebut.

Didik Supriyanto, peminat ilmu kepemiluan

Artikel opini in telah dipublikasi oleh Detik.com, 11 Februari 2020.