August 8, 2024

Menata Sistem Penegakan Hukum untuk Keadilan Pemilu

Pemilihan umum merupakan instrumen penting untuk menuju negara yang demokratis. Mengukur demokratis atau tidaknya penyelenggaraan pemilu, harus mengacu pada standar Internasional pemilu demokratis yang berjumlah 15 point. Standar tersebut merupakan batasan minimal yang harus terpenuhi agar sebuah penyelenggaraan Pemilu disuatu negara termasuk Indonesia bisa dianggap demokratis.

Salah satu prinsip utama dari demokrasi adalah partisipasi masyarakat dalam demokrasi. Masyarakat pada nyatanya memiliki kekuatan besar dalam melakukan perubahan sosial, dengan syarat ditopang pada kesadaran kritis akan permasalah sosial yang terjadi. Pemilu bukanlah proses lima tahunan yang hanya datang ke TPS dan memberikan hak suara, namun pemilu harus dipandang lebih jauh untuk melakukan intervensi sosial yang dilakukan masyarakat untuk mengubah permasalahan sosial yang terjadi. Salah satu bentuk intervensi sosial yang dilakukan masyarakat adalah melakukan proses penegakan hukum pemilu terhadap pelanggaran yang terjadi demi terwujudnya keadilan pemilu (Veri Junaidi, 2015).

Sejatinya pemilu merupakan rangkaian empiris dari partisipasi politik publik secara lebih luas. Sejatinya pula pemilu menjadi penanda penting apakah sebuah negara sudah mampu dijalankan secara demokratis atau tidak. Pemilu adalah takdir penentu bagi institusionalisasi hak-hak rakyat secara konstitusional. Bahwa pemilu adalah bagian dari dinamika politik berorientasi kekuasaan, halter sebut tidak lantas menjadikan pemilu hanya menjadi alat demi mencapai kekuasaan. Karena itu, meski secara praksis pemilu menjadi jalan bagi siapa pun dan kelompok politik manapun berkuasa, tetapi secara prinsip implementatif pemilu membutuhkan reorientasi, secara struktural maupun fungsional.

Di dalam proses penyelenggaraan pemilu, tidak selamanya proses penyelenggaraan pemilu berjalan dengan lancer. Berbagai masalah dan hambatan dalam penyelenggaraan pemilu baik yang terjadi saat pemilu berlangsung maupun sebelumnya merupakan permasalahan yang tentunya akan berdampak luas jika tidak segera diselesaikan dengan baik. Adanya permasalahan dalam penyelenggaran pemilu yang berkaitan dengan ketidakpuasan terhadap keputusan penyelenggara pemilu atau pelanggaran pidana maupun administratif  yang mempengaruhi hasil, itulah yang lazim disebut dengan sengketa pemilu. Sengketa dalam penyelenggaraan pemilu sesungguhnya merupakan pelanggaran administrasi pemilu atau ketidakpuasan terhadap keputusan penyelenggara pemilu (Topo Santoso, 2011). Agar sengketa pemilu tersebut tidak menggangu jalannya sistem ketatanegaraan atau sistem pemerintahan dari suatu negara atau wilayah tertentu, maka diperlukan suatu mekanisme penyelesaian sengketa pemilu yang efektif serta dapat memberikan keputusan yang adil bagi pihak yang berkepentingan.

Masyarakat Indonesia memandang pemilu sebagai momentum sakral. Seakan ada suatu kewajiban melekat sebagai warga negara untuk memberikan hak politik memilih anggota Legislatif dan Eksekutif. Dalam banyak pikiran masyarakat bahwa yang terpilih yang akan menyuarakan dan memperjuangkan kehidupan masyarakat. Demokrasi konstitusional bisa tercapai salah satunya dengan proses penegakan hukum pemilu yang baik demi tegaknya keadilan pemilu.

Kerangka hukum pemilu harus mengatur mekanisme dan penyelesaian permasalahan hukum penyelenggaraan pemilu lebih efektif. Tujuannya memberikan kepastian hukum dalam pelaksanaan pemilu, sehingga keadilan bagi seluruh pihak dapat terpenuhi. Kerangka penegakan hukum pemilu mengatur mekanisme yang memiliki keterkaitan satu dengan yang lainnya. Kerangka ini kemudian dikenal dengan sistem penegakan hukum pemilu.

Efektivitas penegakan hukum dan penyelesaian sengketa pemilu merupakan dimensi yang sangat penting untuk keabsahan suatu pemilu. Tiga ketentuan yang harus ditegakkan dalam proses penyelenggaraan pemilu adalah ketentuan administrasi pemilu (KAP), ketentuan pidana pemilu (KPP), dan kode etik penyelenggara pemilu (KEPP). Penegakan KEPP selama ini lebih efektif daripada penegakan KAP dan KPP. Namun, penegakan KEPP bukan tanpa masalah karena dalam sejumlah kasus DKPP bertindak melebihi kewenangannya.

Penegakan KAP relatif lebih efektif daripada penegakan KPP, tetapi penegakan KAP juga mengalami banyak masalah. Apa saja yang menjadi KPP, jauh lebih jelas terinci daripada apa saja yang menjadi KAP, tetapi penegakan KPP merupakan yang paling tidak efektif. Penyelesaian sengketa hasil pemilu jauh lebih efektif daripada proses penyelesaian sengketa administrasi pemilu, baik dari segi waktu maupun dari segi putusan. Proses penyelesaian sengketa administrasi pemilu sering kali melewati jadwal tahapan pemilu. Walaupun demikian, proses penyelesaian sengketa hasil pemilu bukan tanpa masalah. Itulah hasil evaluasi secara umum tentang sistem penegakan hukum dan penyelesaian sengketa pemilu pada beberapa pemilu terakhir.

Bicara soal penegakan hukum pemilu, berarti bicara soal dua hal: pelanggaran pemilu dan sengketa pemilu. Pelanggaran pemilu terdiri atas pelanggaran pidana, pelanggaran administrasi, dan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu. Sementara sengketa pemilu terbagi atas sengketa hasil dan sengketa nonhasil pemilu atau sengketa dalam proses pemilu.

Penguatan kelembagaan Bawaslu

Undang-undang 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) memuat terobosan penguatan kewenangan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dalam menegakkan hukum pemilu. Selain soal tindak pidana pemilu, kewenangan kuat yang paling mencolok adalah menindak dan memutus pelanggaran administrasi. Bawaslu hingga tingkat kabupaten/kota berwenang mengeluarkan putusan terhadap pelanggaran administrasi.

Penguatan Bawaslu yang paling mencolok adalah kewenangan menindak dan memutus pelanggaran administrasi dalam mekanisme persidangan di Bawaslu hingga tingkat kabupaten/kota. Di undang-undang sebelumnya, kesimpulan bahwa sebuah tindakan dianggap sebagai pelanggaran dikeluarkan dalam produk rekomendasi. Kini, kesimpulan tersebut dikeluarkan dalam bentuk putusan. Bawaslu kabupaten/kota bisa mengeluarkan putusan yang bersifat pertama dan terakhir.

Semisal Bawaslu menerima laporan bahwa pasangan calon presiden tertentu melakukan pelanggaran administrasi berupa pemasangan alat peraga kampanye di jalan protokol. Bawaslu akan menghadirkan pelapor sekaligus terlapor untuk saling menjelaskan laporan dan membela diri. Setelah proses itu, Bawaslu akan menyimpulkan tindakan tersebut adalah sebuah pelanggaran melalui putusan selayaknya putusan pengadilan, bukan lagi rekomendasi.

Lebih jauh lagi, Bawaslu punya wewenang mendiskualifikasi peserta pemilu yang melakukan pelanggaran politik uang. Pasal 286 ayat (1) UU Pemilu melarang peserta pemilu, pelaksana kampanye, dan/atau tim kampanye menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk memengaruhi penyelenggara pemilu dan/atau pemilih. Pasangan calon presiden dan calon legislator yang terbukti melakukan pelanggaran tersebut dapat dikenai sanksi administratif pembatalan sebagai calon.

Posisi Bawaslu dalam konteks ini sudah semi peradilan. Ia berwenang mengumpulkan barang bukti, membuktikan kesalahan pelaku politik uang, dan berwenang memutuskan kesalahan itu terbukti atau tidak.

Jalan mewujudkan keadilan Pemilu

Penegakan hukum pemilu pada dasarnya merupakan mekanisme untuk menjaga hak pilih rakyat. Tujuannya memastikan bahwa ha katas proses konversi suara yang adil dan tidak melanggar dangan maraknya kecurangan dan tindakan manipulative oleh peserta pemilu. Jauh lebih penting bagaimana mekanisme hukum pemilu mampu mengembalikan suara rakyat yang telah terkonvensi kepada yang berhak sesuai dengan kehendak rakyat sang pemilik suara sesungguhnya.

Keadilan pemilu setidaknya harus memperhatikan beberapa hal Pertama, menjamin bahwa setiap tindakan, prosedur, dan keputusan terkait dengan proses pemilu sesuai dengan kerangka hukum; Kedua, melindungi atau memulihkan hak pilih; dan Ketiga, memungkinkan warga yang meyakini bahwa hak pilih mereka telah dilanggar untuk mengajukan pengaduan, mengikuti persidangan, dan mendapatkan putusan. Sistem keadilan pemilu merupakan instrumen penting untuk menegakkan hukum dan menjamin sepenuhnya penerapan prinsip demokrasi melalui pelaksanaan pemilu yang bebas, adil, dan jujur.

Sistem keadilan pemilu dikembangkan untuk mencegah dan mengidentifikasi ketidakberesan pada pemilu, sekaligus sebagai sarana dan mekanisme untuk membenahi ketidakberesan tersebut dan memberikan sanksi kepada pelaku pelanggaran. Setiap tindakan, prosedur, atau keputusan menyangkut proses pemilu yang tidak sesuai dengan undang-undang termasuk dalam kategori ketidakberesan. Mengingat bahwa ketidakberesan dalam proses pemilu dapat menimbulkan sengketa, sistem keadilan pemilu berfungsi untuk mencegah terjadinya ketidakberesan dan menjamin pemilu yang bebas, adil, dan jujur. Oleh karena itu, desain sistem keadilan pemilu yang akurat sangat penting untuk menjamin legitimasi demokrasi dan kredibilitas proses pemilu.

Konsep keadilan pemilu tidak hanya terbatas pada penegakan kerangka hukum, tetapi juga merupakan salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam merancang dan menjalankan seluruh proses pemilu. Keadilan pemilu juga merupakan faktor yang memengaruhi perilaku para pemangku kepentingan dalam proses tersebut. Karena sistem keadilan pemilu sangat dipengaruhi kondisi sosial-budaya, konteks sejarah dan politik masing-masing negara, maka sistem dan praktiknya di seluruh dunia berbeda-beda. Bersama Rakyat Awasi Pemilu, Bersama Bawaslu Tegakkan Keadilan Pemilu!

BAHRUR ROSI

 Penulis adalah Tim Asistensi Bawaslu Provinsi DKI Jakarta