November 28, 2024

Mencari Objek Sengketa Pendaftaran Partai Peserta Pemilu 2019

Pendaftaran tiga belas partai tidak diterima oleh KPU. Gugatan diantisipasi Bawaslu.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) memutuskan ada tiga belas partai nasional yang pendaftarannya tidak diterima. Data ini ditampilkan di Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) yang juga bisa diakses publik. Partai-partai tersebut tidak diterima karena tidak bisa melengkapi dokumen yang disyaratkan UU Pemilu.

Terhadap partai-partai ini, KPU tak memberikan surat tanda terima pendaftaran. Mereka hanya mengantongi daftar periksa dokumen yang diserahkan dan belum diserahkan. KPU pun tidak menuangkan hasil ini dalam produk hukum surat keputusan.

Viryan, Anggota KPU, mengaku data pada Sipol—yang mengategorikan partai yang sudah diterima pendaftarannya dan partai yang tidak diterima pendaftarannya—didasarkan atas tuntutan publik. Sementara hasil resmi akan dituangkan dalam surat keputusan penetapan peserta pemilu pada 17 Februari kelak. KPU berpegang pada Pasal 62 Peraturan KPU No 11/2017. Putusan baru bisa dikeluarkan setelah rangkaian proses pendaftaran, penelitian administrasi, dan verifikasi faktual yang tidak bisa dipisahkan. Pasal tersebut menggunakan frase dan.

“Ada tuntutan publik. Perlu diumumkan lengkap tidak lengkap. Kami menyesuaikan di tampilan Sipol,” kata Viryan, anggota KPU (19/10).

Sementara Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) beranggapan bahwa UU Pemilu memisahkan tahapan pendaftaran dan verifikasi partai peserta pemilu. Rahmat Bagja, anggota Bawaslu, mengacu pada Pasal 180 Ayat (1) UU No 7/2017: Bawaslu melakukan pengawasan atas pelaksanaan verifikasi partai calon peserta pemilu yang dilakukan oleh KPU.

“Sementara pendaftaran tidak dimasukkan. Kami berpendapat pendaftaran itu terpisah dengan verifikasi. Seharusnya dengan terpisah tersebut, SK-nya (surat keputusan) pun terpisah. Tapi PKPU telah menjadikannya dalam satu tarikan napas,” kata Rahmat Bagja (19/10).

Ia pun menilai, akan sulit bagi partai-partai yang tidak diterima pendaftarannya mengajukan gugatan dalam kategori sengketa. Mengacu pada pasal 62 PKPU No 11/2017, sengketa terjadi akibat diterbitkannya keputusan KPU. Sementara hingga saat ini, KPU tidak mengeluarkan produk hukum atas hasil pendaftaran.

“Bentuk yang harus disengketakan adalah SK KPU. Apakah tanda terima atau cek lis bisa disengketakan? Menurut ataurannya sih tidak. Sengketa itu hanya terdapat dalam bentuk SK atau sekurang-kurangnya berita acara. Tapi berita acara tidak pernah diberikan oleh KPU RI,” kata Bagja.

Veri Junaidi, ketua Konstitusi dan Demokrasi (Kode) Inisiatif, memandang KPU dan Bawaslu bisa berdiskusi untuk menentukan objek hukum apa yang bisa digugat. Hal ini penting untuk menjamin hak konstitusional partai politik untuk ikut dalam pemilu.

“KTUN (keputusan tata usaha negara) nya kan ini tinggal disepakati KPU dan Bawaslu. Didiskusikan saja—apakah objek tertentu bisa diterima atau tidak. Bahkan sebenarnya dalam gugatan TUN itu kan keputusan itu tidak harus dalam bentuk keputusan,” kata Veri.

Setelah itu disepakati, Veri menekankan adanya mekanisme penyelesaian sengketa yang memegang prinsip-prinsip sistem keadilan pemilu. KPU harus didengarkan. Peserta pemilu juga harus didengarkan.

Dalam waktu 12 hari penyelesaian sengketa, Veri merekomendasikan, proses penyelesaian sengketa dialukan dalam empat tahap. Pertama, proses pelaporan permohonan oleh pemohon. Kedua, proses penerimaan permohonan sengketa oleh Bawaslu. Ketiga, proses penyelesaian yang terdiri atas pelaksanaan kajian dan mempertemukan pihak yang bersengketa untuk mencapai kesepakatan melalui mediasi atau musyawarah mufakat. Jika tidak mencapai kesepakatan dibuka proses persidangan dengan menghadirkan pemohon, termohon, saksi, ahli, dan pihak terkait dalam proses ajudikasi. Terakhir, Bawaslu mengeluarkan putusan.

“Dalam mekanisme yang sangat menentukan nasib hak konstitusional partai politik untuk jadi peserta pemilu ini, Bawaslu harus segera menyiapkan dasar peraturan Bawaslu dalam penanganan sengketa,” tegas Veri.

Bawaslu mengaku telah merampungkan peraturan Bawaslu tersebut dan telah mengajukan rapat konsultasi ke Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).