August 8, 2024

Mencari Waktu Ideal Penyelenggaraan Pilkada

Komisi II DPR RI telah menyetujui usulan Pemerintah terhadap penundaan pilkada serentak yang awalnya direncanakan diselenggarakan pada 23 September 2020 menjadi 9 Desember 2020. Hal ini memunculkan pertanyaan, tepat kah menunda pilkada di masa pandemik Covid-19 ke Desember 2020 yang berarti hanya mundur tiga bulan?

Jika melihat perkembangan penyebaran Covid-19 yang sudah menyebar di seluruh provinsi Indonesia rasanya pandemik ini masih akan berlangsung lama. Berdasarkan  analisis para ahli disebutkan bahwa puncak pandemik Covid-19 di Indonesia baru akan mencapai puncaknya pada bulan Juni/Juli 2020. Artinya ini akan melewati batas masa tanggap darurat bencana non-alam yang berakhir pada 29 Mei 2020. Jika pandemik Covid-19 di Indonesia belum berakhir pada akhir Mei 2020 artinya pemerintah harus menunda kembali penyelenggaraan pilkada.

Penyelenggaraan pilkada pada dasarnya bukan sekedar mempertimbangkan kapan waktu hari pemungutan suara. Tahapan pilkada adalah tahapan penyelenggaraan yang hampir seluruh tahapannya mengumpulkan banyak orang. Mulai dari pemutakhiran daftar pemilih, di mana petugas harus melakukan pencocokan dan penelitian dengan mendatangi setiap rumah calon pemilih, verifikasi bakal pasangan calon baik itu dari jalur perseorangan ataupun jalur partai politik yang artinya petugas harus melakukan verifikasi terhadap dukungan bakal calon tersebut, kampanye, dan juga aktivitas internal penyelenggara pemilu seperti bimbingan teknis dan rapat kerja. Mengumpulkan banyak orang dalam aktivitas-aktivitas tersebut adalah hal yang tidak dapat terhindarkan. Padahal dalam situasi seperti saat ini yang perlu dilakukan adalah menghindari berkumpulnya banyak orang.

Dari sisi persiapan untuk menyelenggarakan pilkada, KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota juga tidak memiliki waktu yang ideal sebagaimana layaknya menyelenggarakan tahapan pilkada. Jika memang tahapan pilkada akan dimulai kembali setelah masa tanggap darurat bencana non-alam berakhir di 29 Mei, artinya penyelenggara pemilu hanya memiliki waktu enam bulan untuk melanjutkan tahapan penyelenggaraan pilkada.

Saat itu, KPU telah menunda empat tahapan pilkada. Pertama, pelatikan anggota Panitia Pemungutan Suara (PPS). Kedua, pencocokan dan penelitian daftar pemilih. Ketiga, pemutakhiran daftar pemilih. Dan keempat, verifikasi faktual terhadap dukungan pasangan bakal calon perseorangan. Jika empat tahapan ini dimampatkan dengan tahapan-tahapan pilkada yang lainnya tentu akan menimbulkan kompleksitas dalam menyelenggarakan tahapan pilkada.

Belum lagi masih ada tahapan krusial lain yang KPU harus dilakukan. Ada pendaftaran pasangan calon dari jalur partai politik. Lalu setelahnya, KPU harus melakukan pendidikan dan sosialisasi kepada pemilih. Kita perlu ingat, penyelenggara pemilu punya pengalaman buruk akibat adanya tahapan yang berhimpitan saat tahapan penyelenggaraan Pilkada 2018 berbarengan dengan tahapan penyelenggaraan Pemilu 2019.

Menata kembali jadwal pilkada

Momen penundaan pilkada di masa pandemik Covid-19 ini dapat digunakan untuk menata kembali jadwal pilkada kita. Seperti yang diketahui bahwa dalam UU No 10/2016 tentang Pilkada, bahwa Pilkada Serentak 2020 adalah pilkada serentak terakhir sebelum akhirnya kita akan menyelenggarakan pilkada serentak secara nasional pda November 2024. Jika UU Pilkada tidak mengalami perubahan maka ini juga akan menjadi tidak ideal dalam penyelenggaraan pemilu kita, karena pada 2024 seluruh jenis pemilu yang ada di Indonesia akan diselenggarakan bertumpuk dalam satu tahun.

Momen penataan jadwal pilkada ini juga sejalan dengan Putusan Mahkamah Konsititusi (MK) No. 55/PUU-XVII/2019. Dalam putusannya tersebut MK membuka peluang untuk menata kembali desain penyelenggaran pemilu serentak di Indonesia. Menunda Pilkada 2020 ke 2021 adalah hal yang masih masuk akal. Waktu yang dirasa tepat adalah menunda pelaksanaan pilkada hingga Juni 2021.

Hal itu didasari beberapa hal. Pertama, menunggu hingga Indonesisa sudah betul-betul bersih dari pandemik Covid-19. Kedua, agar penyelenggara pemilu memiliki waktu yang cukup untuk menyelenggarakan tahapan pilkada. Dan ketiga, sebagai momen untuk menata kembali jadwal pilkada kita.

Selain itu, untuk menata jadwal pilkada, perlu dilakukan revisi atas UU Pilkada khususnya terkait dengan klausul yang menetapkan bahwa penyelenggaraan pilkada serentak nasional pada 2024. Sebaiknya, tetap ada pilkada pada 2022 atau 2023 sebelum akhirnya pilkada serentak nasional. Dengan penguraian jadwal pilkada ini, pilkada serentak secara nasional bisa tidak dilakukan bertumpuk pada 2024.

Merujuk pada Putusan MK No 55/PUU-XVII/2019 terkait pilihan model pemilu serentak, pilihan yang ideal dipilih adalah model yang tidak hanya menyerentakkan pemilu di tingkat nasional tetapi juga di tingkat daerah. Untuk pemilihan kepala daerah perlu juga diserentakkan dengan legislatif daerah, sehingga juga diperlukan penataan jadwal untuk DPRD-nya. Untuk itulah perlu dilakukan simulasi secara teknis dan detil dengan melakukan penataan jadwal pemilu. Pengunduran pilkada pada Desember 2019, bukan hanya keputusan yang terburu-buru tapi juga keputusan yang mengesampingkan banyak kemungkinan perbaikan bagi pemilu kita. []

KHOIRUNNISA NUR AGUSTYATI

Deputi Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem)