YOGYAKARTA — Badan Pengawas Pemilihan Umum DIY menyatakan saat ini Lembaga Penegakan Hukum Terpadu Pemilihan Umum (Gakkumdu Pemilu) masih belum dapat dibentuk dan bekerja karena masih terhambat dinamika internal di pemerintah pusat.
Lembaga yang diharapkan bisa mengawasi dan menangani kasus-kasus pelanggaran pidana pemilu dengan proses penanganan lebih mudah dan cepat itu belum bisa terbentuk karena belum ada penandatangan aturan bersama antara Kepolisian RI, Kejaksaan, dan Badan Pengawas Pemilu.
“Seharusnya 3 November 2016 kemarin sudah tandatangan aturan bersama itu, namun sampai sekarang belum bisa dilakukan,” ujar anggota Bawaslu DIY, Bagus Sarwono, kepada Tempo, kemarin.
Berdasarkan informasi yang diperoleh Tempo, penandatangan aturan bersama tiga lembaga itu tertunda karena Kepala Kepolisian RI saat itu masih dalam persiapan menghadapi demo besar-besaran sejumlah organisasi kemasyarakatan Islam yang menuntut penuntasan kasus dugaan penistaan agama oleh Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama pada Jumat lalu.
Gakkumdu hanya bisa dibentuk dan mulai bekerja sampai tingkat daerah sesuai dengan revisi aturan UU Pilkada Nomor 10 Tahun 2016. Tanpa penandatangan aturan bersama di tingkat pusat antara kepolisian, kejaksaan, dan Bawaslu, pemrosesan segala kasus pilkada hanya berdasarkan koordinasi sesuai dengan MoU tahun 2015, yang penanganannya berpotensi lebih lambat.
“Dengan aturan bersama, penindakan pelanggaran lebih cepat karena penyidik polisi ataupun kejaksaan bisa langsung bekerja bersama Bawaslu jika muncul kasus dugaan pelanggaran pemilu,” ujar Bagus. Melalui aturan bersama itu pula petugas kepolisian dan kejaksaan diwajibkan berkantor di Bawaslu setempat untuk bersiaga jika ada laporan pelanggaran pidana pemilu.
Dengan kembali ke Mou tahun 2015, tiap-tiap instansi, baik Bawaslu, kepolisian, maupun kejaksaan, hanya bekerja di kantor masing-masing. Kasus pelanggaran pemilu diproses pertama oleh Bawaslu. Jika ada unsur pidana, baru Bawaslu melibatkan kepolisian dan kejaksaan.
Hingga sepekan masa kampanye berjalan, belum ada tanda-tanda aturan bersama itu diteken. Padahal, di lapangan, sudah banyak laporan dugaan pelanggaran pemilu dilakukan. Di Yogya, misalnya, Bawaslu menerima laporan dugaan ketidaknetralan polisi di salah satu sektor yang mendukung salah satu pasangan calon. Sedangkan di Kulon Progo, ada laporan pembagian door prize saat kampanye oleh salah satu pasangan calon.
Ketua Panitia Pengawas Pemilu Kulon Progo Tamyus Rochman menuturkan, pembentukan Gakkumdu di daerah memang terhambat belum adanya aturan bersama kepolisian, kejaksaan, dan Bawaslu.
“Namun kami sudah melakukan rapat koordinasi dengan tiga lembaga untuk mensinergikan kinerja pengawasan, jadi tidak terikat aturan bersama itu,” ujarnya.
Di Brebes, Panwaslu meminta para kandidat tak memakai fasilitas negara untuk berkampanye. Kuntoro, Ketua Panwaslu Brebes, menerima laporan adanya fasilitas negara seperti kantor dan mobil dinas yang rawan digunakan saat kampanye. “Sebenarnya yang melapor banyak, tapi sulit dibuktikan,” kata Kuntoro, kemarin. PRIBADI WICAKSONO | MUHAMMAD IRSYAM FAIZ
http://koran.tempo.co/konten/2016/11/08/407827/Nasib-Tim-Hukum-Terpadu-Pilkada-Menunggu-Pusat