August 8, 2024

Pemilu, Korupsi Politik, dan Pers

All the President’s Men (ATPM) menyadarkan kita, di negara dengan sistem hukum yang kuat pun pelanggaran pemilu terjadi dan menentukan kemenangan. Kesadaran ini eksekutif di dalam pemilu melakukan skandal dengan partai sebagai penyuplai wakil rakyat di legislatif, pers menjadi pendorong yudikatif untuk tetap menopang demokrasi.

ATPM merupakan film yang diangkat dari kisah nyata skandal Watergate. Diambil dari nama hotel yang terletak di Washington D.C, skandal Watergate merupakan skandal fenomenal menggoncangkan Amerika dan dunia. Jika dibandingkan dengan Indonesia, mirip skandal Bank Century. Semuanya semakin meyakinkan, diskresi dan monopoli pejabat publik beserta kuasa bisnis merupakan persenyawaan korupsi politik di pemilu.

Siapa sangka, hasil investigasi kasus Watergate ternyata melibatkan Presiden Amerika Serikat yang ke-37, Richard Milhous Nixon. Orang nomor satu negara adikuasa ini, menjadi calon petahana untuk Pemilu Presiden Amerika Serikat 1972. Calon Partai Republik ini terpilih. Tapi akhirnya, kasus Watergate “memaksa” Nixon mengundurkan diri dari Gedung Putih pada tahun 1974.

Dengan dua partai dominan di sistem multipartai, pemilu di negeri Paman Sam ini berproses panjang dan melelahkan. Mulai dari tahap awal, pembentukan komite khusus, sampai pemilihan presiden oleh rakyat yang diwakili dewan pemilih (electoral college), prosesnya memakan waktu dua tahun. Dengan proses pemilu begitu panjang, bisa dipastikan kampanye membutuhkan biaya yang sangat besar. Tidaklah mengherankan jika kampanye pemilu presiden di Amerika Serikat merupakan salah satu yang termahal di dunia.

Politik memang penuh intrik. Intrik pun bisa menguat di sistem pemilu mayoritarian (distrik) yang mapan seperti di Amerika Serikat. Tuntutan uang politik yang besar menyertai monopoli dan diskresi, intrik politik berupa korupsi. Di sini kewenangan Nixon sebagai presiden disalahgunakan.

ATPM memaparkan kecurangan pemilu yang dilakukan Nixon. Bentuknya rat-fucking (penyusupan) ke dalam Partai Demokrat. Penyusupan meliputi sabotase terhadap kandidat Partai Demokrat, mengacaukan pihak oposisi (Partai Demokrat), penyadapan, pembocoran dokumen palsu, penyelidikan terhadap kehidupan pribadi orang-orang Partai Demokrat, penempatan mata-mata, pencurian dokumen, sampai berujung pada pembatalan rapat umum kampanye demokrat.

Bukan main-main karena kecurangan pemilu tersebut melibatkan penggalangan dana illegal dan adanya dana rahasia berupa cek senilai $ 25,000 untuk pengumpulan informasi tentang Partai Demokrat dan pemenangan Nixon sebagai presiden. Selain itu juga melibatkan seluruh komunitas intelijen Amerika Serikat, FBI, CIA, dan peradilan.

Melalui film ini, kita disadarkan bahwa peran sebagai pelayan publik tidak hanya terbatas dengan menjadi birokrat atau penegak hukum saja. Wartawan The Washington Post yang berusaha dan berhasil mengungkap skandal kecurangan Nixon juga bisa berperan dalam menentukan arah dan kebijakan sebuah negara. Jadi, yang diperlukan adalah keberanian yang luar biasa dari berbagai pihak untuk menegakkan kebenaran yang menyangkut kepentingan hidup masyarakat.

Jika tertarik mengetahui lebih dalam mengenai skandal Watergate, film besutan Alan J. Pakula yang dirilis tahun 1976 ini adalah salah satu film yang wajib tonton. Dari bahasan substansi dan teknik film, tidaklah mengherankan jika film tersebut berhasil menyabet empat Academy Awards. Best Art Direction, Best Adapted Screenplay, Best Sound, dan Best Supporting Actor, disertai banyak penghargaan lain.

Pakula mampu mengarahkan Robert Redford (sebagai Woodward) dan Dustin Hoffman (Bernstein) memainkan peran sebagai wartawan dengan rinci teknik dan etika jurnalistik investigasi. Berdasar perspektif pers, ATPM semakin meyakinkan, pers merupakan bagian pilar demokrasi. Kesuksesan pemilu sebagai prosedur demokrasi tak bisa lepas dari peran pers. Melalui pilar keempat demokrasi ini, pemilu diinformasikan dan dipantau melalui fungsi publikasi dan edukasi. Fungsi dan peran pers ini semakin dibutuhkan saat pilar-pilar lainnya retak (bahkan mungkin roboh) karena korupsi. []

NURAINANI FITRIA
Pegiat rumahpemilu.org