Mengurangi kerumitan pemilu legislatif merupakan salah satu tujuan dari revisi undang-undang pemilu. Undang-Undang 7/2017 yang digunakan pada Pemilu 2019 amat menyulitkan pemilih dan pengelolaan kampanye peserta pemilu. Pencegahan sistemik bagi surat suara tidak sah hanya bisa dilakukan melalui revisi undang-undang pemilu.
“Jika kita merujuk Putusan MK tentang pemilu serentak yang jadi dasar undang-undang pemilu serentak, kemudahan pemilih dalam memberikan pilihannya jadi salah satu tujuan pemilu serentak, tapi realitasnya berbeda,” ujar peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Heroik M. Pratama dalam diskusi media secara online (24/1).
Heroik menyampaikan gambaran pemilih yang kesulitan memilih. Untuk Pemilu DPR, ada 11,12 persen surat suara tidak sah. Bahkan Pemilu DPD punya persentase suara tidak sah yang lebih besar, 19,02 persen.
Jenis Surat Suara Tidak Sah | Jumlah | % |
Pemilu Presiden-Wakil Presiden | 3.754.905 | 2.38 |
Pemilu DPD | 29.710.175 | 19.02 |
Pemilu DPR | 17.503.953 | 11.12 |
Kerumitan pemilu legislatif jadi sebab tidak tercapainya tujuan pemilu yang memudahkan pemilih. Pemilu DPR merupakan pemilu yang rumit. Pemilu legislatif nasional ini digabung dengan pemilu DPRD yang sama rumitnya.
Heroik menggambarkan, setiap partai politik mendaftarkan caleg maksimal 100% dari jumlah kursi tiap daerah pemilihan. Sebagai contoh, dapil DPRD Provinsi Jawab Barat 11 yang terdiri dari Subang, Sumedang, dan Majalengka memiliki alokasi kursi sebanyak 11. Dari 16 partai politik peserta pemilu yang mencalonkan 100% jumlah caleg tiap daerah pemilihan, terdapat 176 nama caleg untuk surat suara Pemilu DPRD Provinsi Jawa Barat.
Kerumitan dari banyaknya caleg dalam Pemilu DPRD itu jadi sebab jumlah surat suara banyak tidak sah. Sebagai contoh, Heroik mengambil data dari Pemilu DPRD Lampung dan Pemilu DPRD Jawa Barat. Kedua Pemilu DPRD provinsi ini punya surat suara tidak sah di atas 10 persen, Lampung 12.7 persen dan Jawa Barat 15.4 persen.
Pemilu Provinsi | Surat Suara Tidak Sah | % |
Pemilu DPRD Lampung | 562.619 | 12.7 |
Pemilu DPRD Jawa Barat | 3.659.012 | 15.4 |
Dalam publikasi Perludem berjudul “Evaluasi Pemilu Serentak 2019: dari Sistem ke Manajemen Pemilu” (2020), salah satu pengurus Partai Nasdem di Provinsi Lampung mengakui tidak mudah untuk memberikan penjelasan mengenai pemilu serentak lima surat suara. Strategi yang dilakukan ialah dengan menjelaskan warna-warni surat suara dan mengutamakan surat suara pemilu legislatif. Dalam praktiknya, pemilih cenderung lebih mengutamakan surat suara presiden ketimbang surat suara pemilu legslatif.
Jika merujuk pada survei yang diselenggarakan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), sebanyak 77 persen responden mengaku memilih untuk mencoblos surat suara pemilu presiden terlebih dahulu dibandingakan surat suara pemilu legislatif.
“Asumsinya bisa saja bagi pemilih yang kebingungan melihat surat suara pemilu legislatif dan belum memiliki pilihan cenderung mengabaikan surat suara pemilu legislatif,” ujar Heroik.
Kerumitan Pemilu 2019 akan bertambah berdasar undang-undang pemilu yang berlaku sekarang. UU 7/2017 menambah pilkada provinsi dan pilkada kabupaten/kota pada 2024. Artinya, pada tahun yang sama ada tujuh jabatan politik yang dipilih melalui pemilu dengan tujuh surat suara dan tujuh kotak suara.
Semua bentuk pemilu yang menumpuk pada 2024 harus diurai agar pemilu bisa dikelola secara sistemik untuk memudahkan pemilih. Merujuk salah satu model pemilu serentak yang disampaikan Putusan MK, Perludem berharap penyelenggaraan pemilu menjadi siklus pemilu serentak 5 tahunan yang terdiri dari, pemilu serentak nasional, lalu dua tahun kemudian, pemilu serentak daerah.
Pemilu serentak nasional adalah memilih presiden-wakil presiden, DPR, dan DPD dalam satu hari pemungutan suara. Pemilu serentak daerah memilih gubernur, anggota DPRD provinsi, bupati/walikota, dan anggota DPRD kabupaten/kota. []
USEP HASAN SADIKIN