Pemerintah memutuskan tetap akan melaksanakan tahapan pilkada serentak 2020 sesuai jadwal menyusul merebaknya Covid-19 di sejumlah wilayah. Penyelenggara pemilihan akan mengubah pola kerja dalam tiap tahapan sesuai protokol dan arahan gugus tugas percepatan penanggulangan korona.
Perubahan pola kerja itu misalnya dilakukan dalam pelantikan Panitia Pemungutan Suara (PPS). Pelantikan tak harus dilakukan dengan berkumpul di kantor kabupaten/wali kota, cukup diselenggarakan di kecamatan secara bertahap sehingga tidak terjadi pertemuan orang secara masif. Dalam hal verifikasi faktual calon kepala daerah yang biasanya dihadiri pendukung, akan diatur sesuai protokol korona.
”Ketua KPU (Komisi Pemilihan Umum) meyakinkan kami bahwa sampai saat ini tidak ada perubahan jadwal pilkada serentak 2020. Pilkada tetap akan dilaksanakan pada September tahun ini,” kata Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD, Rabu (18/3/2020) di Jakarta.
Tidak ada masalah dan semua berjalan seperti biasa hingga 31 Mei.
Keputusan mempertahankan tahapan dan jadwal pilkada itu diambil dalam rapat antara Menko Polhukam dengan KPU, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Kementerian Dalam Negeri, Kepala Kepolisian Negara RI, dan Panglima TNI, Rabu.
Saat ini, kata Mahfud, KPU sudah menyusun skenario dan pola kerja sesuai protokol korona hingga 31 Mei 2020. Sebelumnya, gugus tugas percepatan penanggulangan korona baru memperpanjang situasi darurat tertentu hingga 29 Mei.
”Tidak ada masalah dan semua berjalan seperti biasa hingga 31 Mei,” kata Mahfud.
Sementara itu, di beberapa wilayah di Jawa Timur, sosialisasi pilkada yang melibatkan kerumunan ditunda. Sosialisasi dilakukan dengan memaksimalkan penggunaan media sosial. Ketua KPU Jawa Timur Choirul Anam mengatakan, kegiatan yang tak terlalu mendesak akan ditunda. Hanya kegiatan mendesak yang tetap akan dilakukan dengan mengikuti protokol korona.
Salah satunya adalah pelantikan dan bimbingan teknis untuk PPS. Bimbingan teknis PPS, menurut Choirul, akan diupayakan melalui telekonferensi.
Kesehatan penyelenggara
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Titi Anggraini mengatakan, KPU harus punya sikap dan protokol yang jelas minimal dalam tahapan pilkada jangka pendek.
Sebab, meski pelaksanaan pilkada masih lama (September), hal itu sangat bergantung terhadap implikasi tahapan jangka pendek. Menurut Titi, KPU harus benar-benar mempertimbangkan aspek kesehatan dan perlindungan para petugas pemilihan. KPU perlu mempertimbangkan imbauan pemerintah terkait situasi darurat tertentu korona.
KPU diharapkan tak tergesa-gesa memutuskan bahwa tahapan pemilu adalah sesuatu yang final.
Selain itu, tambahnya, UU Pilkada pun sebenarnya membuka ruang bagi penundaan pelaksanaan pilkada. Pasal 120 dan 121 UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada dikenal istilah pemilihan lanjutan dan susulan sebagai bentuk manajemen risiko untuk merespons situasi darurat atau tidak terduga. Oleh karena itu, KPU diharapkan tak tergesa-gesa memutuskan bahwa tahapan pemilu adalah sesuatu yang final.
Menurut catatan Perludem, Indonesia sudah beberapa kali melakukan penundaan hari pemungutan suara. Penundaan tersebut di antaranya disebabkan force majeure cuaca serta dampak berlarut sengketa hukum akibat dualisme pilkada.
Dikliping dari artikel yang terbit di harian Kompas. https://kompas.id/baca/polhuk/2020/03/19/tahapan-dan-jadwal-dipertahankan/