October 15, 2024

Tiga Hal Menarik dari Sidang Pemeriksaan Pembuktian Perkara PKPI (HMS)

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) tengah menjalankan agenda sidang pemeriksaan pembuktian terhadap sepuluh perkara dugaan pelanggaran administrasi. Perkara No.001 dengan pelapor Hendrawarman dan Imam Anshori, Sekretaris Jenderal Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) telah selesai diperiksa.

Pelapor tak mewakili PKPI

Pada awal sidang, pelapor menyatakan bahwa dirinya merupakan perseorangan dan meminta untuk tak dikaitkan dengan PKPI. Adapun terkait alat bukti dan saksi, pelapor telah berkoordinasi dengan pihak partai.

“Kami adalah pelapor individu, bukan  partai politik, sekali pun kami adalah pengurus. Mohon tidak diidentikkan dengan PKPI,” tegas Hendra pada sidang di kantor Bawaslu RI, Gondangdia, Jakarta Pusat (6/11).

Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai terlapor dan Bawaslu sebagai majelis sidang menyatakan heran pada pernyataan tersebut. Pasalnya, yang bersangkutan mewakili PKPI guna mencari keadilan atas tindakan KPU yang dinilai sebagai mal administrasi dalam pendaftaran PKPI.

“Bagaimana bisa pihak pelapor yang notabene individu bisa membawa dokumen partai yang notabenenya sudah pernah disampaikan kepada KPU? Ini justru jadi pertanyaan. Lalu, posisi PKPI ada di mana?” tukas Anggota KPU divisi hukum, Hasyim Asy’ari.

Ketua majelis sidang, Abhan, mengatakan, “Terus terang saya juga bingung soal individu ini. Tapi nanti kami akan menilai dari proses pembuktian. Saat ini adalah terkait dengan bukti. Itu saja.”

Dokumen persyaratan pendaftaran yang diajukan sebagai alat bukti persidangan berbeda

Hendra menjelaskan bahwa ada perbedaan antara dokumen persyaratan pendaftaran yang dijadikan sebagai alat bukti persidangan dengan dokumen yang diberikan kepada KPU saat melakukan pendaftaran tanggal 16 Oktober 2017.

“Memang ada perbedaan. Alasan PKPI, karena tidak cukup waktu untuk mengupload ke Sipol (Sistem Informasi Partai Politik),” ujar Hendra saat Hasyim bertanya mengenai alat bukti tersebut.

Lima saksi jabarkan pengalaman menggunakan Sipol

Dari tiga jam alokasi waktu yang diberikan, Bawaslu memberikan waktu selama hampir dua jam untuk memeriksa lima saksi yang dihadirkan oleh pelapor. Lima saksi tersebut yakni, Desita Isroni, petugas unggah data untuk provinsi Riau; Fitran, petugas unggah data untuk provinsi Sumatera Selatan (Sumsel); Zulfahmi, petugas unggah data untuk provinsi Aceh; Ando, petugas unggah data untuk provinsi DKI Jakarta; dan Julius, petugas unggah data untuk provinsi Maluku. Satu orang saksi lain yaitu Ketua Dewan Pimpinan Kota (DPK) Jakarta Utara, Jasriel.

Berdasarkan keterangan kelima saksi, Sipol mulai bermasalah sejak 12 Oktober. Sipol sering tak dapat diakses akibat server hidup-mati, form Riau tak menampilkan kabupaten/kota di Riau melainkan Bali, data untuk Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) Selatan, Sumsel, tak bertambah di Sumsel melainkan berpindah ke Aceh, dan hilangnya data akibat server tak mampu menyimpan proses unggahan jika server mati.

“Ketika kita pilih form Riau, harusnya bawahnya adalah kabupaten/kota untuk Riau, tapi di bawahnya adalah kabupaten/kota untuk provinsi Bali. Jadi, adanya kabupaten Denpasar, dan sebagainya. Itu berlangsung tidak hanya sekali. Saya refresh, saya tunggu sampai dua jam,” terang Desita.

Saat Hasyim mengelaborasi keterangan saksi, lima saksi mengatakan bahwa mereka memang sedikit kesulitan mengisi Sipol akibat server yang sering mengalami hidup-mati, namun mereka menyatakan berhasil menyelesaikan unggahan data. Zulfahmi, bahkan mengatakan bahwa selain “diribetkan” pada penghapusan data OKU Selatan, dirinya dapat mengisi Sipol dengan lancar.

“Saya bisa menggunakan Sipol dengan sempurna. Hanya data dari OKU Selatan itu makan waktu untuk dihapus. Tapi akhirnya terhapus,” kata Fahmi.

Sidang selanjutnya untuk perkara No.001 dijadwalkan hari Kamis, 9 November, pukul lima sore. Agendanya yakni, mendengarkan keterangan ahli dari pelapor maupun terlapor.