Ahli teknologi dan inisiator JagaSuara2024, Reza Lesmana, mengemukakan tiga masalah pada Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) Pemilu 2024. Masalah pertama yakni performa Sirekap yang menurun sejak hari kedua setelah hari pemungutan suara. Pada hari pemungutan suara, data masuk ke Sirekap lebih dari 40 persen. Namun terus menurun pada hari kedua dan seterusnya, hingga data tak ditampilkan lagi pada 5 Maret.
“Yang kami lihat adalah progres di website info publiknya. Nah, kalau kita lihat setelah 5 Maret, data sudah tidak ditampilkan lagi. Perkembangan data sudah berapa persen juga sudah tidak ditampilkan. Walaupun kalau kita lihat API KPU masih bisa dilihat, tetapi tidak bisa dilihat oleh publik,” ujar Reza pada diskusi “Sirekap di Pemilu 2024: Evaluasi dan Rekomendasi untuk Pilkada Serentak 2024” di Jakarta (6/7).
Performa Sirekap tersebut menjadikan Sirekap Pilkada 2020 lebih unggul. Pada Pilkada 2020, 92 persen data masuk pada saat penetapan perolehan suara. Sementara, pada penetapan perolehan suara Pemilu 2024 tanggal 20 Maret, persentase data masuk hanya di angka 78 persen.
“Ini terjadi karena KPPS berhasil upload di hari pertama dan kedua, jumlahnya lebih dari 60 persen. 40 persennya berarti gagal. Seharusnya, setelah KPPS berhenti bertugas, diambil alih oleh petugas di kelurahan atau kecamatan. Itulah kenapa ada penambahan data di hari-hari berikutnya, tetapi ternyata tidak berlanjut. Sepertinya kurang mendapatkan prioritas. Mereka sudah sibuk menyiapkan proses rekapitulasi manual,” urai Reza.
Masalah kedua ialah kesalahan desain mekanisme verifikasi data. Temuan Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) menunjukkan adanya data yang salah di 19.170 TPS, dengan total selisih suara yang tidak signifikan, atau tidak berpengaruh pada urutan perolehan hasil. Kesalahan disebabkan salah satunya oleh aplikasi Sirekap mobile yang tidak mengizinkan KPPS untuk mengoreksi data pada perolehan suara Pemilu Presiden. KPPS hanya diberikan akses untuk memberi tanda flag atau notifikasi kepada sistem bahwa hasil bacaan terhadap perolehan suara tersebut salah.
“Kalau tidak ada flag, prosesnya langsung masuk ke Sirekap dan dipublikasi. Asumsinya KPU mungkin, KPPS akan teliti membaca data. Tetapi ternyata, banyak yang tidak memberikan flag, dan itu dianggap sudah sesuai. Ini yang akibatnya banyak data salah di Sirekap. Setelah hari kedua, proses otomatis ini baru dihentikan. Ini yang membuat data masuk pada akhirnya melambat dan tidak tuntas,” ungkap Reza.
Masalah ketiga Sirekap yaitu perbaikan data yang tidak dilakukan secara menyeluruh oleh KPU. Dari 19.170 TPS dengan data yang salah, hanya 3.075 TPS yang telah diperbaiki hingga hari penetapan perolehan hasil 20 Maret. KPU hanya memperbaiki kesalahan data dengan jumlah yang besar dan viral di media sosial.
“Jadi, banyak sekali yang tidak diperbaiki. Kesalahan-kesalahan ekstrem yang jumlahnya ratusan, sudah diperbaiki. Tapi yang kecil-kecil, puluhan, biasanya lolos dari pengamatan, dan sampai sekarang tidak diperbaiki,” tutup Reza. []