Pengajar Ilmu Hukum Universitas Indonesia, Titi Anggraini mengatakan bahwa joki panitia pemutakhiran data pemilih (pantarlih) tak dibenarkan secara hukum. Pantarlih merupakan orang yang mendapatkan mandat untuk menjalankan tugas memutakhirkan data pemilih. Pengalihan tugas kepada orang lain berpotensi membawa dampak tidak dilakukannya proses pencocokan dan penelitian (coklit) sesuai aturan yang berlaku.
“Kerugiannya bisa mengganggu hak pilih kalau prosedur tidak dilakukan sesuai aturan main. Padahal, sistem pemutakhiran data pemilih di Indonesia itu salah satu yang terbaik di dunia. Datanya terkonsolidasi di tingkat nasional, dan dilakukan sensus atau coklit yang sifatnya door to door,” kata Titi pada diskusi “Fenomena Joki Pantarlih Pilkada 2024” yang disiarkan oleh TVRI Nasional (22/7).
Oleh karena itu, menurutnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) perlu menindaklanjuti dengan melakukan koreksi. Coklit haruslah dilakukan oleh orang yang mendapatkan mandat sebagai pantarlih, dan ditempuh dengan turun ke lapangan, memeriksa dari rumah ke rumah.
“Beberapa modus di pemilu lalu yang ditemukan oleh DEEP Indonesia, pantarlih menyuruh orang lain, lalu berbagi honor. Nah, berbagai temuan itu, oleh sesama penyelenggara pemilu harus dikoordinasikan dan ditindaklanjuti. Jika ada, di mana dan dampaknya terhadap daftar pemilih seperti apa,” ujar Titi.
Joki pantarlih dapat terjadi di daerah perumahan dengan sistem keamanan yang ketat. Penghuni perumahan tak dapat sembarang masuk kompleks, sehingga terjadi kasus coklit dititipkan kepada satpam perumahan. Terhadap masalah ini, KPU Kabupaten/Kota dapat berkomunikasi dengan pengelola kompleks perumahan agar mendapatkan izin melakukan coklit.
“Memang di perumahan cluster, banyak perumahan yang sistem keamanannya sangat ketat. Tetapi itu bisa diselesaikan dengan komunikasi yang baik antara KPU dengan pengelola rumah. Karena, tidak bisa dititipkan. Di Undang-Undang pemilu, amanatnya harus bertemu langsung, dan data dikoreksi,” pungkas Titi.
Ia pun berharap KPU RI dapat melakukan pengawalan terhadap proses pemutakhiran data pemilih di Papua. Temuan LP3ES pada Pemilu 2014 menunjukkan, sistem noken tak hanya diberlakukan pada pemungutan suara, namun juga pada proses coklit. Dampaknya, salah satunya terjadi pada Pilkada Nabire 2020. jumlah pemilih lebih besar dari jumlah penduduk di Kabupaten Nabire. []