Maret 29, 2024
iden

Dwi Septiawati Djafar: Peta Jalan Menuju Keterwakilan Perempuan 30 Persen di 2024

Dwi Septiawati Djafar, Ketua Umum Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI) memaparkan peta jalan menuju 30 persen keterwakilan perempuan di parlemen 2024. Peta jalan disusun agar target minimal 30 persen legislator perempuan dipenuhi oleh tiap-tiap partai politik.

Simak selengkapnya peta jalan politik perempuan yang dijelaskan oleh Dwi Septiawati Djafar pada diskusi “Menjamin Penguatan Kebijakan Afirmasi melalui UU Pemilu”, Jumat (5/2) melalui format wawancara.

Bu Septi, apa itu peta jalan keterwakilan perempuan minimal 30 persen di parlemen?

Peta jalan adalah langkah-langkah dan tindakan-tindakan untuk dilaksanakan agar tercapai visi kita bersama, yaitu minimal 30 persen perempuan di parlemen.

Dalam peta jalan kita, 2020 kemarin adalah perencanaan. Kita merancang grand design, merancang road map, melakukan strategi pendekatan untuk mengokohkan organisasi.

Lalu di 2021, ini adalah tahun untuk komunikasi dan sosialisasi. Jadi, tidak ada lagi pemangku kepentingan, pemerintah pusat dan daerah, sampai ke dinas terkait, seperti Kesbangpol dan perempuan, juga parlemen sampai di tingkat kabupaten/kota, KPU dan KPUD, Bawaslu, partai politik, yang masih belum memahami pentingnya agenda kita. Semuanya sudah memiliki pemahaman yang sama tentang pentingnya keterwakilan perempuan minimal 30 persen.

Sayangnya memang, kebanyakan partai sekarang menolak melanjutkan revisi UU Pemilu. Padahal, lewat revisi, kita bisa memasukkan kebijakan afirmasi untuk perempuan. Kalau kita tidak desakkan melalui regulasi pemilu, agak sulit. Ketika tidak ada revisi, tidak akan ada penguatan terhadap kebijakan afirmasi.

Kemudian, di tahun 2021 sampai 2024 ada pengokohan. Dan pada 2023 sampai 2024 itu sudah hard campaign untuk memastikan perempuan-perempuan caleg potensial bisa ditempatkan di parlemen.

Dalam peta jalan ini, model kolaborasi seperti apa yang akan dilakukan?

Kolaborasi dengan semua pihak sangat penting ya. Kemarin KPPPI bekerjasama dengan Media Indonesia untuk memuat tulisan-tulisan politisi perempuan. Kami harap, media yang lain juga mau mendukung kami.

Soal kolaborasi yang seperti apa, saya pikir harus ada forum komunikasi intensif. Saat ini sudah ada Kelompok Kerja Politik di Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) baru melibatkan perempuan politik di setiap partai politik, unsur lembaga peneliti, dan akademisi. Bagus kalau ke depan melibatkan pimpinan partai politik dan kementerian/lembaga terkait, agar forum ini bisa jadi sarana kita untuk melakukan strategi “siapa melakukan apa”.

Juga, kolaborasi ini harus punya kepemimpinan. Siapa leader di gerakan perempuan politik yang memastikan goal di 2024. Kalau tidak ada leader, tentu akan banyak bolong-bolongnya nanti.

Dan juga, kalau kita ingin ada kompetisi secara sehat, tentu wasitnya, penyelenggara pemilunya juga harus independen. Kita berharap ada keterwakilan perempuan 30 persen di lembaga penyelenggara pemilu. Jadi, duduk barengnya tidak hanya KPPI, MPI (Maju Perempuan Indonesia), Perludem, KPPRI (Kaukus Perempuan Parlemen Republik Indonesia), tetapi dengan KPU dan Bawaslu juga.

Tadi Ibu bicara soal pentingnya peningkatan kebijakan afirmasi masuk di revisi UU Pemilu. Jika UU Pemilu tak jadi direvisi, strategi apa yang akan dilakukan gerakan politik perempuan?

Ya, terkait regulasi, kabar baiknya, elemen gerakan perempuan sedang mendesak agar grand design kebijakan perempuan bisa menjadi peraturan presiden (perpres). Kabar baiknya, grand design itu sudah ada di meja Ibu Menteri. Kita juga sudah berkoordinasi dengan KSP (Kantor Staf Presiden) dan Kementerian Sekretaris Negara (Kemensesneg) untuk memastikan, setidaknya jika UU Pemilu tidak bisa, ada perpres lah yang bisa jadi pegangan. Isinya tentu tidak bisa keluar dari UU Pemilu.

Baik. Apakah ada panduan bagi partai politik untuk memenuhi capaian minimal 30 persen perempuan tersebut?

Jadi, yang kita siapkan ada dokumen, pertama, untuk tingkat DPR RI, targetnya 30 persen pada 2024. 30 persen itu kan, kalau 575 anggota DPR RI, berarti 173 orang lebih kurang. Nah, angka ini harus dibagi, agar sayap partai politik tahu berapa target yang harus mereka capai. Misal, PDIP, jumlah anggota legislatif perempuan sekarang 26 dari 128. Itu masih 20,3 persen. Harusnya, kalau berbasis di angka 128, PDIP itu 38 perempuan. Jadi, kekurangan 12 perempuan itulah yang harus mereka capai, dan yang sudah ada jangan sampai hilang. Nah, angka inilah yang akan kita sampaikan ke ketua umum partai.

Begitu juga dengan partai lainnya. Kita akan datangi dan harus dipastikan partai-partai ini bertambah anggota legislatif (aleg) perempuannya. Jadi, partai harus bicara target. Partai mau punya jumlah aleg perempuan berapa di 2024.

Hitung-hitungan ini harus jadi cara kita berkomunikasi agar partai menyadari bahwa memang kurang. Begitu juga di DPRD. Jadi, kita akan buat 34 dokumen yang memuat angka-angka kekurangan aleg. Agar kita tahu, misalnya Jawa Barat itu kurang berapa. Nah, yang kurang itu tanggung jawab siapa saja.

Untuk mengisi kursi perempuan yang masih kurang itu, siapa yang akan ditempatkan? Apakah KPPI juga memberikan syarat kepada partai?

Siapa, ya perempuan potensial tentunya. Makanya, harus dikoordinasikan dengan Kemenko PMK, KPPPA, Kemendagri, dan pimpinan partai untuk menyiapkan tindakan pendampingan. Misalnya, PKS, harusnya ada 15 aleg perempuan tetapi baru ada 8, maka kurang 7. Nah, 7 perempuan potensial itu harus mendapatkan pendampingan dari sekarang.

Kalau mau minta ke KPPI, kami bisa menyebutkan nama-nama perempuan partai yang dari radar KPPI, punya potensi untuk menempati kursi parlemen. Kalau gak mau dari nama kami, gak masalah. Silakan saja. Yang penting, rencana tindak lanjut nama-nama perempuan ini kemudian diberikan pendampingan sampai terpilih.

Jika dari regulasi telah dibangun, ada pendamping yang diberikan juga, lalu bagaimana KPPI meyakinkan masyarakat untuk memilih perempuan? Sebab keterpilihan aleg ditentukan oleh pemilih dalam sistem proporsional daftar calon.

Edukasi. Kita adakan webinar-webinar. Kita menjalin kerjasama dengan media membuat tulisan. Itu untuk pendidikan politik agar masyarakat dan perempuan menyadari pentingnya keberadaan perempuan di politik.

Iklan untuk perempuan caleg juga penting. Tidak hanya pada saat kampanye, tapi mulai dari sekarang. Memang sosialisasi dan pendidikan politik ini sangat penting agar masyarakat menyadari bahwa pemilu bukan hanya asal pemilu, tetapi dia punya makna representasi kepentingan-kepentingannya sebagai individu dan kelompok.

Baik. Ada pesan bagi perempuan kader partai? Apa wejangan Ibu untuk mereka yang tentu juga mesti mempersiapkan diri untuk Pemilihan Legislatif 2024.

Perempuan harus aktif ya. Jangan berharap durian runtuh. Gerakan perempuan politik tentu harus bekerja bersama-sama. Meningkatkan kualitas, kapasitas, dan membangun basis sosial yang kokoh, serta menyiapkan tim pemenangan dari sekarang agar bisa segera bekerja untuk 2024.

Nah, partai politik tidak boleh melempar orang yang sudah merawat dapilnya, basis sosialnya, ke dapil lain pada 2024 nanti. Memang harus ada komitmen dari semua pihak.