Aturan berkampanye di media sosial (medsos) menjadi perhatian Komisi Pemilihan Umum (KPU). Pasalnya, menjelang masa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), banyak kampanye busuk yang mulai beredar di medsos. Untuk mengatasi hal tersebut, KPU menggandeng tim cyber patrol dari Kepolisian Republik Indonesia (Polri).
Menanggapi aturan KPU terkait kampanye di media sosial, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, berpendapat bahwa upaya itu memang perlu dilakukan dan tidak membatasi demokrasi. Akan tetapi, KPU juga perlu memberikan pendidikan politik agar pemilih dapat menjadi pemilih cerdas dalam bermedia sosial.
“Yang terpenting adalah mendorong pemilih untuk menjadi pengguna medsos yang bijaksana. Sebab, aktivitas di medsos membawa implikasi yang sama seperti di dunia nyata. Kalau melanggar hukum, ya tetap melanggar meskipun dilakukan di medsos,†kata Titi saat dihubungi (25/10).
Titi kemudian menambahkan bahwa regulasi telah menyediakan sanksi bagi pihak yang menyebutkan ujaran kebencian, fitnah, dan penghinaan kepada suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) kepada kandidat pasangan calon (paslon). Â Oleh karena itu, Titi berharap pemilih dapat bertanggungjawab dalam menggunakan medsos.
“Konfirmasi setiap informasi yang anda terima dan jangan menyebarkan informasi kalau anda tidak paham kebenarannya. Sebab, anda bisa dikenakan Pasal 69 UU 10/2016. Pasal itu  menyebutkan bahwa ujaran kebencian, fitnah, dan menghina SARA merupakan tindak pidana pilkada,†jelas Titi.
Tindak pidana yang dimaksud Titi, yakni, pidana penjara paling singkat tiga bulan dan paling lama delapan belas bulan, dan/atau denda paling sedikit enam ratus ribu rupiah dan paling banyak enam juta rupiah rupiah.