August 8, 2024

Nuri Soeseno: Meski Hanya Dua Pasangan, Keterpilihan Pilpres Harus dengan Sebaran Daerah

Syarat keterpilihan presiden dan wakil presiden di Pemilu 2014 cenderung disepakati, ditentukan oleh tafsir Mahkamah Konstitusi. Tapi, apa pun tafsirnya, penting membahas mengapa syarat suara terbanyak dan sebaran daerah menjadi pertimbangan yang dituliskan di konstitusi. Untuk kebutuhan ini, rumahpemilu.org bertemu dengan penulis buku “Representasi Politik” (Puskapol UI: 2013), Nuri Soeseno.

Nuri di dalam bukunya menjelaskan (hal.79), demokrasi dan keterwakilan berasumsi: pertama, teritori merupakan basis keterwakilan demokrasi (liberal); kedua, untuk makin mendemokrasikan keterwakilan perlu menginklusifkan ruang perpolitikan; ketiga, makin infklusif ruang perpolitikan maka ketewakilan makin demokratis. Pengajar Politik Identitas dan Kewarganegaraan (dan beberapa mata kuliah lain) di FISIP Universitas Indonesia ini menilai, keterpilihan presiden di negara yang majemuk, luas, dan timpang, hanya ditentukan satu variabel (misal suara terbanyak) saja, akan mengurangi kadar demokrasi keterwakilan.

Nuri yang pernah terlibat di Unfrel (1998-2000) dan Cetro (2000-2003) menceritakan, para akademisi  dan pegiat pemilu yang merumuskan pemilihan presiden secara langsung menyadari, keterwakilan presiden Indonesia memang harus mewakili Indonesia, bukan Jawa saja. Lebih jauhnya, berikut hasil wawancara rumahpemilu.org dengan perempuan peraih gelar MA Perbandingan Politik (Ohio University, Amerika Serikat, 1987) di FISIP UI, Depok (20/6).

Keadaan penduduk Indonesia yang terkonsentrasi di Jawa, apakah keterpilihan presiden menjadi representatif jika hanya ditentukan suara terbanyak?

Tidak. Di keadaan yang tak merata penduduknya menjadi lebih representatif jika menyertakan juga syarat sebaran daerah. Jika membutuhkan keterwakilan daerah di luar Jawa, syarat sebaran daerah harus disertakan. Ini lebih mewakili Indonesia yang majemuk.

Jika syaratnya hanya suara terbanyak, penduduk di Pulau Jawa yang menentukan. Atas kebutuhan keterwakilan yang lebih luas dan terbuka, keutamaan suara terbanyak disertakan dengan variabel keterwakilan yang lain. Di sini syarat sebaran daerah berfungsi.

Syarat sebaran daerah tetap pentingkah meski Pemilu 2014 di putaran pertama hanya ada dua pasangan calon?

Harus. Harus dua syarat keterpilihan, suara terbanyak dan sebaran daerah. Variabel sebaran daerah mutlak diperlukan di Indonesia. Karena penduduknya tak merata. Karena kita majemuk.

Konsep utuhnya seperti apa ya untuk bisa menjelaskan dengan baik variabel sebaran daerah menjadi syarat keterpilihan presiden?

Jelas konsep keterwakilan, representasi. Demokrasi bermakna dari, oleh, dan untuk rakyat. menjadi utuh makna itu jika memang parlemen dan pemerintah dipilih langsung oleh rakyat. Jika presiden tak dipilih oleh rakyat, legitimasinya akan rendah di hadapan parlemen. Ketika presiden dipilih juga oleh rakyat mayoritas  dan sebaran daerah yang luas kekuatannya sebagai representasi rakyat menjadi lebih kuat. Parlemen sudah dipilih rakyat mayoritas beserta sebaran daerahnya. Presiden juga perlu keduanya. Ini harus saling mengontrol.

Secara konteks, Indonesia pun banyak perbedaan antara daerah satu dengan daerah lainnya. Misalnya, urban dengan rural. Pusat dengan daerah atau pinggiran. Daerah berkapital (perputaran uang) yang besar dengan yang kecil. Daerah basis masyarakat tradisional, agamis, atau modern.

Mengenai identitas agama dan suku, apakah bisa diterima pendapat di konteks sekarang yang menyatakan, tak perlu pertimbangan suku dan agama, karena Prabowo dan Jokowi sama-sama Jawa, dan sama-sama muslim?

Suku yang sama antarkedua paslon bukan berarti nilai keterwakilan Jawanya sama di mata pemilih. Begitu pun dengan agama. Sekarang, Prabowo dan Jokowi keduanya muslim. Bukan berarti Islamnya sama. Islam Prabowo mungkin mewakili pemilih muslim tertentu. Islam Jokowi pun belum tentu mewakili masyarakat lain.

Apakah keterwakilan presiden pun terkait dengan wakil presiden dan orang-orang lain yang mendukungnya semisal tim sukses?

Tentu saja.

Implikasi konkretnya apa ya kalau hanya keterpilihan presiden ditentukan suara terbanyak saja?

Yang perlu diingat demokrasi dengan pemilunya merupakan jalan mendapat posisi kekuasaan. Di konteks Indonesia yang majemuk dan penduduknya mengalami kesenjangan jumlah dan tingkat kemapanan ekonomi, akan berbahaya jika keterpilihan hanya ditentukan suara terbanyak. Kuasa akan lebih mudah diatur elite dengan mengesampingkan variabel-variabel keterwakilan yang lain.

Ada yang coba membantah syarat sebaran daerah ini dengan pendapat, keterwakilan daerah sudah ada melalui DPD. Bisa diterimakah pendapat ini?

Tentu berbeda keterwakilan legislatif dengan keterwakilan eksekutif. Adanya mekanisme mengakomodir keterwakilan sebaran daerah melalui DPD bukan berarti tak memerlukan variabel sebaran daerah dalam memilih eksekutif. Anggota dewan dipilih langsung serentak oleh rakyat seluruh Indonesia. Presiden pun harus dipilih langsung oleh rakyat seluruh Indonesia. Wakil harus mencerminkan rakyat yang diwakilkannya. Presiden Indonesia ya harus mewakili seluruh Indonesia, bukan presiden atau wakil orang Jawa saja.

Ada alasan menjadi tak efisien jika tetap menyertakan syarat sebaran daerah di putaran pertama yang hanya dua pasangan calon. Tanggapannya?

Ini konsekuensi kita sebagai Indonesia. Harus mengutamakan kemajemukan dan luasnya negara ini. Dan ini konsekuensi kita sebagai negara demokrasi. Efisiensi bukan berarti harus dilakukan dengan mengesampingkan variabel sebaran daerah lalu hanya mengutamakan suara terbanyak. Penting mempertahankan kemajemukan kita dalam NKRI melalui pemilihan pemerintahan.

Untuk menyederhanakan pemilu dan membuat lebih efisien, kita realisasikan pemilu serentak. Kita serentakan pemilu eksekutif dan legislatif daerah. Lalu selang dua atau dua setengah tahun berlanjut ke pemilu eksekutif dan legislatif nasional.

Kalau dihitung-hitung, dengan menggunakan variabel suara terbanyak dan sebaran daerah, apakah memang memungkinkan bisa dua putaran?

Saya optimis hanya satu putaran. Kedua pasangan calon, baik yang terpilih maupun yang tak terpilih akan memenuhi syarat minimal suara sebaran daerah. Kecuali jika banyak Golput. Kalau ada gerakan Golput (yang datang ke TPS mencoblos keduanya) marak, syarat sebaran daerah bisa tak dipenuhi.

Jika membandingkan pemilu di Amerika Serikat yang menggunakan satu syarat keterpilihan berupa sebaran daerah/negara bagian, ini bagaimana?

Amerika Serikat negara besar tapi relatif homogen dibandingkan Indonesia. Secara individu mereka memang bervariasi. Tapi dengan keliberalannya, kepentingan yang sifatnya programatik lebih utama dari pada keterwakilan saya orang Hispanik, Kulit Hitam, atau Kulit Putih.

Buat Indonesia, mempertimbangkan SARA itu masih dipandang penting. Apalagi sekarang capresnya dari Jawa semua. Kalau pakai suara terbanyak saja, ya sudah, ini bisa dimaknai pemilunya orang Jawa, pesertanya orang Jawa, ketepilihannya lebih ditentukan penduduk Jawa.

Bagaimana dengan pendapat, tak ada relasi antara presiden dengan daerah. Presiden tak ditekankan harus mendengarkan daerah. Betul seperti itu?

Karena selama ini demokrasi yang diterapkan cenderung elitis. Pemerintah dan elite politik merasa tahu apa yang menjadi kebutuhan daerah. Keterwakilan sejatinya diukur melalui penilaian rakyat secara langsung. Apakah para calon yang ditawarkan proses pemilu memang dinilai mewakili rakyat. Lalu, apakah nanti ketika terpilih dan menjalankan pemerintahan juga memang dinilai mewakili rakyat. []