August 8, 2024

Romy Harminto: Uji Coba E-Coklit untuk Pilkada 2020 Kota Makassar

Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Makassar Koordinator Divisi Perencanaan, Data, dan Informasi, Romy Harminto mengisahkan pengalaman uji coba sistem aplikasi e-coklit atau pencocokan dan penelitian elektronik. Sistem ini merupakan kerjasama antara KPU Kota Makassar, Divisi Data dan Informasi KPU RI, dan KPU Kota Gorontalo. Simak selengkapnya uraian Romy di webkusi “Digitalisasi Data Pemilih E-Coklit dan Menjaga Kemurnian Suara Pemilih“ dalam bentuk wawancara.

Pak Romy, apa itu e-coklit?

Ini aplikasi coklit  (pencocokan dan penelitian) digital. Kami bergerak di database-nya dan fitur. Di database, kita memakai SQL, lalu di fiturnya ada fitur GPS, fitur take picture. Kita pakai aplikasi compress ampai 200 kb. Kita berusaha tekan lagi, karena dengan angka 200 kb satu foto saja, jika satu TPS ada 800, itu sekitar 400Mb yang nyangkut di hape. Jadi, agak berat. Maka, masih kita sempurnakan untuk take picture.

Bagaimana bisa terpikir menginisiasi e-coklit?

Ya ini berawal dari kita menilai aplikasi PPID (Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi) di Kota Makassar, masih banyak kekurangannya. Daripada kami membongkar aplikasi tersebut, lebih baik kita buat yang baru lagi.

Titik tekannya juga lebih kepada pemotongan dokumen, lebih menghemat. Kalau selama ini petugas membawa kertas, melapor secara berjenjang ke PPS (Panitia Pemungutan Suara) PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan). Jadi, dari PPDP (Panitia Pemutakhiran Daftar Pemilih) atau Pantarlih, itu sudah tidak bawa kertas lagi. Jadi, tinggal main coklit, lalu dipantau PPS lewat dashboard.

Ada dashboard pemantauan PPS. Di PPK juga ada dashboard. Jadi mereka sudah bisa memantau. Misal di kelurahan A, sudah bisa dipantau dari 10 TPS misalnya, baru 6 yang suskes. Lalu, di level atasnya, PPK bisa memantau. Dari kelurahan ABCD, sudah berapa progresnya. Jadi, semua muncul dalam persentase. Lalu di kabupaten/kota juga bisa terpantau sudah berapa kecamatan yang berporgres.

Ada diskusikah dengan KPU RI terkait e-coklit?

Tentu. Setelah  aplikasi coklit kami buat, tim e-coklit di Kota Makassar itu kita sharing dengan Pak Andre di Datin (Data dan Informasi) KPU RI. Kita datang ke Jakarta, diksusi, akhrinya Pak Andre bilang dicoba saja dulu. Buat formatnya ini ini ini. Kami coba. Kami sodorkan kembali. Lalu direvisi.

Aplikasi itu juga bukan hanya KPU Makassar yang dilibatkan, tapi juga KPU Gorontalo. Cuma leading sector e-coklit ini di bawah naungan Makassar. Jadi, ini adalah kerajasama antara Datin KPU RI, KPU Gorontalo, dan KPU Kota Makassar.

Berdiskusi juga sebelumnya dengan Bawaslu Kota Makassar?

Inia dlaah tools yang digunakan KPu dalma mencoklit pemilih. jaid, izin, kita berjenjang, izind ari KPU RI. Kalau izin dari Bawaslu RI, barangkali KPU RI yang mendiskusikan. Kalau kami, KPU Kota Makassar, meminta izin ke KPU RI.

Bawaslu juga, memantau itu sudh kami sediakan ruang untuk memantau melalui sistem e-coklit. Namanya dashboard. Dashboard di PPS dan PPK. Nanti kita bisa sama-sama memantau, oh ini sudah bergerak di angka ini. Nah, teman-teman Bawaslu bisa mencatatnya.

Aplikasi ini sudah diuji coba?

Ya, kami sudah uji coba e-coklit kemarin. Awalnya, rencananya 14-16 Mei, tapi kita lakukan 1 hari saja. Kami sertakan 12 kabupaten/kota di Sulawesi Selatan yang Pilkada, tiap kabupaten/kota mengikutkan 2 TPS. Jadi, ada sekitar 24 TPS. 9 ribu KWK pemilih.

Uji coba kita mulai jam 9.30, kita target sampai jam 12.00. Jadi 3,5 jam lah. Yang bisa kita dapat dari 3,5 jam itu, kita berhasil mencoklit 3.002 pemilih di 24 TPS dengan 78 orang pemilih baru, kemudian ada 5 di dalamnya yang PNS. Jadi, kita menemukan bahwa dengan waktu 3,5 jam, sudah mencoklit 31 persen. Artinya, misal seburuk-buruknya 20 persenlah dalam waktu 3 jam, jadi kalau 12 jam, bisa 100 persen.

Bagaimana bisa dalam waktu 3,5 jam ada 3.002 pemilih yang telah berhasil dicoklit?

Jadi, kemarin itu, awalnya, kita sudah coklit 10 sampai 20 Kartu Keluarga. Tapi kemudian Pak Andre telpon. Katanya, kita itu sistemnya pakai RT saja. Maka kita datang coklit di RT. Kita padankan dulu data dari RT dengan data A-KWK yang kita bawa. Di situ ketahuan siapa yang padan, siapa yang tidak padan. Ada pemilih yang ada di data RT, tapi di data kami tidak ada. Ada yang sebaliknya. Jadi, yang padan dulu kita coklit.

Yang tidak ada, misal di A-KWK ada, tapi di RT tidak ada karena sudah meninggal, itu harus ada surat pernyataan dari pihak keluarga atau RT. Jadi, akan dibawakan juga form pernyataan. Jadi, yang meninggal sekian atas nama ini ini ini. Lalu pak RT tanda tangan sebagai bukti bahwa kejadian di lapangan itu benar.

Lalu, dokumen pernyatan itulah yang kita foto. Jadi, ini menghindari kontak juga di tengah wabah.

Kenapa memakai pola coklit RT?

Pola coklit RT sebenarnya bukan arahan atau hasil kesepakatan bahwa kita harus melakukan ke RT, tapi ada arahan dari Pak Andre sebagai Datin RI. Kita sudah diwanti-wanti lewat surat edaran, memghidnair epkrumpulan roang. Jnagan sampai kita uji coba, terjadi cluster uji coba. Jadi, bukan karena ada arahan KPU RI untuk uji coba lewat RT saja. Tapi itu ekmairn kami ambil tindakna karena masih kondisi pandemik sehingga kita lewat RT saja.

Apa hasil uji coba tersebut?

Uji coba e-coklit menghemat dokumen, dan insya Allah, menghemat waktu juga. Ya anggaplah coklit itu bisa tidak sampai sebulan.

Menariknya, kemarin itu tidak ada bimtek (bimbingan teknis). Kami hanya share informasi lewat WA (Whats App) saja. Hanya CS (customer service)-an saja itu. Itu bisa dapat angka 31 persen. Jadi, kalau nanti akan dipergunakan di Pilkada 2020, kami perkirakan batas waktu untuk bimtek ya sekitar seminggu bimtek, seminggu coklit. Jadi, hemat waktu dua minggu.

Menyinggung teknis. Data hasil coklit diinput ke dalam e-coklit. Data itu dikirim ke server KPU provinsi?

Kami kerjakan format back end, data langsung terkirim ke server RI. Tidak terkirim ke server KPU Makassar. Nanti KPU RI akan buat back end-nya, kami hanya APL-nya saja.

Supaya tidak sama dengan Situng (Sistem Informasi Penghitungan), yang kemarin itu Situng pakai metode mono gate, mereka pakai satu gate khusus yang lumayan gede, tapi tetap juga akan hang. Karena, okelah di angka 100 ribu, 1 juta masih jalan, tapi di angka 50 juta, pasti akan hang. Karena, data yang bersumber dari manapun akan masuk ke satu titik.

Nah, kita pakai metode cluster. Data akan masuk ke cluster sendiri, tidak terkonsenrrasi. Ada banyak gate sehingga data tersebut bisa tersebar.

Jadi, kita akan buat 1 gate utama, 5 gate pulau, 7 gate provinsi, tambah gate kabupaten, dan kalau masih berat, pakai gate kecamatan.

Kami juga sudah program agar data yang diinput, kan banyak variabelnya, itu diproses dalam bentuk bahasa program, buakn Excel lagi. Jadi, tinggal masukkan ke server, nanti langsung tersusun rapi by name-nya.

Kita kemarin pemetaan itu, di Makassar, dari 24 kabupaten/kota, hanya Makassar yang punya DPT (Daftar Pemilih Tetap) besar. DPT kami di Pemilu kemarin di angka 967.950. Tapi di DP4 (Daftat Penduduk Potensial Pemilih Pemilihan) 1 juta 50 ribu.

Kalau kita gunakan dengan  metode Excel, saya yakin dengan angka 1 juta 20 ribu akan selesai, kalau kerja 1 kali 24 jam, itu semingguan. Seminggu lebih malah. Tapi, kalau pakai sistem Query, sistem server, data kita input, data-data dari DP4, kemudian kita sinkronkan, kita simpan dalam satu file di server, kita tarik dengan sistem Query, itu kami kemarin cuma 1 jam 45 menit. Jadi, dengan angka 1 juta 50 ribu orang, itu blek! Dalam waktu 1 jam 45 menit selesai. Jadi, memang saat ini yang dibutuhkan adalaha kemampuan untuk mengolah server, bukan lagi di kelas-kelas mengolah Excel.

Operator data kami sudah mengerti bagaimana  men-query. Itu kami temukan ada sekitar 3 ribuan yang bermasalah. Ada yang RT-nya 00, RW-nya 00, alamatnya nama kelurahan. Makanya, kita masukkan ke keranjang, kita simpan, itulah yang akan menjadi prioritas utama teman-teman PPDP ketika mencoklit, untuk memperjelas komponen-komponen data itu.

Masih ada hal yang perlu diperbaiki dari sistem. Jika tahapan Pilkada Serentak 2020 dimulai di bulan Juni, apakah akan selesai pada waktu tersebut?

Insya Allah. Sebenarnya kami di uji coba tahap pertama kemarin, fitur-fitur sudah kami perbaiki sampai 80 persen. Jadi, kami siap dna rencananya, kalau tahapan dimulai tanggal 6 Juni, maka kami akan uji coba kedua yang skalanya lebih besar dari yang pertama. Kalau yang pertama, kita pakai 9 ribu A-KWK, di kedua bisa sampai 200 sampai 300 ribu A-KWK dengan 12 kabupaten/kota.