Sikap Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang membandingkan keanggotaan penyelenggara pemilu di Indonesia dengan Jerman dinilai tak sepadan. Komparasi itu tak memperhatikan sejarah pemilu di Indonesia.
“Studi banding ke Eropa justru kontraproduktif dengan melakukan komparasi unequal, membandingkan sistem dan pelaksanaan pemilu tanpa memperhatikan sejarah dan pelaksanaan pemilu di Indonesia,” kata Kaka Suminta, Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia (23/3).
Indonesia telah mengalami fase penyelenggaraan pemilu yang buruk oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang dihuni orang dari partai politik. Reformasi kemudian menghendaki penyelenggara pemilu yang bebas dari kepentingan partai.
Pasal 22E Ayat (5) UUD NRI 1945 menekankan bahwa pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Kekeliruan menyertakan anggota partai politik sebagai peserta pemilu pada 18 tahun yang lalu, tak boleh diulangi lagi untuk Pemilu 2019.
“Pahami sejarah dan perjalanan demokrasi dan pelaksanaan pemilu di Indonesia, sehingga memiliki pemahaman dan sikap yang melahirkan upaya untuk terus mendorong demokrasi dan kedaulatan rakyat bukan malah sebaliknya,” kata Kaka.