August 8, 2024

A. Darsono: Perjuangan Tingkatkan Jumlah Perempuan Caleg Terpilih di 2019

Departemen Kesetaraan Gender Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Polhukam) Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) tengah menjalankan agenda-agenda untuk meningkatkan jumlah perempuan calon legislatif (caleg) terpilih di Pemilu 2019. Asisten Deputi (Asdep) Departemen Kesetaraan Gender, A. Darsono, menjelaskan perjuangan KPPPA bersama beberapa lembaga penelitian politik dan kepemiluan.

Simak penjelasan Darsono dalam format wawancara.

Bagaimana kondisi keterwakilan perempuan di parlemen Indonesia saat ini?

Keterwakilan perempuan di parlemen, baik di tingkat kabupaten/kota, provinsi, maupun pusat masih di bawah harapan. Ada sebelas provinsi yang tidak ada wakil perempuan di Dewan perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) provinsi, salah satunya Papua. Di kabupaten, ada sekitar 25 DPRD kabupaten/kota tidak ada wakil perempuan.

Angka di kabupaten kota ini sebenarnya meningkat dari pemilu lalu. Di Pemilu 2009,  ada 50 DPRD kabupaten/kota yang tidak ada wakil perempuannya.

Sekarang, kita sudah memasuki langkah menuju 50:50. Itu harus tercapai di 2030 karena sudah komitmen global. Indonesia ditunjuk sebagai salah satu negara champion untuk mewujudkan itu di 2030. Nah, KPPPA mengawal kebijakan global dan nasional tersebut.

Kami menyusun grand design peningkatan keterwakilan perempuan di legislatif 2019. Grand design itu jadi Peraturan Menteri (Permen). Sudah kami kirimkan Permennya ke seluruh Indonesia. Kami kirim ke gubernur, bupati agar melaksanakan grand design ini.

Apa isi grand design KPPA?

Grand design ini adalah salah satu bukti intervensi Pemerintah untuk memfasilitasi dan memberikan kemudahan-kemudahan bagi perempuan untuk meningkatkan kualitas dan keterampilan di bidang politik. Grand design ini bisa dijadikan acuan atau landasan bagi daerah untuk mengusulkan anggaran untuk membuat pendidikan politik perempuan yang berkesinambungan.

Pendidikan politik yang berkesinambungan ini penting, karena terbukti dapat menyadarkan masyarakat agar paham pentingnya kehadiran perempuan di lembaga legislatif. Contohnya Depok yang keterwakilan perempuan di DPRDnya mencapai 30 persen, pendidikan politik perempuan di sana dijalankan berkesinambungan.

Bagaimana cara kerja grand design ini?

Ada tiga fase, pra pemilu, pemilu, dan pasca pemilu. Kalau pra pemilu itu agendanya adalah memperbanyak pendidikan politik, baik untuk kader-kader perempuan di partai politik maupun di lembaga masyarakat non politik. Topik pendidikan bermacam-macam, ada tentang kebangsaan perspektif gender, pelatihan untuk bakal calon legislatif, juga kepemimpinan perempuan di pedesaan.

Agenda-agenda pendidikan itu dijalankan oleh fasilitator kita di setiap daerah. Kita sudah membentuk training of facilitator di setiap provinsi.

Pas pemilu juga kita berikan training. Materinya seputar aturan kampanye, cara melaporkan kecurangan, dan semacamnya. Kalau pasca pemilu, materinya tentang peningkatan kapasitas perempuan di lembaga legislatif. Contohnya, bagaimana cara berhubungan dengan media, menghadapi wartawan, membaca laporan keuangan, APBD (Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah) seperti apa, APBN (Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara) seperti apa.

Adakah provinsi yang diutamakan dalam pemberian training?

Tentu. Kami mengutamakan training di wilayah-wilayah yang keterwakilan perempuannya rendah. Seperti di Bukittingi, Malang.

Berapa target perempuan yang mendapatkan pendidikan politik KPPPA?

Setiap daerah beda-beda. Konsepnya jelas, ada rumusnya, yaitu jumlah DPRD provinsi/DPRD kabupaten/kota dikali jumlah partai politik dikali 30 dibagi 100.

Ada yang targetnya besar sekali sampai enam ribu, yaitu Jawa Timur. Jawa Tengah lima ribuan. Sumatera Utara dan Jawa Barat empat ribuan. Karena jumlahnya sangat banyak, maka gak mungkin pendidikan politik khusus perempuan hanya dilaksanakan oleh provinsi, kabupaten/kota juga harus bantu.

Jadi, dalam waktu dekat ini, apa yang akan dilakukan oleh KPPPA dalam kerangka grand design?

Menjelang 2018, kami akan memperluas pendidikan politik untuk perempuan bakal calon legislatif. Ada empat modul pembekalan, yaitu sistem pemilu, strategi kampanye, penghitungan suara, dan sengketa pemilu.

Apa bedanya pendidikan politik kepemiluan yang dilakukan KPPPA dengan yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU)?

Kalau penyelenggara pemilu hanya pada sampai titik terakhir pemilu, yaitu perubahan suara jadi kursi. Selesai tugas KPU. Kalau kami, sudah mulai memberikan mereka panduan bagaimana trik-trik agar perempuan memperoleh suara minimal. Jadi, strateginya.

Mesti belum mencapai 30 persen keterwakilan, tapi perempuan politik eksis di parlemen Indonesia. Apa yang dapat mereka lakukan untuk meningkatkan jumlah perempuan di parlemen?

Pertama, harus mendukung anggaran yang diajukan untuk melakukan pendidikan politik perempuan. Itu bentuk komitmen mereka sebagai perempuan anggota DPR.

Kedua, mengontrol apakah grand design itu dilaksanakan di daerah. Tanya panitia anggarannya. Pantau terus hingga agenda-agenda yang telah kami susun dilaksanakan dengan baik.