KPU mencatat pemilih pemuda (17-30 tahun) pada pemilu 2014 sebanyak 59,6 juta. Hal ini disadari aktivis muda dan hak asasi manusia (HAM), Afra Suci Ramadhan (25 tahun) sebagai potensi suara yang dapat membawa perubahan melalui pemilu. Selama ini banyaknya suara pemilih berusia pemuda hanya dijadikan objek suara. Dampaknya, tinggi partisipasi pemuda tak berpengaruh terhadap hak hidup pemuda beserta penegakan HAM terkait kejahatan negara masa lalu yang juga korbannya banyak usia muda.
Afra adalah salah satu pendiri Pamflet, organisasi nirlaba yang didirikan pemuda untuk memperkuat HAM di jaringan pemuda. Pamflet saat ini sedang mengerjakan program pendidikan politik kepada pemilih pemula menjelang Pemilu 2014 ini. Harapannya, hasil pemilu dapat membawa perubahan dan mendukung agenda-agenda penegakkan HAM. Berikut hasil wawancara Afra oleh jurnalis rumahpemilu.org, Heru Suprapto di Kemang, Jakarta Selatan (18/12).
Bagaimana partisipasi pemuda di Pemilu 2014?
Sebagai pemuda, terutama pemilih pemula, mereka punya keinginan berpartisipasi di dalam Pemilu 2014. Potensi suara mereka besar untuk mengawali perubahan sistem pemerintahan yang mendukung agenda-agenda HAM. Untuk itu, Pamflet berinisiatif melakukan pendidikan politik pemuda, yang seharusnya menjadi tugas partai.
Apa yang diharapkan pemuda pada Pemilu 2014?
Para pemuda berharap hak-hak dasar mereka, seperti pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan hak berekspresi dipenuhi pemerintahan terpilih. Pemilu menjadi awal bagi pemuda menentukan pilihan yang tepat untuk penegakkan HAM.
Namun, kami dari Pamflet menginginkan pemilih pemula atau pemuda dapat memilih dengan tepat calon legislator dan calon presiden di Pemilu 2014. Kami mengajak pemuda melihat dengan jelas caleg dan capres yang berpersepektif HAM.
Selain itu, kami menginginkan para legislator dan presiden yang terpilih nanti mau menyelesaikan pelanggaran HAM masa lalu yang telah meninggalkan luka mendalam.
Bagaimana hak memilih di pemilu dalam perspektif HAM?
Di dalam gerakan HAM, hak memilih atau tak memilih di pemilu merupakan bagian dari HAM. Kita diberi kebebasan untuk memilih partai atau figur siapa saja, sekalipun kita juga diberi kebebasan untuk tak memilih siapapun. Yang paling penting di gerakan kami adalah soal kesadaran politik pemudanya.
Untuk itu, pentingnya pendidikan politik bagi pemuda. Partai tak menyentuh ranah itu. Dampak besarnya dari minimnya interaksi dari partai dengan konstituennya adalah semakin memperkuat antipati politik masyarakat. Tak heran jumlah golput bisa meningkat. Hal ini semestinya harus diantisipasi partai dengan meningkatkan partisipasi politik pemilih pemuda.
Perspektif HAM ditekankan juga di Pemilu 2004 dan 2009. Tapi tak signifikan terhadap hasil pemerintahan terpilih. Apa siasat komunitas pemuda agar Pemilu 2014 berdampak pada penegakkan HAM?
Kami memikirkan strategi untuk memberikan informasi guna membangun kesadaran pemuda dalam memilih nanti. Kami akan mengonsolidasikan pemuda dalam proyek 596 ini. Kami bersama jejejaring akan membuat daftar caleg bersih dan meteran politik. Di sana akan memuat profil caleg dengan rating penilaian, dan upaya pemantauan pemilu.
Upaya-upaya itu kita hubungkan dengan para pemuda. Kami yakin pemuda begitu menggebu soal politik dan ideologi. Sayang sekali, antusiasme mereka yang tinggi tak dibarengi pendidikan politik dari partai. Tak ada satu pun pendidikan politik diselenggarakan partai untuk pemuda. Kalau pun namanya ada, tetapi isinya tak sesuai.
Kenapa partai tak melihat pemuda sebagai segmentasi politik potensial?
Mereka tak mau susah dan kurang memperhitungkan suara pemilih pemula. Mereka lebih mementingkan upaya kampanye umum dan kurang memperhatikan isu-isu HAM. Mereka lebih disibukkan dengan mencari sumber dana yang banyak, kurang memberikan pendidikan politik ke masyarakat.
Bagaimana pandangan pemuda terhadap partai?
Saat ini pemuda cenderung melihat figur yang mencolok dibandingkan partai. Hal ini mempengaruhi minat pemuda berpartisipasi di pemilu. Partai-partai yang ada sampai saat ini kurang mendekatkan diri ke pemuda. Sehingga, pemuda menjadi kurang simpatik kepada partai.
Apalagi, hampir semua partai tak memiliki ideologi jelas. Partai menjadi kurang memiliki kesungguhan di dalam memperjuangkan hak-hak rakyat. Terutama kepentingan pemuda sering diabaikan. Misalnya saja, kami sedang mengadvokasi penghapusan Ujian Nasional (UN), sedikit sekali dari kalangan partai yang mendukung kami. Padahal UN, sangat mengena ke kepentingan pemuda.
Bagaimana pemuda melihat caleg muda? Apa ada kecenderungan pemuda memilih caleg muda?
Kami belum punya riset soal itu. Kebanyakan pemuda lebih memilih orang-orang yang sering terlihat di media. Caleg-caleg muda kurang dikenal di masyarakat. Kami juga coba memastikan caleg-caleg muda yang ada memiliki perspektif dan dukungan bagi penegakkan HAM. [HS]