Antisipasi Penundaan Total Pilkada

KPU memutuskan menunda empat tahapan Pilkada 2020 untuk antisipasi penyebaran Covid-19 yang disebabkan virus korona baru. Kendati begitu, KPU juga didorong siapkan berbagai skenario jika seluruh tahapan ditunda.

Komisi Pemilihan Umum memutuskan menunda pelaksanaan empat tahapan Pilkada 2020 untuk mengantisipasi penyebaran Covid-19 yang disebabkan virus korona baru. Kendati begitu, KPU juga didorong menyiapkan berbagai skenario lanjutan, termasuk opsi penundaan seluruh tahapan pilkada apabila masa keadaan darurat tertentu wabah Covid-19 diperpanjang oleh pemerintah.

Sebelumnya, Badan Nasional Penanggulangan Bencana sudah menetapkan masa status keadaan tertentu darurat bencana Covid-19 pada 29 Februari-29 Mei 2020. Sejumlah pemerintah daerah juga sudah menetapkan status tanggap darurat bencana Covid-19.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengambil keputusan penundaan empat tahapan pilkada dalam rapat pleno, Sabtu (21/3/2020) malam. Empat tahapan itu ialah pelantikan Panitia Pemungutan Suara (PPS), verifikasi syarat dukungan calon perseorangan, pembentukan Panitia Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP), serta kerja pemutakhiran dan penyusunan daftar pemilih. Tahapan tersebut sedianya berlangsung Maret-Mei 2020.

Pada Minggu dini hari, KPU kemudian mengedarkan Keputusan KPU RI Nomor 179/ PL.02-Kpt/01/KPU/III/2020 terkait penundaan tahapan itu kepada KPU di daerah, yang juga diturunkan dalam kebijakan teknis berupa Surat Edaran KPU RI No 8/2020.

“Empat tahapan yang ditunda itu ialah pelantikan Panitia Pemungutan Suara (PPS), verifikasi syarat dukungan calon perseorangan, pembentukan Panitia Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP), serta kerja pemutakhiran dan penyusunan daftar pemilih”

Anggota KPU RI, Hasyim Asy’ari, mengatakan, terdapat beberapa anggota KPU kabupaten/kota yang sudah terdampak virus korona baru dan berstatus positif Covid-19, serta ada pula yang menjadi orang dalam pengawasan (ODP) dan pasien dalam pengawasan (PDP). ”Ini bukan potensi, melainkan sudah aktual sebagai bentuk gangguan terhadap penyelenggaraan Pilkada 2020,” katanya.

Terkait keputusan penundaan sebagian tahapan pilkada, anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), M Afifuddin, Minggu di Jakarta, mengatakan, hal itu sesuai dengan rekomendasi yang dikeluarkan Bawaslu, pekan lalu. Bawaslu antara lain meminta KPU membuat langkah antisipasi terhadap penyelenggaraan pemilihan yang terdampak situasi terkini serta kebijakan pemerintah dan pemerintah daerah.

”Poin itu sebenarnya menuju ke arah pertimbangan menunda tahapan terdekat, seperti verifikasi faktual untuk calon perseorangan dan coklit (pencocokan dan penelitian) daftar pemilih,” katanya.

Menurut Afifuddin, semua pihak harus memikirkan bersama kelanjutan tahapan sembari melihat perkembangan wabah korona. Di sisi lain, opsi menunda keseluruhan tahapan Pilkada 2020 juga dimungkinkan jika penyebaran Covid-19 di Indonesia memburuk.
”Intinya keselamatan rakyat, penyelenggara, ataupun pengawas Pilkada 2020 menjadi perhatian penting,” ucapnya.

Pertimbangkan perppu

Anggota Bawaslu, Fritz Edward Siregar, mengatakan, empat tahapan yang ditunda KPU merupakan tahapan krusial dalam berjalannya pilkada. Penundaan pelantikan PPS, misalnya, menandakan tidak adanya penyelenggara di tingkat kelurahan/desa. Di sisi lain, penundaan coklit data pemilih dan verifikasi faktual calon perseorangan berdampak pada tidak diketahuinya jumlah pemilih terverifikasi ataupun calon perseorangan yang ikut berkontestasi dalam Pilkada 2020.

”Siapa yang bisa memastikan sampai kapan pandemi ini berakhir, misalnya. Apakah sampai Mei, Juni, atau Juli. Sementara semua tahapan itu merupakan tahapan dasar pilkada. Jika penundaan tidak bisa dipastikan sampai kapan berakhir, ada potensi seluruh tahapan pilkada ditunda karena pasti tahapan untuk 23 September tidak akan terkejar,” tutur Fritz.

Menurut dia, setelah keluar keputusan KPU mengenai penundaan tahapan pilkada, idealnya pemerintah mempertimbangkan pula untuk mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) penundaan tahapan pemungutan suara sebagai antisipasi penyebaran Covid-19.

Perppu dibutuhkan karena waktu pemungutan suara ditetapkan berlangsung pada September 2020, dalam Pasal 201 Ayat (6) UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

Hasyim mengatakan, opsi perppu terbuka jika penundaan tahapan Pilkada 2020 melampaui hari pemungutan suara, yakni 23 September 2020. ”Penundaan menjadi wewenang Presiden Jokowi dan DPR RI sebagai pembentuk UU. Mekanismenya bisa revisi UU atau menerbitkan perppu,” katanya.

“Sepanjang ada alasan rasional yang kuat untuk menunda pilkada atau tahapan tertentu dalam pilkada, hal itu dibolehkan saja. Kondisi saat ini pun bisa dipahami sebagai situasi yang tidak normal karena tahapan pilkada berlangsung di tengah pandemi penyakit yang bisa membahayakan manusia”

Mekanisme penundaan pilkada, menurut Hasyim, dilakukan bertingkat dari Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) kepada KPU kabupaten/kota, lalu KPU kabupaten/kota kepada KPU provinsi, dan KPU provinsi kepada KPU RI sebagaimana diatur UU Pilkada.

Pengajar ilmu politik Universitas Paramadina, Jakarta, Djayadi Hanan, mengatakan, sepanjang ada alasan rasional yang kuat untuk menunda pilkada atau tahapan tertentu dalam pilkada, hal itu dibolehkan saja. Kondisi saat ini pun bisa dipahami sebagai situasi yang tidak normal karena tahapan pilkada berlangsung di tengah pandemi penyakit yang bisa membahayakan manusia.

Pendiri Network for Democracy and Electoral Integrity, Hadar Nafis Gumay, menghargai kebijakan KPU. Sebab, selain harus menyelenggarakan pemungutan suara demokratis, KPU juga mesti memperhatikan keselamatan semua pihak. KPU, kata dia, hendaknya menyiapkan skenario penundaan Pilkada 2020 secara keseluruhan atau menggeser waktu pilkada. KPU perlu segera membahasnya dengan DPR dan pemerintah. (REK/NAD)

Dikliping dari artikel yang terbit di harian Kompas. https://kompas.id/baca/polhuk/2020/03/23/antisipasi-penundaan-total/