August 8, 2024
Dahlia Umar

Dahlia Umar: Bukan Soal Serentaknya, Tapi Teknis Pemilunya

Ketua Network for Indonesia Democratic Society (Netfid), Dahlia Umar memiliki keyakinan bahwa revisi Undang-Undang (UU) Pemilu di masa pandemi dan dalam waktu terbatas tak akan menghasilkan UU Pemilu berbobot yang berisi pelbagai substansi perubahan yang diharapkan oleh para pegiat pemilu dan akademisi politik dan kepemiluan. Dahlia juga memandang bahwa Pilkada Serentak dapat tetap dilaksanakan pada 2024, di tahun yang sama dengan Pemilu Serentak, dengan penyederhanaan teknis pemilu yang diperlukan.

Simak pandangan Dahlia Umar yang disampaikan pada diskusi daring “Gaduh Keserentakan Pemilu”, Kamis (4/2), dalam bentuk wawancara.

Bagaimana pandangan Netfid terkait revisi UU Pemilu yang digagas oleh DPR?

Menurut kami, instrumen yang harus diselesaikan di revisi itu banyak, tidak hanya soal keserentakan. Hukum pemilu, sistem pemilu, kelembagaan penyelenggara pemilu, dan lainnya. Jadi, pekerjaan rumah DPR dan Pemerintah itu banyak.

Nah, kalau terburu-buru membahasnya, nanti semuanya jadi bersifat transaksional. Pembahasannya jadi pasal per pasal dan tidak komprehensif. Tadi Netfid juga ada diskusi soal ini, nah dari DPR bilang, memang, kelemahan revisi UU Pemilu, kalau DPR sendiri yang mengusulkan, sulit tercapai pemahaman. Beda dengan kalau revisi diusulkan oleh Pemerintah.

Memang ideal revisi UU pemilu, tapi harus rasional dengan waktu yang sangat mepet. Yang saya lihat dalam satu tahun terakhir, progres soal RUU Pemilu itu sampai sekarang baru ada dua yang berhasil berubah dalam diskusi RUU Pemilu. Pertama, soal parliamentary threshold dari 7 persen jadi 5 persen. Kedua, dari (proporsional) tertutup menjadi terbuka. Di luar (isu) itu, banyak fraksi yang tetap pada pendiriannya.

Jadi, poinnya, saya setuju revisi, tapi revisi menyeluruh dan melibatkan banyak pihak, juga menggunakan kajian yang panjang. Bukan hanya revisi untuk mencapai kesepakatan antar fraksi. Iya itu penting, tapi DPR harus punya visi penataan pemilu yang lebih baik ke depan. Nah, itu butuh waktu pembahasan yang panjang. Jangan dipaksa dalam waktu dekat.

Jika tidak direvisi, berarti tak ada Pilkada di tahun 2022 dan 2023. Apa pendapat Ibu terkait Pemilu Serentak lima kotak di 2024 ditambah 548 Pilkada Serentak di tahun yang sama?

Memang kalau pemilu lima kotak itu bebannya berat, harus diimbangi dengan penyederhanaan Form Berita Acara (BA) di TPS. Kemarin kan Form BA itu tidak sederhana. Itu yang berdampak pada lamanya waktu petugas mengadministrasi pemilu di TPS, yang kemudian menyebabkan banyak petugas yang sakit dan meninggal dunia.

Kemudian, begini, pemilu serentak dan kepala daerah, bebannya kan lebih ke pileg dan pilpres, bukan pilkadanya. Karena, pilkada gak terlalu rumit. Apalagi kalau pilkada kan dibebankan ke KPUD masing-masing. Jadi, itu terlihat berat, tapi KPU sebetulnya cukup mengkoordinir saja. Selebihnya bisa didelegasikan kepada KPU Daerah.

Bebannya memang kalau Pilkada Serentak 2024, akan ada banyak penjabat yang harus diangkat. Tapi sebenarnya sama saja kalau Pilkada Serentaknya 2022 dan 2023, lalu pemilu serentak nasional 2024 dan pilkada serentak 2027, akan ada banyak penjabat yang diangkat dalam masa 2025 dan 2027. Karena, kan nasional 2024 lokal 2027. Jadi, pejabat yang sekarang terpilih, nanti 2025 selesai, nanti akan ada penjabat sementara untuk 2025-2027.

Nahm keuntungannya, kalau pemilu pilkada di satu tahun yang sama, maka kontestasi dan pertentangan politik pemilu hanya terjadi di tahun 2024 saja. Tidak di 2022 dan 2023, lalu 2024. Jadi, setiap tahun partai politik harus meluangkan energinya untuk banyak pemilihan. Begitu juga penyelenggara pemilu.

Juga ada efisiensi anggaran karena hanya mengeluarkan anggaran dalam satu tahun pemilu, dengan satu kali rekrutmen penyelenggara pemilu adhoc dan kegiatan pendataan pemilih. Tinggal di-update, KPU kan sekarang sedang transformasi menuju pendataan pemilih berkelanjutan.

Pengelolaan SDM juga akan lebih maksimal. Kalau memang pemilu serentak seluruhnya, DPR punya waktu panjang untuk mengelola sistem pemilu yang diambil, dan ada banyak waktu untuk mencapai musyawarah dan mufakat.

Bagaimana dengan beban KPUD yang mesti menyelenggarakan tahapan Pilkada Serentak yang beririsan dengan Pemilu Serentak lima kotak pada saat yang sama?

Pada saat penyelenggaraan Pilkada Serentak 2018 juga bersinggungan dengan tahapan Pemilu Serentak 2019, yaitu verifikasi partai politik dan pendaftaran pemilih. Sebenarnya KPU terbiasa juga dengan tahapan yang bersinggungan antara Pilkada dengan Pemilu. Kalau Pilkadanya 2023, ada tahapan yang akan bersinggungan juga.

Banyaknya jenis pemilu dalam satu tahun yang sama dikhawatirkan membuat pemilih kebingungan karena ada terlalu banyak kandidat yang harus dipilih. Apa pendapat Ibu soal hal tersebut?

Menurut saya, soal kebingungan pemilih, itu karena sistem pemilu kita yang rumit. Proporsional daftar terbuka bikin surat suara jadi besar, partainya juga banyak. Itu yang membuat pemilih butuh waktu untuk memilih di TPS. Makanya harus sosialisasi dengan lebih baik.

Jadi, bukan karena keserentakkannya yang membuat pemilih bingung. Harus dianalisa juga apa yang membuat petugas lama membuat Form BA. Apakah Form-nya rumit atau pemilunya yang cukup rumit. Kalau bisa disederhanakan Form BA itu, lalu kesehatan petugas dipastikan, saya rasa tidak masalah. Jangan-jangan masalahnya bukan pada keserentakkannya, tapi pada teknis penyelenggaraannya.

Pemilu serentak lima kotak merupakan desain pemilu serentak yang ideal menurut Ibu?

Secara hukum, varian pemilu serentak kan banyak. Kalau serentak seperti Pemilu 2019, itu dalam Putusan MK masuk kategori serentak juga. Tapi itu tidak ideal, yang ideal yang ada kongruensi antara pemilu dan pilkada. Maksudnya, komposisi partai di parlemen sesuai dengan eksekutif yang terpilih.

Jadi, ketika pilpres dan pileg dibarengkan, pemilih bisa memilih kandidat yang visinya sama. Kongruensi di tingkat lokal juga perlu. Nanti komposisinya akan sama antara mayoritas partai di parlemen dengan partai yang mengusung kepala daerah terpilih.

Nah, desain pemilu serentak yang ideal itu, apakah siap di 2024 atau 2027? Dan RUU Pemilu selesai di tahun ini atau tidak? Kalau selesai tahun ini ya silakan, tapi saya lihat DPR belum punya visi yang jelas untuk memperbaiki RUU Pemilu secara menyeluruh.