August 8, 2024

Daniel Zuchron: Pemilu Milik Masyarakat, Bukan Hanya Penyelenggara dan Peserta

Lembaga penyelenggara pemilu dalam fungsi pengawasan ditambah kewenangannya berbentuk Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Republik Indonesia. Strukturnya menjangkau hingga kabupaten/kota dengan komando berstandar nasional di pusat.

Selain itu, kewenangan untuk melibatkan masyarakat turut serta mengawasi penyelenggara pemilu dan keikutsertaan peserta pemilu diperluas menyertai kewenangan penyelesaian sengketa pemilu.

Berikut hasil wawancara Usep Hasan Sadikin dari Rumahpemilu.org dengan Pimpinan Bawaslu RI, Daniel Zuchron di Kantor Bawaslu RI terkait pelaksanaan fungsi pengawasan dan tambahan kewenangan Bawaslu di Pemilu 2014.

Bawaslu RI melakukan pelibatan antar pihak di masyarakat dalam pengawasan pemilu dan pilkada, bagaimana hasilnya?

Dari hasil dan evaluasi yang kami lakukan, bagus. Meski ada beberapa yang kurang. Tetapi yang perlu ditekankan, mereka itu kan bukan tenaga yang memang dipersiapkan secara khusus. Ada kesadaran dan kepedulian dari mereka sehingga mau ikut. Pemilu ini bukan milik penyelenggara atau peserta saja, tapi milik semua.

Bisa dibilang, Bawaslu diperbantukan. Ada yang dari perguruan tinggi dan organisasi masyarakat. Ini ditujukan bagi warga negara yang memiliki kesadaran. Keterlibatan mereka sudah mulai di tahap verifikasi partai peserta pemilu. Mereka bisa bekerja berdasarkan intruksi Bawaslu.

Laporan mereka masuk. Misal, untuk mengakses data-data KPU Kabupaten/Kota dalam hal verifikasi factual, mereka mengirim hasilnya. Mereka mengikuti KPU ke kantor, ke partai. Juga yang terkait faktual keanggotaan partai. Mereka juga melakukan sampel atas hasil yang sudah dibuat KPU.

Standar pengawasannya bagaimana?

Tentu ada standar. Kalau tidak standar, pasti laporannya berbeda-beda. Kalau tak sama tak akan bisa ditarik kesimpulan. Generalisasinya tak ada. Standar penting karena kita tangani seluruh provinsi. Bahkan untuk Aceh pun ada teman-teman unsur masyarakat yang terlibat.

Oleh karena itu standar, format, fomulir, ceklis, semuanya pasti ada. Semua dari Bawaslu sebagai alat kerja mereka. Dan itulah dasar mereka memberikan laporan. Sehingga Bawaslu bisa memberikan laporan.

Maaf, bisa lebih dijelaskan nilai strategis pelibatan masyarakat dalam pengawasan pemilu itu seperti apa?

Pada dasarnya pengelolaan dari pihak bukan struktur pengawas, sebenarnya menjadi sumber daya cadangan dan tambahan. Di satu sisi, Bawaslu membutuhkan karena Bawaslu punya keterbatasan. Tapi  di sisi lain, ini memberikan kesempatan terhadap mereka untuk langsung terlibat dalam kerja-kerja pemilu.

Makanya yang kemarin Bawaslu minta itu adalah dari teman-teman lembaga pemantau dan perguruan tinggi. Karena itu sumber daya yang tak pernah habis. Mereka dilatih dan disiapkan lebih untuk mengawasi pemilu.

Tapi mereka fokus untuk beberapa aspek. Tak sampai diberikan beban untuk bidang khusus. Untuk memberikan informasi, tidak. Karena itu bukan tugasnya. Bukan wewenangnya. Hak mereka sebagai akademimsi, mahasiswa, pamantau, tak melebur di kerja-kerja Bawaslu.

Bawaslu di Pemilu 2014 diberi kewenangan menyelesaikan sengketa pemilu. Pelibatan masyarakat dalam pengawasan di lapangan dijadikan pertimbangan penentuan keputusan sengketa?

Ya. Bawaslu memiliki keyakinan untuk menghadapi sengketa partai politik karena ada potret-potret hasil pengawasan itu. Laporannya masuk. Kalau Bawaslu ngawur dalam pengawasan misalnya, Bawaslu tak memiliki kemampuan menyelesaikan sengketa. Dari 17 sengketa yang masuk, mungkin Bawaslu akan loloskan semua.

Pada dasarnya, sengketa itu kan, orang yang kalah datang ke lembaga yang berkewenangan. Bercerita apa adanya semuanya. KPU harus juga bisa menjelaskan kenapa. Bawaslu kan harus memberikan keputusan. Tetapi faktanya kita hanya memberikan kesempatan kepada satu partai politik (Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia).

Selebihnya memang tak layak. Partai tak lolos harus cari upaya hukum lanjutan karena bagi Bawaslu dan KPU partai-partai tersebut tak memenuhi syarat. Sudah benar KPU di situ. Dari 17 yang datang ke Bawaslu, ya untuk menilai 16 KPU memang sudah benar. Ke-16-nya memang tak diloloskan. Begitu logika pengambilan kesimpulannya.

Dari pemberitaan, kami mengetahui program Awaslupadu (Pengawasan Pemilu Terpadu) bisa lebih dijelaskan, dan bagaimana perkembangannya?

Awaslupadu itu program one stop service. Layanan satu atap. Ini menghubungkan seluruh elemen di luar Bawaslu dalam bekerjasama melayani, sinergi, menindaklanjuti. Tak hanya kampus dan masyarakat sipil. Ada ormas. Ada komisi negara. Semuanya untuk memberikan pengawasan. Dikumpulkan.

Jadi Awaslupadu merupakan judul bagaimana Bawaslu bisa menjadi payung untuk pihak-pihak berkepentingan atas informasi pengawasan pemilu yang baik.

Rencana Bawaslu ke depan?

Kita pasti akan terus melibatkan masyarakat mengawasi pemilu. Pemilu ini milik kita bersama. Setiap tahapan berbeda polanya. Ada tahapan yang massif seperti tahap pencoblosan.

Ada juga tahapan khusus. Soal dana kampanye misalnya. Ini aspek khusus. Ada aspek-aspek data. Perlu orang atau lembaga khusus. Tapi bukan berarti Bawaslu malah menyerahkan kerja pengawasan. Lah, Bawaslu yang diberikan mandat.

Ada aspek-aspek politik. Ada yang teknis. Ada yang murni hukum. Ini kan harus dikelola. Jadi ada persyaratan. Dialog harus terus-menerus dilakukan. Bawaslu mengelolanya.

Melalui pengalaman pengawasan, masyarakat akan memahami dan peduli dengan pemilu. Experience is the best teacher. Masyarakat pemilik pemilu ini. Kita semua punya hak suara. Pemilik kedaulatan kan warga negara. Pemilu akan menentukan pemimpin terpilih. Eksekutif dan legislatif. [Usep]