Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) mengeluarkan rilis menanggapi kembali bekerjanya anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Evi Novida Ginting. DKPP menyampaikan beberapa pernyataan, salah satunya mengingatkan kepada KPU untuk mengutamakan integritas dibanding mempertahankan jabatan.
“…mengawal integritas penyelenggaraan pilkada harus diutamakan daripada kepentingan individu untuk sekedar mempertahankan jabatan,” tertulis Rilis Resmi DKPP yang ditandatangi Ketua DKPP, Muhammad (24/8).
Selengkapnya isi rilis tersebut berisi tiga hal. Pertama, tentang rekayasa sosial etika penyelenggara pemilu. Kedua, menilai keputusan Presiden. Ketiga, soal pengingatan kepada KPU.
- Pembentuk undang-undang telah berhasil melakukan social engineering membangun sistem etika penyelenggara pemilu dengan membentuk lembaga DKPP yang berwenang memeriksa pelanggaran kode etik dengan putusan yang bersifat final dan mengikat;
- Keputusan Presiden No.83/P Tahun 2020 sudah tepat. Presiden konsisten melaksanakan UU No.7 Tahun 2017 bahwa putusan DKPP final dan mengikat tidak dapat dianulir oleh PTUN.
- Terkait kebijakan KPU sebagaimana tertuang dalam Surat No.663/SDM. 13-SD/05/KPU/VIII/2020 tanggal 18 Agustus 2020 yang isinya meminta Evi Novida Ginting aktif kembali melaksanakan tugas sebagai anggota KPU periode 2017-2022 adalah menjadi tanggungjawab Ketua dan Para Anggota KPU. Kepentingan mengawal integritas penyelenggaraan Pilkada harus diutamakan dari pada kepentingan individu untuk sekedar mempertahankan jabatan.
Isu rilis tersebut ditekankan pada konteks Pilkada 2020 ke depan. Ada 270 daerah yang menyelenggarakan pilkada, 9 provinsi, 37 kota, dan 224 kabupaten. Artinya hampir 1.000 anggota KPU di daerah yang akan membuktikan integritas etika penyelenggara pemilu pada Pilkada 2020.
Data dari DKPP, pada 2019 terdapat 650 aduan. 319 aduan pada 2018 dan 331 aduan pada 2019. 63,3% terkait Pemilu 2019 dan sisannya, lebih banyak mengenai Pilkada 2018.
Semua aduan tersebut melibatkan 2.455 penyelenggara Pemilu sebagai Teradu. 52,3 persen mendapat sanksi dan 47,7 persen direhabilitasi. Sebanyak 1.170 penyelenggara mendapatkan rehabilitasi. 632 penyelenggara pada 2018 dan 387 penyelenggara pada 2019.
1.019 penyelenggara mendapatkan sanksi peringatan. Kategori sanksi ini merupakan yang terbanyak dibanding kategori sanksi yang lain. Ada 19 anggota diberhentikan sementara sedangkan yang diberhentikan tetap ada 12 anggota penyelenggara. []