Empat pasal dalam Rancangan Undang-undang (RUU) Penyelenggaraan Pemilu terkait teknis pemilihan pada pemilu legislatif dinilai berpotensi besar menghilangkan hak suara pemilih. Empat pasal tersebut yakni Pasal 318 ayat (2), Pasal 329 ayat (1) huruf (b), Pasal 362 ayat (2), dan Pasal 401.
Empat pasal tersebut mengarahkan pemilih untuk hanya mencoblos pada gambar atau nomor urut partai, bukan pada gambar atau nomor urut calon. Hal ini akan menyebabkan banyak suara terbuang apabila penyelenggara tidak melakukan sosialisasi intensif mengenai cara memilih yang benar pada pemilihan legislatif (pileg).
“Di RUU ini, tepatnya pada Pasal 329 ayat (1) huruf (b), kertas suara yang dianggap sah adalah kertas yang bukti pencoblosannya ada pada gambar partai atau nomor urut partai. Sedangkan pemilih yang mencoblos pada gambar atau nomor urut calon dinyatakan tidak sah,†jelas Ketua Konstitusi dan Demokrasi (Kode) Inisiatif, Veri Junaidi, pada diskusi “22 Pasal Inkonstitusional dalam RUU Penyelenggaraan Pemiluâ€, di Menteng, Jakarta Pusat (3/11).
Veri kemudian mengatakan bahwa pengaturan yang mengamcam terbuangnya suara pemilih tersebut telah melanggar daulat rakyat yang tertuang dalam konstitusi. Mahkmah Konstitusi (MK), dalam putusan No.22/PUU-VI/2008, menyatakan bahwa keterpilihan harus didasarkan pada suara terbanyak sesuai dengan pilihan rakyat.
“Jangan sampai suatu sistem yang diciptakan mengabaikan suara rakyat yang telah datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS). Ini inkonstitusional dan potensial dibatalkan MK. Jangan membuat pengaturan yang sia-sia,†tukas Veri.