November 15, 2024

Fadli Ramdhanil: Penggunaan Teknologi Pemilu Harus dari Kebutuhan Penyelenggara, Bukan Cuma DPR

Salah satu pandangan Komisi II DPR, anggota KPU 2017-2022 berkomitmen menerapkan teknis pemilihan elektronik (e-voting) dalam Pemilu Serentak 2019. Pandangan ini dihubungkan uji kelayakan dan kepatutan di DPR sebagai tahap akhir keterpilihan anggota KPU. Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Fadli Ramadhanil berpendapat, pandangan Komisi II itu memaksakan. Berikut penjelasannya (20/2).

DPR ingin anggota KPU 2017-2022 berkomitmen menerapkan e-voting untuk pemilu 2019. Pendapat anda?

Ini cara berpikir yang terbalik. Jika keinginannya dari DPR, teknologi pemilu justru terkesan dipaksakan untuk masuk ke dalam penyelenggaraan pemilu.

Jika terbalik, seharusnya?

Penggunaan teknologi pemilu harus dari kebutuhan penyelenggara pemilu, bukan cuma DPR. Pembuat undang-undang, khususnya Pansus RUU Penyelenggaraan Pemilu, perlu mengigat, pemungutan dan penghitungan suara selama ini hampir sama sekali tidak menjadi persoalan penyelenggaraan pemilu. Pengadaan e-voting mau memberikan solusi terhadap sesuatu yang bukan permasalahan.

Apa resikonya jika e-voting diterapkan nanti di 2019?

Sekarang ini, keinginan penerapan e-voting hanya berdasar kesiapan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Tentu sangat berisiko. Pemahaman dan penerapaan teknologi pemilu tak bisa dipaksakan begitu saja.

Tak cukup kah dari kesiapan dan pengalaman BPPT?

Pengalaman uji coba teknologi e-voting baru di tingkat pilkades dan beberapa sampel di pilkada. Sedangkan 2019 merupakan pemilu serentak sekala nasional. Menggabungkan Pilpres, pemilu DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota. Jauh lebih kompleks.

Sebetulnya, ada masalah dan kebutuhan apa mengenai pemungutan dan penghitungan suara?

Saya ulangi, pemungutan dan penghitungan suara di TPS selama ini hampir sama sekali tidak menjadi persoalan penyelenggaraan pemilu. Permasalahan yang genting diatasi adalah, rekapitulasi di tingkat PPS (Panitia Pemungutan Suara) dan PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan). Ini titik manipulasi suara dan kecurangan selama ini.

Teknologi pemilu apa yang bisa menjawab?

Teknologi untuk merekapitulasi hasil di TPS lalu dikirim cepat dan direkap ke tingkat Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota. Kebutuhan kecepatan pemilih terhadap hasil suara terjawab dan kepercayaan terhadap hasil pemilu pun terjaga. []