September 13, 2024

Ferry Daud Liando: Dicari Anggota KPU Kabupaten/Kota yang “Siap Pakai”

Redaksi rumahpemilu.org mewawancarai Daud Ferry Liando, akademisi Universitas Sam Ratulangi yang menjadi salah satu anggota Tim seleksi (Timsel) calon anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) di tujuh kabupaten/kota di Sulawesi Utara. Redaksi mengulik pendapat Ferry terkait proses seleksi dan calon penyelenggara pemilu seperti apa yang patut diloloskan.

Simak wawancara redaksi dengan Ferry.

 

Selamat siang, Pak. Bapak dipilih menjadi salah satu anggota Timsel calon anggota KPU untuk 7 kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Utara, yakni Bolaang Mongondow Selatan, Bolaang Mongondow Timur, Minahasa, Minahasa Utara, Bitung, Manado, dan Tomohon.  Penyelenggara pemilu seperti apa yang dibutuhkan untuk konteks wilayah ini?

Dinamika politik di semua daerah di Indonesia relatif sama, yaitu ketat dan nyaris tidak berproses secara wajar karena tujuannya mendapatkan atau mempertahankan kekuasaan. Biasanya, dinamika politik suatu daerah memiliki kecenderungan mempengaruhi dinamika penyelenggara. Nah, inilah yang harusnya mampu ditangkap oleh calon penyelenggara pemilu di kabupaten.kota, yang sangat dekat dengan konflik kepentingan di daerah.

Kebutuhan untuk wilayah Sulawesi Utara, sama seperti wilayah lainnya, penyelenggara baru harus bisa meneruskan tahapan Pilkada dan Pemilu 2019 yang berhimpitan. Anggota KPU “siap pakai” dibutuhkan karena mereka tidak punya banyak waktu untuk pembekalan dan bimbingan teknis. Kami mencari orang-orang yang mampu mengerjakan tugas-tugas darurat itu.

Di Minahasa contohnya, KPUD akan dilantik pada 26 Juni, sementara pencoblosan Pilkada dilakukan pada 27 Juni. Jadi, segera setelah dilantik, mereka berhadapan dengan penyediaan logistik dan koordinasi dengan penyelenggara ad hoc di bawahnya.

Ingat! Volume kerja di 2018 ini meningkat, tetapi jumlah anggota KPU kabupaten.kota di Sulawesi Utara berkurang dari lima menjadi tiga. Ini tantangan berat bagi penyelenggara pemilu baru.

Berbicara mengenai kapasitas dan kemampuan. Kemampuan apa yang harus dimiliki oleh setiap calon anggota KPU kabupaten/kota?

Undang-Undang (UU) No. 7/2017 secara tegas mengatakan bahwa penyelenggara itu harus punya kemampuan manajerial kepemiluan, independen, serta punya moralitas dan integritas yang baik. Namun, Timsel harus menyeleksi penyelenggara yang tidak sekedar memenuhi ketentuan di atas, tapi seperti yang tadi saya katakan, yang “siap pakai”. Penyelenggara harus menguasai teknis kepemiluan.

Pada intinya, kami mencari yang profesional dan berintegritas. Orang-orang pilihan yang tangguh, tidak memihak, memiliki vitalitas yang kuat, dan berkomitmen mengawal demokrasi.

Apakah akan mengutamakan keterwakilan 30 persen perempuan di dalam komposisi anggota KPU kabupaten/kota? Tujuh daerah yang akan Bapak seleksi, jumlah anggota masing-masing adalah tiga, apakah berkomitmen agar ada satu perempuan di antara tiga?

Sepanjang calon perempuan yang dimaksud adalah mereka yang memiliki kriteria sebagaimana yang diamanatkan oleh UU No.7/2017 yang telah saya sebutkan di awal,  tentu hak mereka tidak bisa dibatasi. Negara membutuhkan peran perempuan, tetapi penting menjaring perempuan yang memenuhi kriteria di UU.

Kalau disabilitas, bagaimana? Tadi Bapak menyebutkan harus memiliki vitalitas yang baik. Apakah disabilitas menurut Bapak ada di dalam kategori vitalitas yang baik tersebut? Bagaimana jika ada warga negara dengan disabilitas yang mendaftarkan diri sebagai anggota KPU kabupaten/kota?

Konstitusi kita menyebutkan bahwa setiap warga negara memiliki kedudukan dan hak yang sama. Jadi, sepanjang yang bersangkutan memenuhi syarat sebagaimana UU Pemilu, maka akan kami akomodir.

Namun demikian, ada tantangan bagi disabilitas di daerah-daerah yang sedang melaksanakan tahapan. Komisioner baru akan langsung berhadapan dengan kerja-kerja lapangan, kerja-kerja fisik dan kerja-kerja teknis. Apalagi jumlah penyelengaranya kan sekarang tiga, sehingga menyulitkan para disabilitas untuk menyediakan diri pada tugas-tugas itu. Ditambah, kerja penyelenggara di kabupaten/kota sedang menumpuk akibat Pilkada 2018 dan Pemilu 2019 yang berhimpitan.

Jadi, disabilitas dikhawatirkan tidak siap pada kerja-kerja lapangan dan kerja-kerja fisik sebagai anggota KPU kabupaten/kota di tengah penyelenggaran Pilkada dan Pemilu yang berhimpitan ini?

Ya. Dalam kondisi seperti sekarang akan sulit bgai disabilitas untuk menyesuaikan diri. Namun demikian, ruang bagi disabilitas sebagai penyelenggara pemilu tetap perlu difasilitasi. Di tingkat provinsi itu sepertinya sangat ideal untuk disabilitas, karena penyelenggara di tingkat provinsi hanya sebagai supervisi dan perpanjangan tangan KPU pusat di daerah dalam menjalankan fungsi-fungsi koordinasi. Kalau di tingkat kabupaten/kota, ini lebih banyak tugas fisik, teknis, dan lapangan.

Baik. Selanjutnya, mengenai isu anggota KPU kabupaten/kota titipan. Beberapa aduan melaporkan bahwa persamaan latar belakang organisasi anggota Timsel dengan calon anggota KPU menjadi alasan terpilihnya snag calon. Bagaimana menurut Bapak?

Saya terpilih dari unsur akademisi yang mengkaji kepemiluan. Saya tahu persis salah satu faktor yang mengganjal lahirnya penyelenggara profesional salah satu faktornya adalah kondisi penyelanggara yang tidak profesional dan keberpihakan pada golongan tertentu.

Saya, sebagai anggota Timsel, harus patuh pada ketentuan UU dan punya tanggung jawab moril sebagai orang kampus. Prinsip saya, penyelenggara pemilu harus profesional, BUKAN proporsional atau representasi golongan masyarakat. Penyelenggara bukan perwakilan identitas kelompok-kelompok tertentu.

Akan tetapi, sebagai Timsel, kami mesti objektif. Jika ada anggota ormas yang memiliki kualifikasi sebagaimana ketentuan UU, maka ruang mereka tidak boleh dibatasi apalagi dilarang. Mereka adalah warga negara yang harus dijamin hak-haknya. Terlebih, calon penyelenggara harus mengundurkan diri sebagai anggota atau struktur ormas jika terpilih. Ini untuk menghindari adanya konflik kepentingan dengan calon-calon tertentu.