Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) mempublikasikan kertas kebijakan mengenai rekapitulasi elektronik atau e-rekap. Di dalam naskah kebijakan, Netgrit merekomendasikan banyak hal untuk persiapan e-rekap, seperti pilihan teknologi, jalur data, server, keamanan siber, serta peta jalan untuk Pemilu 2024. Kertas kebijakan tersebut merupakan hasil kegiatan diskusi yang melibatkan banyak pihak.
Berikut penyampaian kertas kebijakan Netgrit oleh Peneliti senior Netgrit, Hadar Nafis Gumay, yang disampaikan pada diskusi “Menata Ulang Penggunaan Rekapitulasi Elektronik di Pemilu Indonesia ke Depan”, Rabu (1/9), dalam format wawancara.
Mengapa e-rekap yang didorong oleh Netgrit?
Karena pemilu kita rumit. Banyak pemilihan membuat kerjaan sangat besar. Kalau kita gunakan teknologi, kerjaan itu menjadi lebih ringan, dan karena ringan, hasilnya lebih akurat. Jadi, kerja penyelenggara pemilu akan lebih diringankan lewat e-rekap, dan hasil rekapitulasi menjadi lebih akurat.
Selain itu, yang penting juga, hasil penghitungan suara akan disebar dengan cepat. Jadi, kecurangan tidak terjadi. Dan, kalau ada kesalahan, bisa segera dikoreksi.
Ke depan, ketika persiapan sudah tuntas, e-rekap akan membuat proses rekapitulasi suara menjadi lebih efisien. Di kabupaten/kota tinggal memverifikasi saja. Tinggal ketok. Suatu saat, tidak perlu lagi ada proses pengecekan kembali di jenjang yang tengah-tengah ini. Begitu data masuk, itu akan cepat, dan tidak perlu ada tahapan yang lain. Kira-kira begitu di suatu waktu ke depan.
Selain itu, tentu saja e-rekap meningkatkan transparansi melalui publikasi data hasil penghitungan suara di TPS kepada publik.
Apa teknologi yang direkomendasikan untuk e-rekap oleh Netgrit? KPU di Pilkada Serentak 2020 menggunakan teknologi OCR dan OMR pada Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) sebagai alat bantu saat itu.
Kan ada tiga varian teknologi. Pertama, Optical Character Recognition (OCR). Dia akan repot karena tulisan itu beragam sekali. Jadi, akurasinya sebetulnya belum sempurna. Tetapi memang dengan model ini, kelebihannya, kita tidak perlu formulir khusus.
Lalu, ada juga Optical Mark Recognition (OMR) yang juga digunakan oleh penyelenggara pemilu kita. Akurasinya lebih tinggi. Hanya saja, pekerjaan mengarsir itu menjadi pekerjaan tambahan bagi petugas kita. Memakan waktu. Kami juga menemukan banyak yang keliru. Petugas itu mengarsir calon 1,2,3, seharusnya kan hasilnya. Jadi, ada juga ruang kekeliruannya.
Nah, ketiga, kami meninjau satu teknologi yang pernah diuji coba di Pilkada 2017, di DKI Jakarta. Ini satu teknologi yang menulisnya seperti angka-angka digital. Ada tujuh bagian garis yang dikombinasikan, namanya seven segment. Akurasinya akan lebih tinggi kalau pakai ini. Kekurangannya, menulisnya perlu latihan berkali-kali. Tapi, ini tidak sulit amat juga. Ada pola halus di formulir, nanti petugas mengikuti pola itu.
Nah, setelah kami pertimbangkan, model seven segment ini yang lebih pas. Tidak perlu memindahkan ke lembar OMR, itu yang membuat banyak keliru. Seven segment-nya di kolom tally. Di hasil di ujungnya, ada untuk menulis dengan pola seven segment.
Dengan formulir yang kami tampilkan ini, teknologi akan membaca seven segment-nya juga. Kami yakini, seven segment ini akan lebih akurat hasilnya. Dan tally-tally ini, bisa kita gunakan teknologi tally mark recognition untuk membaca tally. Ini bisa diciptakan. Kemudian, tulisan dari masing-masing total perolehan suara, itu juga bisa kita teruskan dengan penggunaan OCR-nya. Dan ini dibikin kotak-kotak begini. Sehingga, tiga sistem ini bisa kita terapkan sekaligus sehingga lebih kuat lagi saling mengontrolnya. Ini yang kami usulkan di dalam paper ini.
Bagaimana dengan jalur datanya?
Kami berpandangan sama seperti KPU, bahwa sumber data utama adalah kertas besar C1 Plano yang pengisiannya dilakukan bersama penyelenggara dan publik mengikutinya.
Jalur datanya, ada tiga pilihan infrastruktur jaringan internet yang bisa digunakan. Pertama, jaringan internet yang tersedia secara umum. Kedua, jalur khusus lewat private network. Ketiga, dengan micro service. Itu sudah encrypted end to end. Itu lancar dan aman. Itulah yang tersedia.
Untuk teknik pengiriman, kami mengusulkan menggunakan teknologi store and forward. Kita foto, kita kirim, tetapi dia akan otomatis, kalau tidak bisa, tinggal menunggu saja. Nanti, tanpa kita lakukan apa-apa, akan terkirim begitu internet tersedia atau pada gilirannya dia akan masuk. Dengan begini, petugas tidak perlu menunggu. Petugas tidak perlu klik send lagi.
Bagaimana alur hasil e-rekap? Apakah KPPS yang memfoto dan mengirimkan hasilnya ke sistem e-rekap?
Ya, dari KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara) akan mengirim hasil fotonya. Kemudian akan dicek hasil tulisannya, seven segment-nya, fotonya, juga akan dilakukan cek penjumlahannya. Misal, total suara sah dan tidak sah sama gak dengan jumlah pemilih yang hadir. Kalau oke, dia akan ke tempat publikasinya. Kalau enggak, akan melalui verifikator. Kalau ditemukan persoalan, verifikator akan kembalikan ke KPPS. Tapi karena waktu kerja KPPS terbatas, sampai sore dan malam maksimal kerjanya, kalau waktu kerja itu sudah terlewati, maka akan dikembalikan ke petugas PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan) untuk dicek dan dikirimkan kembali. Kalau oke, baru ke publikasi.
Apa rekomendasi untuk server? Di Pemilu 2019 dan Pilkada 2020, banyak kritik terhadap server data yang dinilai menyebabkan data hasil penghitungan suara sulit masuk ke server.
Ada dua. Pilihan dimana kita punya server fisik, ini kita perlu banyak, berapa puluh juta. Pemilu lalu saja bisa sampai 51 juta karena halamannya kan banyak sekali.
Namun demikian, ada opsi lain melalui cloud server. Dengan cloud server, kapasitas servernya bisa dikembangkan secara otomatis di hari dimana kebutuhan penyimpanan itu tinggi. Jadi, lebih efisien. Ini opsi yang menurut kami lebih tepat.
Dan, untuk keamanan dan kelancaran, kami juga merekomendasikan agar server utama dan server publikasi dipisah. Sebetulnya KPU sudah melakukan ini. Nah, server publikasi, kami usulkan agar dibuka jalur untuk media, pemantau, dan seterusnya. Untuk media, kami harap disiapkan dengan model push data. Jadi, setiap data siap dipublikasikan, data langsung dipublikasikan. Ini agar data bisa dipublikasikan secara real time, tetapi sekaligus melindungi hasil pemilu. Karena ini tersebar luas, maka akan sulit lagi kalau ada yang mencoba merusak data atau memanipulasi data.
Untuk partai politik atau peserta pemilu juga akan diberikan askes?
Tentu, untuk partai politik juga. Malah, kami juga mendorong ada dokumen-dokumen administrasi elektronik untuk meringankan pekerjaan petugas. Jadi, ada jalur sendiri yang kita sediakan untuk partai. Kalau mereka tidak punya banyak saksi, mereka bisa cepat diberikan hasil-hasil melalui dokumen elektroniknya. Dugaan saya, mereka akan senang sekali. Mereka lebih mudah dan murah untuk mengetahui suara yang mereka peroleh.
Bagaimana prosedur keamanan siber?
Kami usulkan, di awal, harus diidentifikasi secara cermat dan teliti risiko serangan siber yang mungkin terjadi terhadap sistem maupun infrastruktur yang dimiliki. Kemudian, protokol keamanan siber juga harus dipersiapkan dari awal. Lalu, bangun kerja sama multi pemangku kepentingan. Sudah ada Gugus Tugas Keamanan Siber. Itu harus dibuka, tugas mereka jangan hanya menjelang hari H, tapi sejak awal dalam pembahasan sistem itu.
Cara memitigasi serangan siber bisa kita lihat dari alat yang digunakan. Misal, di handphone harus punya model autentikasi, sering mengubah password, dan sebagainya. Kemudian dari handphone ke base transmission station (BTS), lalu dari BTS ke KPU, itu juga ruang-ruang yang serangan siber bisa terjadi. Menurut kami, model pengamanan end to end, VPN, firewall, bisa diterapkan.
Lalu bagaimana Netgrit memproyeksikan peta jalan e-rekap?
Pertama, memang kita harus punya pengujian dulu dari apa yang kita siapkan. User acceptance test. Pengujian dari penggunanya. Apakah dipahami dengan mudah. Kemudian usability test di wilayah-wilayah yang akan kita gunakan. Itu dari level kecil ke level besar. Semua ini perlu diuji, dan dilakukan bertahap dan bertingkat.
Kemudian penetration test juga perlu dilakukan untuk menguji sistemnya, aplikasinya. Juga load test untuk melihat daya tampung servernya. Lalu stress test, dalam waktu pendek dengan berbagai tekanan dari pengiriman dan pengambilan data.
Apa rekomendasi Netgrit mengenai status penerapan e-rekap di 2024? Apakah uji coba, pilot project, atau diterapkan untuk menggantikan rekap manual untuk seluruh daerah?
Kita harus lihat dulu, kerangka hukumnya bagaimana. Lalu kesiapan infrastruktur kita. Kemudian juga dukungan dari para pemangku kepentingan, terutama peserta pemilu, pemerintah, dan masyarakat luas. Gak mungkin kita mau jalankan kalau masih ada multi interpretasi. Tapi kami di Netgrit berpandangan, kerangka hukum kita belum cukup untuk melandasinya.
Kemudian, apakah sudah diaudit. Apakah ada waktu yang cukup untuk semua uji coba dan tes. Agar, sistem yang kita punya sudah tuntas persiapannya.
Nah, bagaimana statusnya di Pemilu 2024, kami melihat waktunya tidak banyak. 2,5 tahun lagi menuju Februari 2024. Kalau kita mulai dari sekarang, ada banyak sekali yang harus dipersiapkan. Kalau mau punya sistem yang bisa menghasilkan yang terbaik, apalagi menggantikan, maka Pemilu 2024 itu belum bisa menurut perkiraan kami untuk menyiapkan teknologi yang begitu kompleks.
Kalau kita mau menggantikan, maka itu akan terlalu banyak persoalan yang belum selesai atau persiapan yang belum tuntas karena waktu yang sedikit. Jadi, lebih tepat, dipersiapkan semua elemen-elemen ini, tetapi tetap menjadikan sebagai sistem alternatif, membantu rekapitulasi perolehan suara dan untuk publikasinya. Ini juga tetap bermanfaat. Ruang partisipasi akan terbuka luas, dan semua orang bisa melihat hasil penghitungan suara.