November 27, 2024

Hadar Nafis Gumay Sang Bintang Penegak Demokrasi

Anggota Komisi Pemilihan Umum 2012-2017, Hadar Nafis Gumay mendapat penghargaan “Bintang Penegak Demokrasi” dari Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo. Pegiat pemilu dan demokrasi yang lekat dengan kelembagaan Centre for Electoral Reform (Cetro) ini menjadi satu-satunya peraih bintang bidang demokrasi di tahun 2017.

Menurut situs resmi Sekretriat Negara Republik Indonesia (setneg.go.id) Bintang Penegak Demokrasi adalah tanda kehormatan yang diberikan kepada mereka yang berjasa besar demi tegaknya prinsip kerakyatan, kebangsaan, kenegaraan, dan pembangunan hukum nasional. Tanda kehormatan ini berdasar hukum Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan.

“Tanda Kehormatan Bintang Penegak Demokrasi yang diberikan Presiden kepada Hadar Nafis Gumay menginspirasi jagat raya Pemilu Indonesia,” komentar Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini (15/8).

Di rentang 2012-2017, Hadar menjalankan apa yang ia harapkan terhadap Komisi Pemilihan Umum sebagai kelembagaan penyelenggara pemilu yang mandiri. Lelaki kelahiran 10 Januari 1960 ini bersama enam anggota lain yang disebut pegiat pemilu sebagai “The Dream Team” menata kesekretariatan KPU di awal perannya sebagai komisioner. Sidang Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang diselenggarakan terbuka bagi publik membuktikan tak ada intervensi asing yang merusak kemandirian KPU.

Dari sejumlah Peraturan Komisi Pemilihan Umum yang progresif pun tergambar keterlibatannya. Bersama Ida Budhiati, Hadar berada di garis depan untuk menjadikan KPU yang berkomitmen terhadap undang-undang kepemiluan yang menguatkan keterwakilan perempuan dalam pencalonan pemilu DPR dan DPRD. Berdasar PKPU, pencalonan perempuan minimal 30% dalam daftar caleg tiap dapil terpenuhi dari Pemilu DPR hingga DPRD Kabupaten/Kota karena partai politik akan diberi sanksi peniadaan daftar calon di dapil terkait.

Dalam PKPU tentang Penataan Daerah Pemilihan Pemilu DPR dan DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota, terasa kematangan Hadar dalam tata kelola sistem kepemiluan. Kewenangan besar KPU menata dapil dan mengalokasikan kursi DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota, diimplementasikan dengan menetapkan prinsip-prinsip dan tatacara pembentukan dapil sebagai panduan anggota dan kesekretariatan KPU di daerah.

Ada semacam penilaian sederhana bahwa, orang yang berpengalaman panjang dan menguasai kepemiluan sebaiknya menjadi anggota KPU yang langsung menangani Bidang Teknis Penyelenggaraan Pemilu. Hadar menjalankan peran ini. Menghubungkan logika teori kepemiluan, logika implementasi teknis penyelenggaran, untuk sinkron dengan logika hukum dalam PKPU dan terjamin terhubung dengan koordinasi Bidang Teknis KPU Provinsi dan Kabupaten/Kota.

Momen Bintang Penegak Demokrasi saat Hadar tak lagi sebagai anggota KPU 2012-2017 ini menginspirasi. Kita bisa mengklarifikasi, bukan “posisi menentukan prestasi” tapi “prestasi menentukan posisi”. Capaian Hadar sebagai komisioner merupakan buah dari pengalaman matang dan komitmennya di bidang kepemiluan.

Selepas keanggotaan KPU-nya, Hadar langsung terlibat lagi dalam koalisi masyarakat sipil bidang pemilu dan demokrasi. Ia ikuti cermat dinamika perumusan undang-undang pemilu. Hadar hadir di Sidang Paripurna UU Pemilu.

Di pagi hari pasca-Paripurna UU Pemilu, bersama secangkir kopi Hadar mengomentari dan mengkritisi RUU Pemilu. Salah satunya mengenai ambang batas pencalonan presiden. Menurutnya, penyertaan ambang batas pencalonan presiden bertentangan dengan tujuan perbaikan sistem presidensial Indonesia dalam Undang-undang Dasar.

Presiden sebagai pemimpin dalam pemerintahan presidensial seharusnya pihak yang menentukan dinamika parlemen, bukan sebaliknya. Ambang batas pencalonan 20/25% bukan menguatkan posisi Jokowi sebagai presiden tapi malah melemahkan.

Denny Indrayana dalam buku “Negara Antara Ada dan Tiada: Reformasi Hukum Ketatanegaraan” sepakat, Hadar bersama Cetro merupakan representasi masyarakat sipil terdepan yang berperan dalam amandemen konstitusi tentang kemandirian KPU dan pemilihan presiden secara langsung.

Ada persinggungan manis saat Tanda Kehormatan Bintang Penegak Demokrasi dikalungkan Presiden Joko Widodo ke Hadar Nafir Gumay. Pemberi bintang, sebagai politisi, menginginkan ambang batas pencalonan presiden 20%/25% sedangkan penerima bintang menentang sangat ketentuan itu.

“Selamat Mas Hadar atas bintang penegak demokrasi. Meski hobinya ngopi, Anda layak dapat bintang,” komentar kolomnis pemilu, Harun Husein. []