August 8, 2024

KPU Kabupaten/Kota: Tetap atau Ad Hoc?

Salah satu wacana yang bergulir dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Penyelenggaraan Pemilu adalah mengenai sifat badan penyelenggara pemilu KPU Kabupaten/Kota yang akan menjadi badan penyelenggara ad hoc (sementara/kepanitiaan). Gagasan ini mengemuka karena pada tahun 2024, pemilu di Indonesia baik di level nasional ataupun daerah hanya akan berlangsung sekali dalam lima tahun.

Dengan sistem itu, pemilu presiden dan wakil presiden, pemilu anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota, serta pemilihan kepala daerah akan berlangsung dalam waktu satu tahun. Keberadaan Komisi Pemilihan Umum (KPU) di provinsi dan kabupaten/kota hanya akan bekerja menjelang tahun pemilu.

Berdasarkan Pasal 22E ayat (5) Undang-Undang Dasar 1945 (Perubahan Ketiga), menyatakan bahwa “Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.”  Hal ini kemudian diturunkan dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu.

Pada Pasal 3 disebutkan, wilayah kerja KPU meliputi seluruh Wilayah Kesatuan Negara Republik Indonesia dan KPU menjalankan tugasnya secara berkesinambungan, yang terdiri atas KPU berkedudukan di Ibu Kota Negara Republik Indonesia, KPU Provinsi berkedudukan di ibu kota provinsi dan KPU Kabupaten/Kota berkedudukan di ibu kota kabupaten/kota (Pasal 4). KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/kota bersifat hierarkis. Sifat tetap KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/kota dinyatakan dalam Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 15 tahun 2015.

Mengapa KPU Kabupaten/Kota seharusnya bersifat tetap? Berikut beberapa pertimbangan mengapa KPU Kabupaten/kota sebaiknya bersifat tetap, seperti sekarang. KPU Kabupaten/Kota selain bertugas menyelenggarakan pemilu anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota, pemilu presiden dan wakil presiden serta pemilu kepala daerah, juga diberikan kewajiban-kewajiban yang sifatnya berkesinambungan yang harus dilaksanakan pada waktu di antara pemilu yang menyebabkan KPU Kabupaten/Kota harus bersifat tetap, yaitu:

  1. Memutakhirkan data pemilih berdasarkan data kependudukan yang disiapkan dan diserahkan oleh Pemerintah dengan memperhatikan data pemilu dan/atau pemilihan gubernur dan bupati/walikota terakhir dan menetapkannya sebagai data pemilih. Untuk menjamin validitas data pemilih, pemutakhiran harus dilakukan secara berkelanjutan.
  2. Pengadaan dan distribusi logistik pemilu, terdapat beberapa logistik yang harus diadakan oleh KPU Kabupaten/Kota menyebabkan KPU Kabupaten/Kota terlibat dalam perencanaan anggaran, pelaksaanaan dan pelaporan serta pertanggungjawaban anggaran terkait pengadaan dan distribusi logistik pemilu. Dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (Bupati dan Wakil Bupati atau Walikota dan Wakil Walikota), perencanaan anggaran pemilihan kepala daerah harus diajukan oleh KPU Kabupaten/Kota kepada pemerintah daerah, demikian dengan pelaksanaan anggaran dan pertanggungjawaban anggarannya.
  3. Mengelola barang inventaris negara, baik gedung kantor, kendaraan, kotak suara dan bilik suara yang terbuat dari bahan aluminium. Untuk pencatatan dan penatausahaan kotak suara dan bilik suara dilakukan stock opname (pemeriksaan fisik) terhadap kotak dan bilik suara yang disimpan di KPU Kabupaten/Kota dengan kegiatan antara lain, membersihkan kotak suaara dan bilik suara dari kotoran yang menempel seperti debu dan stiker atau kertas yang menempel, memperbaiki kotak suara dan bilik suara yang rusak dan melakukan inventarisasi jumlah kotak suara dan bilik suara dalam kategori baik dan rusak.

    Hasil stock opname kemudian dilaporkan dalam Laporan Barang Milik Negara ke Kementerian Keuangan. Apabila KPU Kabupaten/kota dinyatakan ad hoc, akan sulit untuk mengelola aset negara seperti kotak suara dan bilik suara. Selain itu, tidak mudah untuk memindahkan kotak suara dan bilik suara untuk disimpan oleh KPU Provinsi, terutama bagi KPU Provinsi yang memiliki banyak TPS.

  1. Mengelola, memelihara dan merawat arsip/dokumen serta melaksanakan penyusutannya berdasarkan jadwal retensi arsip yang disusun oleh KPU Kabupaten/Kota dan lembaga kearsipan kabupaten/kota berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh KPU dan ANRI (Arsip Nasional Republik Indonesia). Jadwal Retensi Arsip adalah daftar yang dipergunakan sebagai pedoman penyusutan arsip, yang paling kurang berisi informasi jenis arsip, retensi arsip, dan keterangan yang berisi rekomendasi tentang penetapan suatu jenis arsip akan dimusnahkan, dipermanenkan, atau dinilai kembali.

    Berdasarkan Peraturan KPU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Jadwal Retensi Arsip Substantif dan Fasilitatif Non Kepegawaian dan Non Keuangan Komisi Pemilihan Umum, Arsip Substantif adalah Arsip yang berasal dari kegiatan fungsional KPU, KPU Provinsi/KIP Aceh, KPU/KIP Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan tahapan Pemilu dan Pemilihan, yang berkaitan dengan bidang non kepegawaian dan non keuangan/fiskal.

  1. Menyampaikan informasi penyelenggaraan pemilu kepada masyarakat, sosialisasi pemilu tidak hanya dilakukan pada saat pelaksanaan pemilu, namun harus dilakukan setiap saat. KPU Kabupaten/Kota merupakan tempat terdekat bagi masyarakat untuk mendapatkan berbagai informasi mengenai pemilu.
  2. Melakukan verifikasi bagi pengganti antar waktu anggota DPRD Kabupaten/Kota. Kegiatan ini termasuk kegiatan yang tidak dapat diduga akan terjadi berapa banyak, namun tetap harus dilaksanakan oleh KPU Kabupaten/Kota.

Karena tugas-tugas yang harus dilaksanakan secara berkelanjutan oleh KPU Kabupaten/Kota ini seyogianya wacana untuk menjadikan KPU Kabupaten/kota sebagai lembaga penyelenggara ad hoc sebaiknya dikaji kembali. Efisiensi anggaran sebagaimana yang senantiasa menjadi pertimbangan Pemerintah dan Pansus DPR dapat dilaksanakan dengan mengurangi jumlah anggota KPU Kabupaten/Kota, bukan menjadikan KPU Kabupaten/Kota sebagai lembaga ad hoc. []

CATHERINE NATALIA

Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem)