Komisi Pemilihan Umum sebagai lembaga konstitusional yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri mengalami hambatan dalam penyelenggaraan Pilkada Serempak 2015. Di beberapa kasus, karakter konstitusional KPU tak bisa menjamin penyelenggara tingkat provinsi dan kabupaten/kota berfungsi baik dalam relasinya dengan lembaga pengawas. Di beberapa daerah pun, hirarkis KPU sangat kesulitan menjamin kesesuaian hukum untuk membatalkan calon-calon bermasalah pidana.
Keadaan kelembagaan pemilu seperti itu tak berprospek menjamin utuh prinsip pemilu yang jujur dan adil. International Institute for Democracy and Electoral Assistance (IDEA) menetapkan karakter lembaga penyelenggara pemilu yang bisa mewujudkan pemilu jujur dan adil. 1. Independen dan tak berpihak; 2. Transparan-akuntabel; 3. Cepat berkeputusan; 4. Efisien dan efektif; 5. Profesional; 6. Bermasa jabatan; 7. Berstruktur; 8. Berpembiayaan jelas; 9. Ber-tugas/fungsi menyelenggarakan; 10. Beranggota dengan komposisi dan kualifikasi ketat; dan 11. Ber-kewenangan/ tanggungjawab kepada pihak berkepentingan.
Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) berpandangan, tak kuatnya karakter KPU yang nasional, tetap, dan mandiri karena lemahnya aspek penghukuman secara hirarkis. Salah satunya, KPU pusat belum kuat berkewenangan memberhentikan komisioner provinsi dan kabupaten/kota yang berpelanggaran berat, seperti berpihak. Para komisioner di provinsi dan kabupaten/kota lebih takut dengan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Pilkada Kota Balikpapan
Kasus Pilkada Kota Balikpapan menjadi bukti tak bisa menjaminnya KPU pusat terhadap komisioner KPU provinsi dan kabupaten/kota yang berpihak. KPU Kota Balikpapan meloloskan Heru Bambang-Sirajudin Mahmud padahal Sirajudin berijazah palsu.
Keadaan itu menjadi perbincangan media massa dan sosial warga Kota Balikpapan serta mendorong Koalisi Pemantau Pilkada Kota Balikpapan melaporkan ke Panitia Pengawas Pemilu Kota Balikpapan. Rekomendasi pembatalan Heru-Sirajudin karena Tidak Memenuhi Syarat (TMS) oleh Panwaslu kepada KPU Kota Balikpapan hanya dalam hitungan jam berbalik menjadi Memenuhi Syarat (MS).
Sunarto Sastrowardoyo, menjadi satu-satunya komisioner KPU Kota Balikpapan yang berkeberatan Heru-Sirajudin ditetapkan sebagai pasangan calon. Tapi KPU Provinsi Kalimantan Timur mengingatkan Sunarto dengan pemberhentian sementara. Di keadaan ini, Sunarto bersedia menjadi saksi Pengadu (Koalisi Pemantau Pilkada Kota Balikpapan) dalam sidang pelanggaran kode etik yang diduga dilakukan empat komisioner KPU Kota Balikpapan.
Putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) malah membalikan keadaan 4-1 pelanggaran kode etik komisioner KPU Kota Balikpapan menjadi 1-4. Sunarto menjadi satu-satunya komisioner yang diberhentikan tetap. Pengadu menduga, di luar pengaruh kuat Heru-Sirajudin terhadap semua penyelenggara pemilu di provinsi Kalimantan Timur, pemberhentian tetap Sunarto disebabkan ketakcermatan DKPP memeriksa banyak alat bukti dan penuturan saksi.
Putusan DKPP final dan mengikat. Tapi setelah ketakadilan menjadi final dan mengikat, bagaimana keadilan ditegakan?
Pilkada Kalimantan Tengah
Kasus Pilkada Provinsi Kalimantan Tengah menggambarkan, banyaknya jalur penyelesaian hukum di pemilu mengurangi keutuhan KPU yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Permasalahan mendasar Pilkada Kalimantan Tengah adalah pemalsuan berkas pencalonan. Ujang Iskandar-Jawawi memalsukan tanda tangan tanda persetujuan kepengurusan ganda Partai Persatuan dan Pembangunan.
Ujang-Jawawi melanggar apa yang telah disepakati semua penyelenggara pemilu dan pemerintah. Peraturan KPU No.12/2015 tentang Pencalonan di Pilkada, membolehkan pasangan calon yang diusung partai berkepengurusan ganda. Syaratnya persetujuan melalui tanda tangan dua kepengurusan. Regulasi ini hasil mediasi Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla yang mempertemukan KPU, Bawaslu, dan DKPP serta perwakilan partai politik.
Berpegang teguh pada hukum dan penegakannya merupakan sikap keharusan KPU yang membuktikan kemandirian. Tapi, banyaknya jalur penyelesaian hukum tak bisa dijamin KPU. Setelah KPU pusat memastikan ketaklayakan pencalonan Ujang-Jawawi, KPU harus memastikannya ke DKPP.
Hasilnya tetap saja ketakpastian hukum yang berkait berkurangnya sifat kemandirian KPU. Putusan DKPP yang meminta pembatalan Ujang-Jawawi sebagai calon seperti sia-sia. Jalur hukum melalui Pengadilan Tinggi Tata Usaha mengeluarkan putusan sela yang mengabulkan gugatan Ujang-Jawawi tentang pembatalan pasangan ini sebagai calon.
Perludem berpandangan, kedepan sebaiknya relasi kelembagaan pemilu dan penegakan hukum dibuat lebih efektif dan efisien. Jika terjadi pelanggaran pidana disalurkan kepada kepolisian dan kejaksaan. Jika terjadi pelanggaran administrasi disalurkan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) beserta tingkatannya, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN), dan Mahkamah Agung.
Kalimantan Tengah menjadi sejumlah daerah yang mengalami ketakpastian kelanjutan pilkada. Lainnya ada Kota Manado (Sulawesi Utara), Kabupaten Boven Digoel (Papua), dan Kabupaten Bone Belango (Gorontalo). Tiga daerah ini mempunyai calon yang berstatus narapidana bebas bersyarat terkait kasus korupsi. Bagi, status narapidana bebas bersyarat merupakan kejelasan permasalahan hukum dalam pencalonan tapi KPU secara hirarkis tak bisa hasilkan ketegasan pembatalannya.
Semua daerah ini berkemungkinan ditunda penyelenggaraan pilkadanya. Ini gambaran lemahnya sifat nasional, tetap, dan mandiri KPU karena tak bisa menjamin keserentakan Pilkada 2015 di 269 daerah. Jika sengkarut relasi antar penyelenggara dan ragam jalur penyelelesaian hukum serta pembiyaan pilkada masih dari APBD, masalah Pilkada 2015 tak juga selesai di gelombang selanjutnya bahkan mungkin bertambah jumlah daerahnya. []
USEP HASAN SADIKIN