Posisi pemantau pemilu sejatinya adalah bentuk nyata dari partisipasi masyarakat dalam berpartisipasi dalam pelaksanaan pemilu. Pemantau pemilu adalah kekuatan dari luar organ negara yang akan menjaga bahwa proses pemilu tidak boleh dibiarkan berada diatas praktik kecurangan. Keberadaan pemantau pemilu menjadi niscaya, karena keterbatasan jangkauan dan sumber daya dari organ negara bernama pengawas pemilu dalam mengawasi seluruh tahapan pemilu.
Dalam aktivitasnya, hasil temuan dugaan pelanggaran dari hasil pantauan pemilu akan ditindaklanjuti. Bentuknya berupa pelaporan pelanggaran kepada pengawas pemilu sebagai lembaga yang berwenang menerima laporan dugaan pelanggaran pemilu.
Dari laporan dugaan pelanggaran yang disampaikan oleh pemantau pemilu, maka pengawas pemilu yang akan menindaklanjuti, apakah laporan yang disampaikan benar merupakan pelanggaran atau tidak. Lebih dari itu, pengawas pemilu juga akan menentukan, jenis pelanggara apa yang dilaporkan oleh seorang pengawas pemilu.
Aktivitas itu juga yang dilakukan oleh Roni Marianto. Pemantau pemilu dari lembaga Komite Penyeledikan Pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KP2KKN) ini berpartisipasi dalam pelaporan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2014 .
Roni sebagai warga negara, dan akivitasnya sebagai seorang pemantau pemilu di Semarang, melaporkan dugaan pelanggaran pemilu, yang dilakukan oleh salah tim sukses pasangan calon presiden kala itu. Bentuk dugaan pelanggaran yang dilaporkan oleh Roni ke pengawas pemilu Kota Semarang adalah tindakan membagi-bagikan uang kepada pemilih.
Namun dalam perkembangannya, Roni justru dilaporkan balik ke Kepolisian oleh tim sukses salah satu pasangan calon presiden tersebut, dalam sangkaan melakukan tindak pidana pencemaran nama baik, atas laporan dugaan pelanggaran pemilu yang disampaikannya. Ditengah pelaksanaan pemilu presiden yang sangat riuh, kasus ini sempat muncul ke ruang publik melalui pewartaan beberapa media.
Hanya beberapa saat saja, kasus ini kemudian hening, karena memang banyak keberatan atas langkah laporan dugaan pencemaran nama baik yang dilakukan oleh salah satu tim sukses pasangan presiden dan wakil presiden. Prinsipnya, tidak tepat jika seorang pemantau pemilu dituduh melakukan pencemaran nama baik, atas laporan dugaan pelanggaran yang dilaporkannya ke pengawas pemilu.
Namun, setelah lebih dari satu tahun pasca Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2014, kasus Roni mendadak diproses kembali, dan cendrung selesai dengan sangat cepat. Polisi Resort Kota Semarang melimpahkan berkas dugaan tindak pidana Roni ke Kejaksaan Negeri Semarang, atas dugaan melakukan tindak pidana pencemaran nama baik.
Kejaksaan Negeri Semarang pun bekerja secepat kilat, berkas Roni dinyatakan P21-alias lengkap-dan sudah dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Semarang, dan sudah sudah terdapat panggilan sidang pertama terhadap Roni, dengan penetapan hakim nomor : 579/Pen.Pid/B/2015/PN. Semarang tanggal 5 November 2015. Persidangan pertama terhadap Roni, dengan status terdakwa dilaksanakan pada 12 November 2015.
Ini jelas sangat disayangkan. Seorang pemantau pemilu dalam upaya dan usahanya berpartisipasi dalam melaporkan dugaan pelanggaran dalam proses pemilu justru malah menjadi pesakitan dengan sangkaan melakukan tindak pidana pencemaran nama baik. Padahal, langkah yang dilakukan Roni, belumlah dapat memastikan apakah benar tindakan yang dilakukan oleh salah satu tim sukes pasangan calon presiden tersebut merupakan pelanggaran pemilu atau tidak. Lembaga yang memiliki kewenangan untuk itu adalah pengawas pemilu.
Kemudian, jika yang menjadi dasar pelaporan sangkaan pencemaran nama baik yang dilakukan Roni adalah pemberitaan di media massa, maka Roni bukanlah pihak yang bertanggungjawab atas pemberitaan di media massa tersebut. Apa yang ditayangkan oleh media massa, sepenuhnya menjadi tanggungjawab dari media tersebut. Andai ada pihak yang merasa dirugikan oleh pemberitaan media massa, maka terdapat mekanisme hak jawab yang dapat dilakukan.
Tim sukses dari salah satu pasangan calon presiden itu pun sudah melakukan hak jawab atas pemberitaan media massa yang dia keberatan terhadap isinya. Mekanisme lain yang dapat dilakukan adalah dengan mengadukan media tersebut kepada Dewan Pers. Mekanisme di UU Pers dan melalui lembaga Dewan Pers lah semestinya persoalan tersebut diselesaikan.
Pihak Kepolisian tak sepentasnya menindaklanjuti laporan sangkaan tindak pidana yang dihadapkan kepada Roni. Begitu juga dengan Kejaksaan. Ada keanehan dalam kasus hukum yang menimpa Roni. Kasus yang sudah lama diam, bahkan satu tahun lebih, kemudian tiba-tiba muncul kembali dengan proses penyeledikan dan penyidikan yang begitu cepat.
Apakah langkah ini mengandung motif lain terkait dengan aktivitas Roni yang juga merupakan seorang aktivis antikorupsi bersama lembaganya KP2KKN? Entahlah. Tetapi, apapun itu, karena berkas perkara sudah dilimpahkan ke pengadilan, pembelaan terhadap Roni mesti dilakukan.
Langkah-langkah dalam mekanisme litigasi untuk membuktikan bahwa apa yang dilakukan Roni bukanlah suatu tindak pidana menjadi sutu hal yang mesti. Tanpa bermaksud untuk mengusik kemerdekaan lembaga peradilan dalam menyidangkan suatu perkara, atas nama keadilan, Roni mesti dibebaskan dari segala tuntutan hukum. []
FADLI RAMADHANIL
Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem)