Maret 29, 2024
iden

Mardiana Ahmad: Pemda Tidak Ingin Pakai Standar Pembiayaan KPU

Empat daerah di Sulawesi Selatan belum mencapai kesepakatan anggaran antara Komisi Pemilihan Umum Daerah dan pemerintah daerah. Sementara toleransi waktu kejelasan anggaran yang diatur oleh KPU telah lewat sejak 18 Mei lalu. Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sulawesi Selatan mensinyalir adanya upaya politis yang menyebabkan lamanya proses kesepakatan anggaran pilkada dan menyebabkan KPU terpaksa menunda sementara tahapan Pilkada. Berikut wawancara jurnalis rumahpemilu.orgdengan anggota KPU Provinsi Sulawesi Selatan, Mardiana Ahmad (22/5).

Sejauh ini, bagaimana perkembangan dana Pilkada di Sulawesi Selatan?

Hingga batas akhir penandatangan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) Senin (18/5), dari sebelas daerah yang akan menggelar Pilkada, tiga kabupaten masih terkendala proses pembahasan anggaran yaitu Kabupaten Barru, Kabupaten Selayar, dan kabupaten Pangkajene Kepulauan (Pangkep). Tiga daerah ini belum menandatangani Naskah Hibah Perjanjian Daerah (NPHD).

Pemda belum mau menetapkan usulan dana hibah KPUD Pangkep Rp 21 Miliar. Dua Kabupaten lain masih diminta memangkas anggaran yaitu KPU Barru 12,7 Miliar disulkan dipangkas hingga Rp 9 Miliar dan KPUD Selayar dari Rp 18,1 Miliar diminta merasionalisasikan menajadi Rp 14 Miliar.

Satu kabupaten lain yaitu Soppeng menunda pendantanganan NPHD karena dalam isi perjanjian Addendum, anggaran yang dicairkan secara bertahap belum menyertakan item kampanye.

Apa yang menyebabkan pembahasan anggaran di tiga daerah itu bermasalah?

Masalahnya Tim Anggaran Pendapatan Daerah (TAPD) ingin mengefisiensikan anggaran misalnya dalam honor penyelenggara dan perjalanan dinas. Peraturan Menteri Dalam Negeri mengatur adanya pembayaran honor tetapi tidak mengatur jumlah honor yang diterima penyelenggara sehingga pemda menyesuaikan sendiri dengan standar mereka.

Pemda mengacu kepada standar biaya yang mereka tetapkan, bahkan menganggap honor penyelenggara tidak perlu dibayarkan karena dianggap PNS. Bahkan ada yang hanya menyetujui setengah dari yang diusulkan KPU. Pemda tidak mau memakai standar yang ditetapkan KPU, mereka ingin standar yang mereka tetapkan sendiri.

Selain honor, item apa lagi yang ingin dikurangi?

Standar pembiayaan yang dimiliki pemda tidak mengatur pos-pos anggaran vital sehingga mereka ingin mengurangi seperti pembiayaan alat peraga kampanye, honor petugas PPK dan PPS, hingga honor operator Sistem Informasi Data Pemilih (SIDALIH) dan Sistem Informasi Perhitungan Suara (Situng).

Ada juga aplikasi-aplikasi berbasis teknologi yang ingin dikembangkan KPU untuk sosialiasasi dan demi keterbukaan proses jalannya tahapan. Tetapi karena di standar pemda tidak ada pembiayaan seperti itu, maka mereka tidak mau menganggarkan padahal kami merasa itu penting.

Apa yang menjadi pedoman KPU dalam menetapkan anggaran? Apakah sudah sesuai dengan aturan?

Sudah sesuai aturan. KPU telah menetapkan berdasarkan UU 8/2015 serta berdasarkan biaya pemilu sebelumnya. Misalnya dalam menetapkan honor penyelenggara masih dalam hal wajar serta nominalnya tidak melebihi pemilu sebelumnya yakni Rp 6 juta untuk ketua dan Rp 5,5 juta untuk anggota. Pemda juga harusnya memahami bahwa komisioner terkadang harus mengorbankan dana pribadi untuk biaya-biaya yang tidak ditanggung seperti untuk keamanan.

Bagaimana komitmen Pemda dari awal, apakah anggaran untuk Pilkada memang sudah tersedia atau belum?

Ketika kita tanya bupati apakah anggaran tersedia, jawabannya ada. Tetapi negosiasi penggunaan anggaran sesuai pos-pos yang sudah ditetapkan yang sulit. Negosiasi ini yang penting karena pemda selalu menjawab siap dan ada.

Apakah KPU pernah bertemu dengan bupati secara langsung?

Berdasarkan informasi teman-teman daerah, Bupati sering tidak ada ditempat karena sering ke Jakarta mengurus partai. Empat daerah ini semua Bupatinya dari partai berkonflik. Bisa jadi ini alat politik untuk menghadapi Pilkada.

Apa dampak yang dialami KPU dengan proses anggaran yang belum tuntas?

Komitmen dari awal sudah ada tetapi prosesnya yang susah. Hal ini membahayakan KPUD karena hutang mereka sudah menumpuk. Hingga hari ini baru dua daerah melaporkan masih menunda tahapan sementara yaitu Kabupaten Barru dan Kabupaten Pangkep.

Kabupaten Selayar kemungkinan besok akan Bimtek. KPUD Soppeng juga ingin berhati-hati karena untuk hal-hal yang tidak diatur dalam adendum takutnya akan berdampak pada pencairan anggaran yang bertahap.

Seharusnya pemda memahami anatomi penganggaran pilkada dan menyesuaikannya dengan konteks kebutuhan. []