December 24, 2024

Mendagri: 2021 Tak Jamin Covid Selesai, Pilkada Tetap 9 Desember

Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian menyampaikan sikap yang diambil oleh Pemerintah terhadap nasib pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020 di 270 daerah. Sikap itu disampaikan pada rapat dengar pendapat (PDP) antara Komisi II DPR RI, Mendagri, dan penyelenggara pemilu (27/5). Simak selengkapnya dalam bentuk wawancara.

Pak Mendagri, bagaimana kondisi terkini Coronavirus disease 2019 (Covid-19)?

Sampai hari ini, kita melihat bahwa di dunia, trennya masih terus menanjak. Namun, dari segi rangking total cases, Indonesia di posisi nomor 32 di dunia dengan 23.165 kasus dan tingkat kematian 1.400. Angka ini jauh dengan tingkat fatalitas di Amerika Serikat, Brazil, Spanyol, termasuk Itali. Ini data yang kami dapat dari Gugus Tugas.

Datanya, memang ada daerah yang masih landai dari jumlah angka terkonfirmasi maupunyang fatalitas meninggal. Aceh, Bangka Belitung, Sulawesi Barat, Gorontalo, Nusa Tenggara Timur (NTT), itu daerah yang relatif masih terkendali. Angka tertinggi di DKI, tapi terjadi penurunan dalam masa libur lebaran ini.

Per pulau, di provinsi Sumatera Selatan, itu tertinggi terjadi penambahan kasus. Di Pulau Jawa, terjadi peningkatan juga. Di Jawa Timur (Jatim), terjadi peningkatan tinggi di Mei 21 dan 23. Lalu terjadi penurunan lagi sehingga dilaksanakan PSBB (pembatasan sosial berskala besar) di Jatim. Untuk Kalimantan, yang signifikan Kalimantan Selatan peningkatnnya. Kalimantan Tengah sempat naik di 20 Mei, tapi landai setelah itu. Di Sulawesi, yang cukup signifikan dari awal adalah Sulawesi Selatan (Sulsel). Sulsel ini trennya naik turun, tapi di atas provinsi lain. Kecuali Sulawesi Tenggara yang pernah tanggal 1 Mei mengalami pelonjakan, tapi setelah itu angka kasus menurun.

Papua, jumlah aksus signifikan. Sempat terjadi 5.762 kasus, terutama di Japayura dan Timika. Bali, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara, NTT, relatif terkendali.

Pasien dalam pengawasan (PDP) relatif tidak terjadi peningkatan signifikan. Orang dalam pantauan (ODP), yaitu yang pernah bersentuhan, itu 65.078. Naik.

Ada juga 124 daerah yang angka kasus positif masih 0, di kabupaten/kota. Kalau provinsi, 34 semuanya ada kasus terkonfirmasi. Meskipun jumlahnya ada yang kecil sekali.

Dari data tersebut, sebetulnya pandemi masih terjadi di Indonesia ya, Pak. Bahkan di beberapa daerah masih terjadi peningkatan. Apakah Pemerintah masih menghendaki pemungutan suara Pilkada Serentak 2020 dilaksanakan di Desember 2020?

Kami mengkaji, ada sejumlah negara yang melaksanakan pemilu, baik pemilu nasional, federal, maupun pemilu lokal. Ada 47 negara kalau tidak salah, yang melaksanakan pemilu di masa Covid. Sebagian sudah selesai dilaksanakan. Dan, kalaupun ada yang melaksanakan penundaan, penundaannya bukan tahun, tapi semuanya bulan.

Coba lihat Korea Selatan. Mereka melaksanakan pemilu jutru di puncak pandemi. 15 April coblosnya, tapi tahapan sudah dilakukan di bulan Januari. Korsel padahal negara kedua yang mengalami pukulan kedua setelah Cina. Mereka pakai protokol Covid. Begitu juga Taiwan, Israel, Guyana, dan Prancis putaran kedua.

Ada banyak variasi protokol Covid-19, ada pemakaian masker, jaga jarak, cuci tangan, diberikan sarung tangan plastik, petugasnya yang ada di daerah merah menggunakan alat pelindung diri (APD), penambahan jumlah bilik suara dan TPS, diuat jadwal pemilihan di TPS agar pemilih tidak bertumpuk di TPS. Lalu ada protokol untuk kampanye. Kampanye lebih mengutamakan teknologi. Baik live streaming maupun zoom, dan lain-lain.

Ada juga yang mendatangi pemilih berusia di atas 65 tahun. Mereka diberikan TPS khusus, perlakuan khusus. Semoga itu bisa jadi pelajaran untuk kita adopsi.

Jadi, hari pemungutan suara Pilkada Serentak 2020 tetap Desember 2020?

Begini, kita melihat ada narasi bahwa tidak ada satu pun negara yang dapat mengetahui kapan Covid-19 akan selesai. Bahkan, ada yang mengatakan Covid akan selalu ada selama hidup kita, tidak akan hilang. Tapi WHO menyampaikan bahwa paling cepat Covid selesai pada pertengahan 2021. Ada juga yang bilang 2022.

Tadi kami rapat terbatas dengan Menristek (Menteri Riset dan Teknologi), Pak Bambang Brojonegoro mengatakan, ada beberapa strain yang berbeda. Virus Covid yang ada Cina, Eropa, dan Amerika berbeda. Nah, jika vaksin ditemukan di Cina, belum tentu cocok dengan virus yang ada di Indonesia karena yang di Indonesia, kategorinya others. Padahal, vaksin itu harus spesifik untuk virus yang sama.

Oleh karena itu, diperlukan waktu yang panjang untuk membuat vaksin dan nanti untuk kegiatan mass production. Jadi, kami lihat skenarinya bisa sampai 2022, bahkan sampai 2023.

Jadi, kalau diundur Pilkadake 2021, Maret atau Septembe, itu pun gak menjamin. Harapan kita saat itu kan kia mau cari aman di 2021. Tapi  tren dunia, semua yang sudah melakukan uji coba, trial untuk vaksinasi, hampir semuanya mengatakan pertengahan 2021 baru ditemukan. Jadi, 2021, mungkin situasinya masih seperti saat ini. Tidak menjamin 2021 akan aman. Kita lihat negara lain, dengan protokol yang ketat, pemilu bisa dilaksanakan.

Bagaimana gambaran Bapak mengenai Pilkada Serentak 2020 dengan protokol Covid-19?

Ada beberapa tahapan penting yang beresiko, sepeti pelantikan PPK, PPS. Ini bisa diakali dengan cara virtual. Kalau pelantikan langsung, bisa bergelombang, per kelompok agar bisa jaga jarak.

Lalu pemutakhiran daftar pemilih door to door, ini teman-teman selama Covid ini kan juga membantu di desa-desa, mereka menyalurkan bansos (bantuan sosial) door to door. Mereka pakai masker, sarung tangan, dan pakai APD. Banyak APD murah, bisa digunakan.

Ada juga kegiaran pendaftaran paslon (pasangan calon). Tidak harus seperti kemarin konvoi. Pemeriksaan kesehatan sudah standar. Pengundian juga bisa dilakukan virtual dengan paslon, tidak perlu ramai-ramai.

Kampanye, mungkin bisa memperbanyak kampanye terbatas dan menggunakan media, termasuk live steaming bisa mencapai ribuan orang. Tahapan kampanye juga bisa dipadatkan.

Pemungutan suara, bisa ada penambahan bilik, penambahan TPS, petugas menggunakan APD di daerah zona merah, paling tidak pakai proteksi wajah, sarung tangan, dan masker. Masyarakat juga diberi sarung tangan plastik gratis dan masker bagi yang gak punya masker. Pemungutan suara juga bisa diatur per jam.

Penghitungan dan pengumuman dari KPU, KPU juga sudah punya ide untuk e-rekap.

Apakah keputusan Mendagri untuk tetap melaksanakan pemungutan suara pada Desember 2020 telah disepakati oleh stake holder lainnya, seperti Menteri Kesehatan, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), dan Gugus Tugas?

Sudah. Kami sudah sepakat semuanya, termasuk Pak Menkes. Pak Menkes sudah kami tanyakan, apakah kalau diundur di 2021, itu sudah pasti akan aman. Tidak bisa dijawab. Gugus Tugas, mereka melihat belum selesai juga di 2021. Maka, mereka mendukung dilaksanakan 9 Desember, namun protokol kesehatan harus dipatuhi, dan mereka minta agar penyusunannya melibatkan mereka.

Bahkan, menurut Gugus Tugas, pelaksanaan Pilkada di masa wabah bisa mendorong percepatan penanganan Covid-19 karena petahana kepala daerah akan terpacu untuk menangani wabah. Incumbent dapat diserang calon lain kalau ada masalah bansos yang tidak tepat sasaran misalnya. Lalu angka merah di daerah itu. Itu pikiran positif kita, terlepas dari concern yang harus ditaati, jangan sampai Pilkada jadi media penularan.

Mengenai bansos, telah ada kasus politisasi bansos. Ada upaya dari Kemendagri agar bansos tidak dipolitisasi?

Kami sudah membuat Surat Edaran (SE) tanggal 18 Mei 2020. Ketika ada satu kepala daerah di Jawa Tengah yang menempelkan gambarnya di sana, lagsung ditegur oleh Ditjen Otda (Otonomi Daerah). Yang bersnagkutan lantas mengkoreksi. Setelah itu kami keluarkan SE ini.

SE ini, kalau nantinya dilanggar, kami akan pakai UU No.23/2014. Mendagri dapat melakukan teguran atau memberi sanksi ketika ada aturan yang dilanggar. Bahkan sebetulnya ada instrumen lain. Misal, menyetop gaji yang bersangkutan, sampai pencabutan sebagian wewenang.

Masalahnya, ada yang memang tidak terang-terangan. Nah, ini mohon kalau bisa, kalau kami dapat informasi, kami akan dalami. Ada inspektorat. Kalau seandainya ada laporan dari pihak lain, dengan bukti-bukti yang ada, inspektorat bisa turun memeriksa secara bertingkat.

Bagaimana soal anggaran Pilkada dengan protokol Covid-19? KPU daerah banyak yang mengkhawatirkan konsekuensi penambahan anggaran, dan ada juga laporan daerah yang merealokasi anggaran Pilkada untuk penanganan Covid-19.

Alokasi untuk penanganan Covid itu sudah ada porsi sendiri yang diambil dari komponen-komponen APBD-nya. Maka, kami pun sudah memberikan arahan dengan surat bahwa khusus untuk anggaran Pilkada di daerah masing-masing yang sudah dibuat dalam NPHD (Nota Hibah Perjanjian Daerah), tidak boleh diganggu. Maka, sebetulnya tidak boleh ada daerah yang menggunakan anggaran yang sudah di-NPHD-kan karena sudah ada pos tersendiri, termasuk belanja barang.

Kami juga mau tanya, apa KPU dan Bawaslu masih bisa melakukan rasionalisasi. Mungkin ada beberapa kegiatan yang terpangkas. Misal, sosialisasi ke lapangan. Apakah dengan memangkas ini bisa menutup kebutuhan dalam rangka pengamanan protokol kesehatan? Kalau seandainya memang bisa dari itu, berapa? Dan kemudian sisanya, kalau tidak tertutup dari situ, maka kita bisa komunikasikan dengan Menteri Keuangan (Menkeu). Saya lihat komunikasi kami dengan Menkeu sangat bagus, sangat akomodatif, bisa memahami.

Jadi, segera kami diberikan data detil. Ajukan ke Menkeu. Nanti diberikan tembusan ke kami, kami akan mendorong dan meyakinkan kalau ini kebutuhan yang tidak bisa dihindari. Jadi, secukupnya tapi tidak berlebihan.

Nanti kami mungkin akan melakukan video conference dengan pihak terkait soal anggaran ini. Dengan Menkeu, Kemendgari, KPU, Bawaslu, DKPP, dan seluruh KPUD jua Bawaslu daerah yang melaksanakan, serta kepala daerah yang melaksanakan. Supaya kita lihat betul, daerah mana yang ruang fiskalnya betul-betul tidak bisa menambah, dan yang bisa.