Dalam Rancangan Undang-undang (RUU) Penyelenggaraan Pemilu, regulasi mengenai syarat pengajuan calon presiden tidak ramah terhadap partai baru yang menjadi peserta pemilu. Pasalnya, partai yang bisa mengajukan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) hanyalah partai parlemen.
“Regulasi pengajuan paket calon presiden dalam RUU ini aneh. Pasal 188 dan 190 membatasi partai baru untuk mengajukan atau membentuk koalisi pengajuan calon,†kata direktur eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini kepada Rumah Pemilu (27/10).
Syarat pencalonan presiden dalam RUU itu tak memungkinkan partai baru mencalonkan presiden. Partai atau gabungan partai bisa mencalonkan presiden jika memiliki perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR, atau memperoleh 25 persen dari suara sah nasional pada Pemilu Anggota DPR periode sebelumnya.
Dalam RUU Pemilu versi Sekretariat Bersama (Sekber), regulasi mengenai pengajuan capres dan cawapres untuk Pemilu Nasional Serentak 2019 lebih ramah terhadap partai baru. Semua partai bisa mencalonkan presiden, termasuk partai baru.
Pasal 671 bertuliskan, partai yang belum memiliki kursi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), DPR Daerah (DPRD) Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota, dapat menjadi partai peserta pemilu. Syaratnya adalah menyertakan bukti dukungan warga negara yang mempunyai hak pilih, paling sedikit sama dengan jumlah suara dari kursi terakhir yang diperoleh partai peserta pemilu di satu daerah pemilihan pada Pemilu DPR terakhir.
“Ketentuan ini dimaksudkan untuk menjaga perlakuan setara di antara calon partai peserta pemilu nasional, karena mereka tidak sempat mengikuti pemilu daerah yang hasilnya dijadikan basis penentuan partai peserta pemilu nasional,†ujar Titi. [Amalia]