November 28, 2024

Penundaan Pilkada Lima Daerah, Buah Kacaunya Sengketa Pencalonan

Sengketa pencalonan yang berlarut-larut membuat lima daerah terpaksa menunda pemungutan suara pada Rabu, 9 Desember.

Beberapa jam sebelum dilaksanakannya pemilihan kepala daerah, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kalimantan Tengah terpaksa menarik kembali logistik pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur yang telah didistribusikan hingga tingkat Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Pleno KPU RI yang dilakukan malam hari jelang 9 Desember, memutuskan menunda pemilihan di lima daerah, termasuk di Kalimantan Tengah.

“Kami sudah resmi mengumumkan bahwa Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Kalimantan Tengah tidak dapat dilaksanakan pada 9 Desember,” kata anggota KPU Kalimantan Tengah, Daan Rismon, saat dihubungi Rumah Pemilu (8/12).

Penundaan ini bermula dari Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang meminta KPU mengoreksi pencalonan Ujang-Iskandar, sebab lolosnya mereka sebagai pasangan calon tak lepas dari pelanggaran kode etik yang dilakukan anggota KPU Kalimantan Tengah. Berdasarkan putusan DKPP ini, KPU Kalimantan Tengah membatalkan Ujang-Iskandar sebagai peserta Pilgub.

Pembatalan ini kemudian digugat kembali Ujang-Iskandar ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Jakarta Pusat dan menang. PPTUN memutuskan KPU Kalimantan Tengah memasukkan mereka kembali di daftar calon di menit akhir pelaksanaan pilkada.

Putusan yang keluar secara tiba-tiba membuat persiapan Pilkada Kalimantan Tengah buyar, sebab surat suara sudah dicetak dan didistribusikan dengan dua pasang calon saja.

PTTUN Medan juga mengeluarkan putusan yang menunda pelaksanaan SK Pembatalan pasangan calon Survenof Siagian-Parlindungan Purba di Kota Pematang Siatar. KPU Pematang Siantar membatalkan pencalonan Survenof-Parlin juga atas putusan DKPP yang meminta KPU melakukan koreksi pencalonan mereka.

Sebelumnya, terhadap Survenof-Parlin, Panwas Pematang Siantar juga sempat mengeluarkan dua kali rekomendasi yang meminta KPU menerima pencalonan mereka. Hingga pada akhirnya DKPP dan Bawaslu Sumut meminta KPU membatalkan.

Kasus yang cukup rumit juga berada di Kota Manado. PTTUN Makassar, yang juga mengeluarkan putusan terhadap sengketa yang diajukan paslon Jimmy Rimba Rogi dan Bobi Daud, menunda sementara pelaksanaan Pilkada Manado. Sebelumnya, KPU dan Bawaslu telah membatalkan pencalonan Jimmy yang masih berstatus narapidana bebas bersyarat.

Di Fak-fak, Putusan PTTUN Makassar memenangkan gugatan pasangan calon Donatus Nimbitkendik-Abdulrahman. Padahal KPU telah membatalkannya karena masalah dukungan yang tidak memenuhi syarat.

Sementara di Simalungun, putusan Mahkamah Agung yang memutus JR Saragih sebagai tersangka korupsi menjadi dasar KPU membatalkan pencalonannya. Akan tetapi PTTUN Medan mengeluarkan putusan sela yang menunda sementara pilkada Simalungun.

Penyederhanaan lembaga penyelesaian sengketa

Anggota KPU RI, Hadar Nafis Gumay mengatakan KPU sebenarnya sudah mengatur jadwal penyelesaian sengketa pencalonan berakhir di November agar tidak menganggu kesiapan logistik. Akan tetapi pengaturan jadwal ini tidak bisa berjalan dengan baik karena KPU tidak bisa membatasi kewenangan institusi yang menyelesaikan sengketa.

“Sebetulnya KPU dari segi peraturan sudah melaksanakan, ada jadwalnya. Tapi KPU tidak bisa membatasi bahwa institusi yang bisa memproses sengketa itu punya pengaturannya sendiri,” kata Hadar.

Banyaknya institusi yang bisa memproses sengketa pencalonan ini juga menjadi penyebab berlarut-larutnya sengketa. Bahkan satu institusi bisa memproses dua kali sengketa yang sama. Menurut Hadar, ke depan, hal ini perlu diperbaiki dengan adanya pembatasan institusi yang menyelesaikan sengketa, serta adanya pembatasan waktu yang jelas.

“Nah, jadi ini rumit. Saya kira ke depan perlu diatur betul, dibatasi dan dibuat jadwal yang tegas, sekian waktu sebelum pemungutan suara harusnya sudah selesai sehingga tidak mengganggu logistiknya,” kata Hadar.

Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Fadli Ramadhanil, menilai, agar penyelesaian sengketa tidak berlarut-larut, instansi yang bisa menangani sengketa harus dikurangi. Misalnya Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) tidak perlu diberikan kewenangan untuk memutus sengketa.

“Dan beberapa putusan Panwas kan banyak yang tidak rasional untuk dilaksanakan. KPU sudah yakin dengan proses verifikasinya, putusan Panwas justru sebaliknya,” katanya.

Fadli menilai, cukup satu PT TUN saja yang berhak memproses sengketa pencalonan sehingga calon cukup menggugat langsung ke PT TUN agar prosesnya sederhana.

Untuk pelaksanaan Pilkada ke depan, Hadar mengatakan masalah penyelesaian sengketa pencalonan menjadi salah satu usulan yang diperbaiki. “Tapi ini domain pemerintah dan DPR. KPU juga akan menyiapkan inisiatif perbaikan,” katanya.

Kasasi KPU

KPU RI akhirnya mengambil langkah mengajukan kasasi dua putusan PTTUN terhadap Kalimantan Tengah dan Fak-fak. Terhadap tiga putusan sela di Manado, Simalungun dan pematang Siantar, KPU akan menunggu putusan akhir keluar.

Fadli menilai, sudah benar langkah yang diambil KPU mengajukan kasasi ke MA karena akan menguji kebenaran keputusan KPU dalam membatalkan calon. KPU hanya perlu membuktikan bahwa pertimbangan yang mereka miliki dalam mengambil putusan sudah sesuai aturan.

Pembatalan calon di Manado menurut Fadli sudah sesuai prosedur bahwa calon yang bebas bersyarat tidak bisa diusung sebagai pasangan calon, sesuai dengan putusan MK. Sama halnya dengan Simalungun, putusan MA sifatnya final dan mengikat sehingga calon sudah berstatus tersangka.

Untuk kasus di Kalimantan Tengah, dukungan palsu yang disertakan calon membuktikan bahwa seharusnya paslon tidak memenuhi syarat. Di kota Pematang Siantar dan Fak-fak, pasangan calon tidak bisa menunjukkan dukungan dari dua kubu partai yang bersengketa sehingga harus dinyatakan tidak memenuhi syarat.

“Tugas KPU sekarang adalah membuktikan sebaik-baiknya bahwa SK pembatalan calon itu sudah melalui prosedur yang jelas. Jadi nanti putusan akhirnya KPU tidak kalah lagi,” katanya.

DEBORA BLANDINA