Jumlah penyelenggara pemilu dari tingkat pusat hingga TPS disesuaikan. Beban berat pemilu serentak jadi dalih.
Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Undang-undang (RUU) Pemilu DPR dan Pemerintah menyepakati penyesuaian jumlah anggota dan sekretariat jenderal Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) di tingkat pusat hingga kabupaten/kota. Anggota KPU disepakati ditambah empat menjadi 11 orang dan anggota Bawaslu ditambah empat menjadi sembilan orang.
“Untuk Bawaslu pusat dan KPU pusat kita tetap ada penambahan. KPU jadi sebelas, Bawaslu jadi 9,” kata Lukman Edy, Ketua Pansus RUU Pemilu, saat pengambilan keputusan pada rapat Pansus di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta (5/6).
Ditambah empat hingga 2024, setelahnya ad hoc
Pemilu legislatif (pileg) dan pemilu presiden (pilpres) yang dilakukan serentak di hari yang sama dinilai akan memberi bobot kerja tambahan bagi penyelenggara pemilu. Belum lagi, setelah Pemilu Serentak 2019, penyelenggara pemilu akan dihadapkan pada penyesuaian penyelenggaraan Pilkada serentak yang terintegrasi dengan pemilu serentak pada 2024 kelak.
Namun, setelah jalannya Pemilu Serentak 2019 dan 2024 nanti, KPU dan Bawaslu diusulkan menjadi lembaga ad hoc. Sebab pekerjaan kepemiluan relatif berkurang. “2024 ini ad hoc. Jangankan ad hoc, mungkin KPU yang sekarang ini bubar, sudah ganti nanti. 2024 KPU dan Bawaslu harus di-ad hoc-kan. Sebab tidak ada lagi pekerjaan. Saya rasa ini mesti dimasukkan. Belum kita masukkan di aturan peralihan kesepakan di Panja ini,” kata Rambe Kamarul Zaman, anggota Pansus RUU Pemilu dari Fraksi Partai Golkar.
Penambahan empat anggota KPU dan Bawaslu disepakati lima fraksi yakni fraksi PDIP, Fraksi Partai Golkar, Fraksi PKB, Fraksi Partai NasDem—menyetujui. Fraksi Gerindra menyepakati penambahan, tapi jumlahnya tak lebih dari dua orang. Sementara Fraksi Partai Demokrat, Fraksi PAN, Fraksi PKS, Fraksi PPP, dan Fraksi Partai Hanura tak menyetujui adanya penambahan.
Penambahan ini dinilai tak perlu oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem). Untuk menghadapi Pemilu Serentak 2019, penguatan terhadap KPU dan Bawaslu cukup dilakukan terhadap sekretariat dan staf pendukung di kedua lembaga tersebut.
Seperti diketahui, rapat Pansus dan Pemerintah ini juga menyepakati penambahan tiga pejabat eselon 1 untuk memperkuat kerja KPU. “Ada penambahan tiga eselon 1 seperti di Bawaslu ada empat eselon 1: satu sekjen, satu inspektorat, dan dua orang deputi,” kata Tjahjo Kumolo, Menteri Dalam Negeri.
Menurut Perludem, dukungan sekretariat yang kuat sangatlah dibutuhkan karena sekretariat yang akan melaksanakan seluruh unit tugas teknis dalam penyelenggaraan pemilu dari kebijakan yang dibuat oleh komisioner. Penambahan anggota KPU hanya akan mempersulit pengambilan kebijakan ini. Untuk mencapai konsensus dalam mengambil keputusan, KPU sebagai lembaga yang bersifat kolektif kolegial butuh persetujuan dari mayoritas anggotanya.
Hal serupa dikeluhkan Arief Budiman, Ketua KPU. Ia memerlukan kepastian soal jumlah minimum anggota yang harus hadir dalam rapat agar dapat mengesahkan suatu putusan.
“Pleno KPU kan sudah ditentukan, dengan jumlah tujuh orang kuorumnya lima. Dengan jumlah sebelas orang, kuorum mau dibikin berapa,” kata Arief (6/6).
Staggered
Rekrutmen empat anggota tambahan dilakukan selambat-lambatnya satu tahun setelah RUU Pemilu disahkan jadi undang-undang. Sehingga nantinya masa jabatan tidak habis bersamaan, tetapi bergantian (staggered terms). Ada selang satu tahun masa jabatan antara anggota tambahan dan anggota yang sudah dilantik saat ini. Waktu satu tahun disepakati untuk menjaga kesinambungan kerja KPU dan Bawaslu.
Fraksi Partai Demokrat tak setuju staggered satu tahun. Fandi Utomo, anggota Pansus RUU Pemilu dari Fraksi Partai Demokrat, menilai selang waktu satu tahun tak cukup signifikan untuk menjaga kesinambungan kerja. Sistem staggered lebih pas dilakukan berselang 2,5 tahun atau minimal 2 tahun.
“Staggering-nya dibuat 2,5 tahun. Kalau mau ditambah, itu sekalian digunakan untuk fungsi staggering itu supaya kontinuitas kerja Bawaslu dan KPU berkesinambungan,” kata Fandi.
Arief Budiman, Ketua KPU, juga memperkirakan selang 2,5 tahun jadi waktu yang paling ideal untuk kesinambungan lembaga. Pada waktu tersebut, anggota KPU lama telah cukup banyak menerima informasi, pengetahuan, dan pengalaman untuk diberi pada empat anggota KPU baru.
“Kalau ingin kesinambungan idealnya dua setengah tahun sehingga lebih bagus bagi kelangsungan KPU,” kata Arief (6/6).
Namun, staggered 2,5 tahun tak mungkin dilakukan sebab semangat penambahan Pansus adalah untuk menghadapi beban kerja Pemilu Serentak 2019. “Kalau ditambahnya 2,5 tahun sudah tidak perlu lagi. Waktu pemilu sudah tidak terkejar lagi. Itu pertimbangannya supaya bisa ambil bagian di Pemilu Serentak 2019,” kata Johny G. Plate, anggota Pansus RUU Pemilu dari Fraksi Partai NasDem.
Jumlah penyelenggara di provinsi hingga kabupaten disesuaikan
Rapat ini juga menyepakati jumlah anggota KPU dan Bawaslu di tingkat provinsi dan kabupaten/kota akan disesuaikan. Jumlah penyelenggara di tingkat provinsi ada pada rentang lima hingga tujuh orang. Sementara jumlah penyelenggara di tingkat kabupaten/kota ada pada rentang tiga hingga lima orang. Jumlah penduduk dan kondisi geografis jadi variabel dalam menentukan jumlah anggota KPU.
“Untuk penyesuaian jumlah, ada skema jumlah penduduk. Hanya jumlah penduduk. Itu sudah kita sepakati di rapat Panja,” kata Lukman Edy, Ketua Pansus RUU Pemilu.
Sementara Tjahjo Kumolo, Menteri Dalam Negeri, saat rapat bersama itu berpendapat penyesuaian jumlah anggota KPU di provinsi dan kabupaten/kota mempertimbangkan kondisi atau luas geografis serta jumlah penduduk.
Riza Patria, Pimpinan Pansus RUU Pemilu, menyebut beberapa daerah seperti Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Papua diperlukan tambahan dua orang anggota KPU. Sementara kabupaten lain yang kecil, seperti Kepulauan Seribu, akan dikurangi jumlahnya menjadi tiga orang anggota saja.