November 15, 2024

Perludem Dkk Percepat Permohonan Perbaikan Uji Materi

Satu hari pasca sidang pemeriksaan pendahuluan perkara No.20/2019 digelar (14/3), para pemohon, di antaranya Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Hadar Nafis Gumay, dan Feri Amsari memasukkan permohonan perbaikan ke panitera Pendaftaran Perkara di Mahkamah Konstitusi (MK). Percepatan permohonan perbaikan ditujukan agar MK dapat mempercepat proses pengujian perkara.

“Perbaikan Permohonan dilakukan cepat, sesuai dengan arahan hakim MK, dan untuk menunjukkan komitmen dan kesungguhan para pemohon untuk mendorong agar putusan Uji Materi UU Pemilu ini segera dijatuhkan sebelum hari pemungutan suara Pemilu 2019 pada 17 April 2019,” kata kuasa hukum para pemohon, Denny Indrayana, sebagaimana tertulis dalam siaran pers yang diterima rumahpemilu.org (15/3).

Dalam permohonan perbaikan, pasal-pasal yang diujikan tak ada yang berubah dari permohonan awal. Pasal yang dimohonkan untuk diuji dan dibatalkan yakni Pasal 348 ayat (9), Pasal 348 ayat (4), Pasal 210 ayat (1), Pasal 350 ayat (2), dan Pasal 383 ayat (2) Undang-Undang (UU) No.7/2017 tentang Pemilihan Umum. Pasal-pasla tersebut dinilai berpotensi menghambat, menghalangi, dan mempersulit pelaksanaan hak konstitusional warga negara, serta mengganggu keabsahan pemilu.

Para pemohon mengapresiasi MK yang telah merespon cepat permohonan dengan mengagendakan sidang pemeriksaan pendahuluan pada Kamis lalu. Sidang dilakukan lebih cepat dari batas waktu 14 hari sejak pendaftaran dilakukan pada 5 Maret 2019. Gerak cepat MK dimaknai para pemohon sebagai pemahaman MK yang baik terhadap urgensi memutus perkara dengan cepat.

“Kami menyampaikan apresiasi dan terima kasih ke MK yang telah dengan cepat merespon permohonan ini. Gerak cepat MK tersebut menunjukkan kebijakan dan pemahaman yang mendalam akan urgensi memutus perkara tersebut secara cepat, sekaligus akurat,” ujar Denny.

Denny menekankan, bahwa percepatan putusan dalam perkara pengujian undang-undang di MK dimungkinkan secara hukum acara, dan telah dilakukan MK, yakni salah satunya dalam Putusan MK No.102/PUU-VII/2009. Putusan tersebut menyelamatkan suara rakyat yang tidak masuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT).

“Dalam putusan tersebut, menggunakan Pasal 54 UU MK, Mahkamah menegaskan bahwa, mendengarkan keterangan Pemerintah dan DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) tidaklah wajib, sehingga putusan dapat lebih cepat dijatuhkan,” jelas Denny.