Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini mengatakan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) semestinya mulai masuk menyelidiki aliran uang di dalam pelaporan dana kampanye. Korupsi politik terjadi karena ketiadaan pengawasan dana kampanye dan dana politik. Pengawasan dana kampanye mestinya tak hanya dilakukan terhadap rekening khusus dana kampanye.
“Jangan hanya rekening khusus dana kampanye yang diawasi. Makanya baik kalau KPK masuk ke ranah pengawasan dana kampanye,” tandas Titi sewaktu acara Konferensi Nasional Hari Anti Korupsi di Hotel Bidakara, Mampang, Jakarta Selatan (4/12/2018).
Gagasan tersebut tak hanya diusulkan oleh Titi, Penasehat Kemitraan (Partnership for Governance Reform), Wahidah Suaib, juga pernah mengatakan hal serupa. Menurutnya, KPK dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mesti dilibatkan dalam penanganan politik uang dan pemeriksaan dana kampanye, sebab kedua lembaga memiliki kapabilitas yang kuat dalam penyelidikan, guna membongkar kasus politik uang dan dana kampanye.
“Politik uang dan dana kampanye ini sulit dilacak. Bawaslu (Badan Pengawas Pemilihan Umum) lemah. Jadi, keahlian KPK dan PPATK perlu dimanfaatkan untuk menciptakan pemilu yang berkualitas,” kata Wahidah pada rapat dengar pendapat di Senayan, Jakarta Selatan (1/2/2017).
Terhadap usulan tersebut, Ketua KPK, Agus Rahardjo mengatakan bahwa regulasi saat ini, yakni Undang-Undang (UU) KPK, tak memungkinkan penyidik KPK untuk masuk pada ranah dana kampanye. Objek pengawasan KPK hanyalah pejabat negara, bukan calon pejabat negara. Jika banyak pihak ingin KPK masuk ke ranah dana kampanye, maka kewenangan KPK mesti ditambah melalui revisi UU KPK.
“UU KPK tidak memungkinkan. UU KPK hari ini, KPK hanya boleh menangani penyelenggara negara. Kadi, kalau masih calon, belum jadi apa-apa, KPK tidak bisa. Kepala dinas saja, itu bukan penyelenggara Negara,” ungkap Agus pada talkshow “Pilih yang Jujur” di gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan (15/3).
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Almas Sjafrina mengatakan bahwa regulasi yang ada memang belum cukup untuk membongkar kepalsuan dalam pelaporan dana kampanye. Audit yang semestinya bersifat forensik, hanya berupa audit kepatuhan. Yang dapat dilakukan oleh publik saat ini, yakni membuat laporan dana kampanye pembanding.
“Buat data pembanding. Publik mencatat kegiatan-kegiatan politik yang dilakukan oleh peserta pemilu. Itu bisa kita hitung secara independen. Misal, acara musik yang digelar partai politik, pengeluarannya sudah ada di laporan pengeluaran apa belum. Kan bisa ditaksir kira-kira biayanya berapa, agar kita bisa menilai kejujuran peserta pemilu dalam melaporkan dana kampanye,” terang Almas.