Rezim pilkada serentak akan segera ditabuh. Gelombang pertama yang akan dihelat pada Desember 2015 ini, tahapannya diperkirakan dimulai pada Juli 2015. Banyak pihak yang penasaran. Apakah setelah pergulatan panjang terkait proses pemilihan, pelaksanaan pemilihan kepala daerah bisa lebih baik dari rezim regulasi sebelumnya. Karena jika dilihat, memang ada beberapa hal baru yang akan dilaksanakan di dalam pemilihan kepala daerah nantinya.
Selain mereka yang penasaran, mungkin ada juga mereka yang tidak sabar agar tahapan pilkada segera dimulai. Pertama ada yang sudah tidak sabar untuk segera memastikan kelanjutan masa jabatan (baca: petahana). Kedua, ada yang tidak sabar untuk segera memulai pertarungan perebutan kepala daerah. Keinginan untuk orang menjadi orang nomor satu di provinsi ataupun kabupaten/kota bisa saja sudah tak tertahankan.
Pemilihan di Desember
Pilihan para pembentuk undang-undang untuk tetap melaksanakan kepala daerah pada Desember tetap sukar diterima. Sanggahan pertama, kalau pun sudah dipaksakan pemilihan dilaksanakan pada bulan Desember, toh nanti pelantikan kepala daerah terpilih juga akan dilaksanakan pada 2016. Artinya, kondisi tersebut tetap akan melampaui masa jabatan para kepala daerah yang masa jabatannya selesai di 2015.
Kedua, konsolidasi penyelenggara pemilu yang belum solid ketika “dipaksa†untuk menghelat pilkada pada Desember nanti bisa saja menjadi bumerang. Penyelenggara dipecut untuk berlari sekencang-kencangnya. Menyiapkan peraturan pelaksana serta mensosialisasikannya adalah pekerjaan rumah yang belum diselesaikan. Disamping itu, pembentukan penyelenggara ad hoc bukanlah perkara mudah dan tidak boleh asal-asalan.
Ketiga, momentum bulan Desember yang bertepatan dengan perayaan natal dan libur akhir tahun bisa saja menjadi api dalam sekam dalam penyelenggaraa pilkada nantinya. Saya sempat berbicara dengan anggota KPU Kabupaten Supiori, salah satu kabupaten kepulauan di Provinsi Papua, terkait dengan penyelenggaraan pilkada di bulan Desember ini.
Ia mengatakan bahwa mayoritas masyarakat yang ada diKabupaten Supiori adalah mereka yang akan merayakan natal dan tahun baru. Kekhawatiran utama adalah, perhatian masyarakat dan juga penyelenggara kepada pilkada tidak akan sungguh karena persiapan natal. Menilik kebiasaan yang hidup ditengah masyarakat Supiori selama ini, minggu pertama atau kedua Desember semua masyarakat sudah sibuk menyiapkan perayaan natal.
Sehingga, potensi minimnya angka partisipasi pemilih bisa saja jadi salah satu tantangan yang harus dituntaskan oleh penyelenggara pemilu. Hal yang sama tentu juga akan dialami oleh penyelenggara pemilu ditingkat bawah. Hari dan minggu pelaksanaan pilkada yang semakin mendekati natal, juga akan berbanding lurus dengan menaiknya potensi kecurangan dan pelanggaran dalam proses pungut hitung suara, serta rekapitulasi suara pilkada. Apalagi, segmentasi perayaan natal bisa saja dimanfaatkan oleh oknum tertentu untuk memperdagangkan kecurangan, dan “merusak†kejujuran pelaksanaan pilkada.
Penegakan Hukum
Setelah menyigi potensi persoalan diatas, tentu saja netralitas penyelenggara dan ketegasan penegak hukum akan menjadi kartu As yang paling ditunggu dan diharapkan. Meskipun tidak ada pembaharuan dalam desaian penegakan hukum pemilu dari pembelajaran pileg dan pilpres 2014 yang lalu, harapan untuk pilkada yang jujur dan adil tentu harus tetap di pupuk.
Peran pengawas pemilu sebagai ujung tombak penegakan hukum pemilu sangat ditunggu. Adanya pengawas tiap TPS jangan menjadi sia-sia saja. Perannya dalam memantau dan mengawasi terjadinya pelanggaran pemilu harus lebih maksimal.
Penyelenggaraan pilkada serentak gelombang pertama ini akan menjadi tontonan semua pihak. Mereka yang dulu menentang pemilihan langsung, bisa saja sedang menunggu, apakah benar pemilihan langsung itu tetap jauh lebih baik dan bisa diperbaiki dari penyelenggaraan pilkada yang sebelumnya. Oleh sebab itu, sudah menjadi suatu keniscayaanlah bahwa seluruh stakeholder dalam penyelenggaraan pemilu harus bekerja keras untuk mensukseskan pilkada serentak sebagai lembaran baru dalam sejarah Indonesia ini. []
FADLI RAMADHANIL
Peneliti Hukum Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem)