Dalam rapat pleno penetapan Daftar Pemilih Sementara (DPS) yang dilangsukan secara serentak pada 1 November 2016 di seluruh daerah, Panitia Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP) mengakui sulit melakukan pendataan di apartemen dan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas). Pasalnya, tidak semua pemilik apartemen berdomisili di Jakarta dan sulit meminta data tahanan warga Jakarta dari Markas Besar Kepolisian RI (Mabes Polri).
“Berdasarkan pengaduan dari PPDP kami, mereka sulit melakukan pendataan di apartemen. Banyak apartemen yang tidak ada penghuninya, tetapi terdaftar di DP4. Banyak juga penghuni apartemen yang tidak bersedia ditempel stiker form A.A2 sebagai bukti telah dicoklit (pencocokan dan penelitian),†kata Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jakarta Selatan, Muhammad Iqbal, pada acara “Rapat Pleno Terbuka Penetapan Daftar Pemilih Sementara†di Jakarta Selatan (1/11).
Berkaitan dengan kesulitan pendataan di Lapas, Iqbal mengatakan bahwa para tahanan warga Jakarta yang memenuhi syarat sebagai pemilih terancam kehilangan hak pilih. Sebab, data tahanan biasanya diberikan pada saat hari pemungutan suara, dan regulasi saat ini membuat mereka semakin sulit memenuhi hak pilihnya.
“Kalau pilpres (pemilihan presiden) gak masalah, sebab tahanan dari mana pun dapat memilih di TPS Lapas, tapi Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) itu kan hanya hak warga daerah. Jadi,data pemilih yang ada di lapas harus dicocokkan. Lalu ini disulitkan lagi dengan adanya aturan KTP (Kartu Tanda Penduduk) elektronik. Mereka memangnya punya KTP elektronik atau boleh mengurus Surat Keterangan dari Disdukcapil (Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil)?†tukas Iqbal.
Pada Pilkada Serentak 2017, KPU menerima tantangan baru perihal syarat KTP elektronik bagi pemilih. Begitu pula peran baru yang diamanahkan kepada Disdukcapil. Keduanya diharapkan dapat berelaborasi menciptakan pemilu yang berkualitas tanpa meninggalkan hak pilih suatu kelompok masyarakat.